“Pembawaan Fathimah begitu lembut, memiliki budi pekerti tinggi, ramah, sopan, murah hati, simpatik, terjaga dari hal-hal yang bathil dan haram. Sosok wanita sempurna untuk kita jadikan idola. Sehingga kelak kita mejadi pengikutnya di surga...."
Fathimah Az-Zahra binti Muhammad, Rasulullah SAW, wanita berparas jelita, memiliki wajah seindah namanya. Menurut riwayat Imam Ja’far Ash-Shadiq, Rasulullah SAW memberikan nama “Fathimah”, yang dalam bahasa Arab berarti “melindungi”, lantaran ia dan para pengikutnya akan dipelihara atau terlindungi dari api neraka.
Sementara nama belakangnya, Az-Zahra, dalam satu riwayat dijelaskan bahwa Jabir bertanya kepada Imam Ash-Shadiq, “Apakah artinya Zahra?”
Imam Ash-Shadiq menjawab, “Karena Allah SWT menciptakan Fathimah dari cahaya. Ketika cahaya Fathimah muncul, seketika itu juga langit dan bumi terang benderang dipenuhi cahayanya. Mata para malaikat terkesima melihatnya. Pada saat itu juga malaikat bersujud kepada Allah SWT dan berkata, ‘Wahai Tuhanku cahaya apakah ini?’
Allah SWT menjawab, ‘Ini adalah cahaya-Ku yang Aku letakkan kepada Fathimah dan dia dari cahaya-Ku. Aku ciptakan dia dari keagungan-Ku. Aku keluarkan dia dari sulbi kekasih tercinta-Ku, Muhammad. Dari cahaya ini, Aku ciptakan para imam yang akan berdiri menegakkan agama-Ku. Mereka akan memberi petunjuk kepada seluruh manusia dan mengajak mereka kepada kebenaran agama-Ku. Aku akan menjadikan mereka khalifah di dunia setelah kekasih-Ku Muhammad SAW’.”
Riwayat lain menjelaskan, Abu Hasyim Ja’fari bertanya kepada Imam Hasan Askari, mengapa Fathimah diberi gelar Az-Zahra.
Imam Hasan Askari menjawab, “Karena wajah Fathimah bagi Amirul Mu’minin, Ali bin Abi Thalib, di pagi hari seperti matahari, di siang hari seperti bulan, dan di malam hari seperti bintang-bintang yang bersinar terang.”
Menurut beberapa riwayat, yang dimaksud cahaya tersebut yaitu cahaya maknawi, bukan sekadar cahaya materi. Dari perkataan Imam Ash-Shadiq bahwa Az-Zahra adalah cahaya-Nya, jelaslah bahwa yang dimaksud cahaya adalah cahaya maknawi, karena cahaya Allah SWT bukanlah cahaya materi. Kemudian juga dikatakan cahaya tersebut adalah ruh Sayyidah Fathimah yang suci dan bersih dari segala kotoran maknawi.
Sementara riwayat lain menjelaskan, cahaya Az-Zahra juga berupa cahaya materi, karena, pada saat Fathimah dilahirkan ke dunia, rumah-rumah di sekelilingnya diterangi oleh cahaya. Dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra adalah pembimbing dan pemberi petunjuk kepada jalan yang benar, sehingga kelak ia akan menjadi ratu kaum wanita penghuni surga.
Pembawaan Fathimah lembut, memiliki budi pekerti tinggi, ramah, sopan, murah hati, simpatik, terjaga dari hal-hal yang bathil dan haram. Fathimah sangat mirip dengan ayahnya, baik paras wajah maupun dalam hal kebiasaan amal shalih. Segala tindak-tanduknya sesuai dengan syari’at Islam. Sehingga Allah SWT memberikannya kedudukan begitu istimewa di surga, yaitu sebagai “ratu kaum wanita penghuni surga”.
Ini dijelaskan dalam Al-Mustadrak dari riwayat Al-Hakim dengan sanad yang hasan, “Bahwa suatu ketika ada malaikat yang datang menemui Rasulullah SAW dan berkata, ‘Sesungguhnya Fathimah adalah penghulu seluruh wanita di dalam surga’.”
Demikian sepenggal ma’uizhah hasanah yang disampaikan Ustadzah Hj. Syarifah Halimah Alaydrus pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW di MT Al-Kifahi Ats-Tsaqafi Kaum Ibu, Tebet, Jakarta Selatan, pada Sabtu (26/3).
Ustadzah Hj. Syarifah Halimah Alaydrus, muballighah dari Pedati, Jakarta Timur, begitu bersemangat menyampaikan mauizhah hasanah. Meski tegas dalam ceramahnya dan berapi-api, suaranya tetap terdengar lembut, seperti keperibadiannya, yang bersahaja.
Ribuan jama’ah yang hadir dari berbagai daerah juga begitu antusias mendengarkan isi ceramahnya. Mereka tidak peduli dengan keterbatasan tempat yang ada. Sehingga mereka pun harus mengikuti rangkaian acara, termasuk mendengarkan nasihat demi nasihat yang disampaikan para muballighah, melalui layar televisi, yang disediakan panitia di sepanjang halaman dan sepanjang pinggiran Jalan Sawo Kecik, Tebet, yang disulap layaknya sebuah majelis ilmu.
Mencontoh Cara Rasulullah Mendidik
Ustadzah Hj. Syarifah Halimah Alaydrus menceritakan sisi lain dari hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW, yakni Fathimah Az-Zahra binti Muhammad SAW, yang meneladani akhlaq sang ayahanda.
Bila pada acara Maulid Nabi pada umumnya para penceramah mengulas akhlaq Baginda Nabi Muhammad SAW, Ustadzah Hj. Syarifah Halimah Alaydrus menggali sisi lain dari kehidupan Rasulullah yang penuh dengan teladan itu. Momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW dikaitkan dengan kondisi zaman yang semakin terpuruk saat ini, khususnya pergaulan remaja muslimah. Tepatlah bila ia menjelaskan kisah teladan Fathimah Az-Zahra, tanpa meninggalkan sosok manusia sempurna, Rasulullah, dalam mendidik putri kesayangannya, sampai memperoleh kedudukan yang tinggi sebagai “ratu kaum wanita penghuni surga”.
Ustadzah Syarifah Halimah mengajak umat Islam pada umumnya dan jama’ah Maulid kaum ibu yang hadir khususnya untuk meneladani dan mencontoh cara Rasulullah mendidik putrinya, sekaligus mengajak mereka untuk meneladani dan mencontoh akhlaq Fathimah Az-Zahra dalam kehidupan sehari-hari.
“Sebagai ibu bagi anak-anak kita, menjadi keniscayaan untuk menyeru kepada putri-putri tercinta untuk mencontoh akhlaq putri Rasulullah SAW, bukan mengidolakan selebriti yang belakangan semakin tidak jelas. Baik itu busananya yang serba seksi maupun pergaulannya yang semakin bebas.
Tidak dikatakan sayang apabila sang ibu membiarkan dan mengizinkan sang anak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at Islam. Sesunggunya ketika kita melihat putri-putri kita tercinta melakukan maksiat dan kita tidak mencegahnya, kita membiarkan mereka terjun ke jurang yang curam. Na’uidzubillah...," kata Syarifah Halimah Alaydrus.
“Atas nama kasih sayang, sebagai ibu, kita harus membimbingnya sejak dini. Mengenalkannya kepada sosok pribadi Rasulullah SAW, berserta keluarga dan sahabatnya, serta mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari. Putri kesayangan Rasulullah, Fatimah Az-Zahra, adalah wanita yang memiliki kepribadian agung, sosok wanita sempurna dan teladan terindah bagi kaum wanita, yang selalu mementingkan kehidupan akhirat, bukan kesenangan dunia, seperti manusia pada umumnya.”
Alkisah, suatu ketika Rasulullah SAW pulang dari suatu peperangan dan ia mendapatkan harta rampasan begitu banyak, di antarannya ada beberapa ekor domba. Tatkala Ali bin Abi Thalib mengetahui hal itu, ia berkata kepada Fathimah, “Duhai Fathimah, alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta seekor domba untuk hidangan makan kita.”
Kemudian dengan perasaan berat Fathimah mematuhi perintah suaminya dan datang kepada Nabi SAW sambil berjalan begitu pelan, jalannya sangat mirip dengan jalan Rasulullah SAW.
Mendengar langkah dan beberapa kali ketukan pintunya, Rasulullah telah mengetahui bahwa yang datang adalah putri kesayangannya. Beliau pun langsung menyambutnya seraya berkata, "Selamat datang, putriku. Apakah gerangan yang membuatmu datang, wahai anakku?"
Dengan malu hati, Fathimah menjawab, "Aku datang karena diperintah suamiku.” Ia merasa malu untuk mengutarakan maksudnya itu kepada Rasulullah. Ia pun terdiam sejenak.
Namun Rasulullah kembali bertanya, "Apakah keperluanmu, wahai putriku tercinta?”
Fathimah kemudian menjawab, "Suamiku memintaku untuk mengunjungimu dan meminta seekor domba hasil dari rampasan perang untuk kami makan.”
Kemudian Nabi SAW berkata, "Demi Allah, aku akan memberikannya untukmu, wahai putriku, tidak hanya seekor. Aku akan memberikannya tiga ekor atau bahkan sebanyak yang engkau inginkan. Namun apakah betul engkau lebih menginginkan domba itu? Aku akan memberikanmu pilihan, apakah aku berikan domba itu atau aku beri tahukan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta dariku, yang telah Jibril ajarkan?”
Fathimah menjawab, "Ya, Ayah, aku lebih memilih engkau memberitahukan kepadaku apa yang telah Jibril ajarkan.”
Rasulullah SAW bersabda, "Jibril telah mengajarkan kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan Subhanallah setiap selesai shalat 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 10 kali, Alhamdulillah 10 kali, dan Allahu Akbar 10 kali.”
Subhanallah..., betapa mulianya pribadi Fathimah Az-Zahra. Rasulullah telah mendidik dan menanamkan ke dalam qalbunya untuk lebih banyak bersabar, hidup zuhud dan tawadhu dalam menghadapi dunianya. Ia jauh lebih memilih mempersiapkan kehidupan di akhirat kelak. Lantas bagaimana dengan kita? Kita hanya senantiasa bersuka ria dengan gemerlap duniawi yang melalaikan dari mengingat Allah Ta’ala.
Fathimah telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusia yang paling mulia. Wanita yang dijamin Rasulullah sebagai “ratu segenap wanita yang berada di surga”.
Tentu pilihan ada dalam diri kita, ingin mengikuti Fathimah dan bersamanya kelak di surga, atau sebaliknya, mengikuti dan mengidolakan selebriti, yang tidak dijamin oleh Allah SWT keberadaannya kelak di akhriat, apakah di surga atau di neraka.
“Inilah saatnya untuk berhijrah, sehingga, usai menghadiri acara peringatan Maulid Nabi SAW ini, ada sesuatu yang bisa kita ambil hikmahnya. Tidak sekadar seremonial,” kata Ustadzah Hj. Syarifah Halimah Alaydrus.
Ustadzah Hj. Bahijah, penceramah yang lain, juga mengimbau hal yang sama. “Di abad ke-21 ini, yang katanya zaman modern, akhlaq Islami semakin terpinggirkan. Mereka merasa bangga ketika mengikuti kebudayaan Barat atau asing. Betapa banyak gadis Indonesia yang terpaksa melahirkan di luar nikah. Dan yang memprihatinkan, perkembangannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Na`udzubillah....
Maka acara yang mengandung amar maruf nahi munkar seperti ini harus terus dilestarikan. Jangan dengarkan gunjingan sebagian golongan yang menilai tradisi Maulid Nabi sebagai bid`ah yang sesat. Karena sesungguhnya dengan peringatan seperti ini kita bisa mengetahui luhurnya ajaran Islam dan kembali mengenang perjuangan Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian kita bisa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ustadzah Bahijah.
Mendoakan Ummi Mus
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di MT Al-Kifahi Ats-Tsaqafi Kaum Ibu, Tebet, ini dimulai tepat pada pukul 08.00 WIB. Sirah perjalanan hidup Baginda Nabi Muhammad SAW yang termuat dalam kitab Maulid Simthud Durar dibacakan oleh Ustadzah Hj. Syarifah Sakinah binti Umar bin Abdurrahman. Sementara Ustadzah Hj. Syarifah Maimunah Al-Haddad membaca doa Maulid-nya.
Kali ini, MT Al-Kifahi Ats-Tsaqafi Kaum Ibu telah menggelar hajatan ketiga tanpa kehadiran almarhumah Ustadzah Hj. Musimah, yang akrab disapa “Ummi Mus”, yang tak lain adalah istri Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf, pengasuh pengajian MT Al-Kifahi Ats-Tsaqafi. Saat ini pengajian kaum ibu dipimpin oleh putrinya, Ustadzah Hj. Syarifah Sakinah binti Umar bin Abdurrahman Assegaf.
Jama’ah dan tentunya keluarga merasa kehilangan dan sedih yang begitu mendalam. Ini terlihat jelas pada raut muka Ustadzah Hj. Syarifah Sakinah binti Umar bin Abdurrahman Assegaf ketika menyampaikan sambutan sesaat sebelum acara usai pada pukul 12.00.
Putri pertamanya ini terlihat menitikkan air mata saat mengenang masa-masa terindah kebersamaan dengan ibunda tercinta, Hj. Musibah, yang tak pernah absen dalam berbagai acara seperti ini.
Selain mengucapkan rasa terima kasihnya kepada seluruh jama’ah yang hadir, kepada panitia, yang telah menyukseskan acara ini, dan para tetangga yang rela memberikan halamannya untuk acara, Syarifah Sakinah juga meminta dengan ikhlas kepada seluruh jama’ah untuk mendoakan almarhumah agar mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Amin....
Siti Eliza