Bayi yang lahir dengan fisik cacat meningkat jumlahnya di Jalur Gaza. Ibu-ibu hamil mengatakan bahwa mereka hidup dalam kecemasan.
Hidayatullah.com--Noha Abu Laban, 37 tahun, seorang warga kam pengungsi Jabalia, bagian utara Jalur Gaza, yang ketika serangan Israel ke Gaza tengah hamil tua menuturkan “Saat serangan (Israel, ) saya menghirup asap fosfor putih, yang dibombardir ke atap rumah kami. Saya merasakan sakit, dan mengalami perdarahan berat.” Noha kini dirawat di Unit Perawatan Kehamilan Berisiko Tinggi, Rumah Sakit Al-Syifa di Gaza City.
Alaa Al-Tub, warga kawasan Al-Tofah berusia 25 tahun mengatakan “ Waktu saya mendengar tentang janin cacat, saya sangat khawatir, apa lagi saya pernah keguguran sekali, waktu serangan Israel, ketika itu saya mengandung tiga bulan. Saya menghirup asap fosfor putih. Banyak ibu hamil dirawat di sini mengalami hal yang sama.” Alaa mengungkapkan bahwa dia sangat khawatir akan keguguran lagi, atau bayinya lahir cacat.
Lebih dari 20 ibu hamil yang diwawancarai di Unit Perawatan Kehamilan Berisiko Tinggi, Rumah Sakit Al Syifa, dilaporkan mengalami perdarahan periodik.
Ahlam, seorang perawat di Unit Perawatan Neonatal (perawatan bagi bayi yang baru dilahirkan), menjelaskan bahwa sudah banyak bayi yang dilahirkan dalam keadaan cacat, dan beberapa di antaranya meninggal dalam rentang waktu sepekan. Sebagian besar bayi itu belum diberi nama. Salah seorang bayi, misalnya, menderita cacat dengan kondisi kepalanya dua kali lebih besar daripada badannya, kulitnya keriput dan penuh dengan bulu, dan alat pernafasannya berjuang sangat keras untuk bisa berfungsi.
Para ahli menganalisis bahwa bayi lahir cacat di Gaza belakangan ini sebagai akibat dari serangan sepihak Israel. Pembantaian yang dilakukan Israel menelan korban ribuan nyawa sementara senjata-senjata Depleted Uranium (DU ), dan bom fosfor putih dihantamkan hanya ke kawasan-kawasan yang dihuni oleh warga sipil di Gaza.
Mads Gilbert, seorang dokter berkebangsaan Norwegia yang bekerja di Gaza pada saat serangan Israel itu, mengungkapkan bahwa Israel menggunakan bom-bom peledak jarak dekat yakni Dense Inert Metal Explosive (DIME) yang baru, salah satu jenis senjata yang di larang digunakan, selain DU dan bom fosfor putih, yang menyebabkan luka sangat serius sehingga harus menjalani amputasi besar-besaran akibat hantaman senjata-senjata itu.
Laporan Palestine Telegraph terdahulu yang mendokumentasikan kasus-kasus bayi lahir cacat, menunjukkan bahwa Israel benar-benar menggunakan senjata-senjata terlarang itu. (paltelegraph/ez/sahabatalaqsha.com)
Hidayatullah.com--Noha Abu Laban, 37 tahun, seorang warga kam pengungsi Jabalia, bagian utara Jalur Gaza, yang ketika serangan Israel ke Gaza tengah hamil tua menuturkan “Saat serangan (Israel, ) saya menghirup asap fosfor putih, yang dibombardir ke atap rumah kami. Saya merasakan sakit, dan mengalami perdarahan berat.” Noha kini dirawat di Unit Perawatan Kehamilan Berisiko Tinggi, Rumah Sakit Al-Syifa di Gaza City.
Alaa Al-Tub, warga kawasan Al-Tofah berusia 25 tahun mengatakan “ Waktu saya mendengar tentang janin cacat, saya sangat khawatir, apa lagi saya pernah keguguran sekali, waktu serangan Israel, ketika itu saya mengandung tiga bulan. Saya menghirup asap fosfor putih. Banyak ibu hamil dirawat di sini mengalami hal yang sama.” Alaa mengungkapkan bahwa dia sangat khawatir akan keguguran lagi, atau bayinya lahir cacat.
Lebih dari 20 ibu hamil yang diwawancarai di Unit Perawatan Kehamilan Berisiko Tinggi, Rumah Sakit Al Syifa, dilaporkan mengalami perdarahan periodik.
Ahlam, seorang perawat di Unit Perawatan Neonatal (perawatan bagi bayi yang baru dilahirkan), menjelaskan bahwa sudah banyak bayi yang dilahirkan dalam keadaan cacat, dan beberapa di antaranya meninggal dalam rentang waktu sepekan. Sebagian besar bayi itu belum diberi nama. Salah seorang bayi, misalnya, menderita cacat dengan kondisi kepalanya dua kali lebih besar daripada badannya, kulitnya keriput dan penuh dengan bulu, dan alat pernafasannya berjuang sangat keras untuk bisa berfungsi.
Para ahli menganalisis bahwa bayi lahir cacat di Gaza belakangan ini sebagai akibat dari serangan sepihak Israel. Pembantaian yang dilakukan Israel menelan korban ribuan nyawa sementara senjata-senjata Depleted Uranium (DU ), dan bom fosfor putih dihantamkan hanya ke kawasan-kawasan yang dihuni oleh warga sipil di Gaza.
Mads Gilbert, seorang dokter berkebangsaan Norwegia yang bekerja di Gaza pada saat serangan Israel itu, mengungkapkan bahwa Israel menggunakan bom-bom peledak jarak dekat yakni Dense Inert Metal Explosive (DIME) yang baru, salah satu jenis senjata yang di larang digunakan, selain DU dan bom fosfor putih, yang menyebabkan luka sangat serius sehingga harus menjalani amputasi besar-besaran akibat hantaman senjata-senjata itu.
Laporan Palestine Telegraph terdahulu yang mendokumentasikan kasus-kasus bayi lahir cacat, menunjukkan bahwa Israel benar-benar menggunakan senjata-senjata terlarang itu. (paltelegraph/ez/sahabatalaqsha.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar