(Baiti Jannati [Baituna]: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX)
Tali kekerabatan
harus selalu rapat dan erat. Beragam gejala yang berpotensi
merenggangkannya mesti diantisipasi dengan cepat, supaya keharmonisan
hubungan tetap terjaga, kuat lagi hangat. Semua anggota kerabat akan
menikmati rahmat dari Allâh Ta'âla lantaran menjunjung tinggi tali
silaturrahim yang sangat ditekankan oleh syariat.
Sebaliknya,
ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan
dampak negatif. Alasannya, tali silaturrahim lambat laun akan mengalami
perenggangan. Pemutusan tali silaturrahim berdampak mengikis
solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan
menumbuhkan egoisme. Sering terdengar di masyarakat banyaknya kasus
putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan
silaturrahim ini, Islam sangat tegas ancamannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang- orang yang dila’nati Allâh
dan Allâh tulikan telinga mereka dan Allâh butakan penglihatan mereka.
(QS Muhammad/47:22-23)
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang- orang yang dila’nati Allâh
dan Allâh tulikan telinga mereka dan Allâh butakan penglihatan mereka.
(QS Muhammad/47:22-23)
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim.
(HR Bukhari 5984 dan Muslim 2556)
(HR Bukhari 5984 dan Muslim 2556)
Banyak faktor yang
dapat menyulut terjadinya pemutusan tali silaturrahim. Namun
ketidaktahuan seseorang tentang itu, membuatnya terjerumus dalam
kesalahan.
BENTUK-BENTUK PEMUTUSAN SILATURRAHIM
Anjuran untuk membina tali silaturrahim sangat jelas. Sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir rahimahullâh,
silaturrahim merupakan cerminan berbuat baik kepada keluarga dekat,
berlemah-lembut kepada mereka dan memperhatikan keadaan mereka.
Memutuskan tali silaturrahim merupakan tindakan yang berlawanan dengan
itu semua.
Fenomena pemutusan tali silaturrahim sering terdengar
di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat materialisme
mendominasi. Saling mengunjungi dan menasihati sudah dalam titik yang
memprihatinkan. Hak keluarga yang satu ini sudah terabaikan, tidak
mendapatkan perhatian yang semestinya. Padahal jarak sudah bukan lagi
menjadi halangan di era kemajuan teknologi informasi. Bentuk-bentuk
pemutusan silaturrahim yang muncul di tengah masyarakat diantaranya :
1. |
Tidak adanya kunjungan kepada sanak
keluarganya dalam jangka waktu yang panjang, tidak memberi hadiah, tidak
berusaha merebut hati keluarganya, tidak membantu menutupi kebutuhan
atau mengatasi penderitaan kerabatnya. Yang terjadi, justru menyakiti
kerabatnya dengan ucapan atau perbuatan.
|
2. |
Tidak pernah menghidupkan spirit
senasib dan sepenanggungan dalam kegembiraan maupun kesusahan. Malah
orang lain yang dikedepankan daripada membantu keluarga dekatnya.
|
3. |
Lebih sering menghabiskan waktu
dakwahnya kepada orang lain daripada sibuk dengan keluarga sendiri.
Padahal, mereka lebih berhak mendapat kan kebaikan. Allâh berfirman :
Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS Asy Syu’ara/26: 214) |
4. |
Ada juga orang yang mau menjalin tali
silaturrahim, jika keluarganya menyambung silaturrahim dengannya. Tapi
ia akan mengurainya, jika mereka memutuskannya.
|
FAKTOR PENYEBAB TERPUTUSNYA SILATURRAHIM
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa banyak hal yang dapat menyebabkan terputusnya silaturrahim, di antaranya ialah:
1. |
Ketidaktahuan bahaya memutuskan tali silaturrahim.
Ketidaktahuan seseorang terhadap akibat
buruk yang akan dideritanya dalam kehidupan dunia maupun akhirat akibat
memutuskan silaturrahim, telah menyebabkannya melakukan pemutusan
silaturrahim ini. Sebagaimana juga ketidaktahuan seseorang tentang
keutamaan silaturrahim, membuat dia malas dan kurang semangat
melakukannya.
|
2. |
Ketakwaan yang melemah.
Orang yang melemah ketakwaan serta
agamanya, maka dia tidak akan perduli dengan perbuatannya yang memotong
sesuatu yang mestinya disambung. Dia tidak pernah tergiur dengan pahala
silaturrahim yang dijanjikan Allâh serta tidak merasa takut dengan
akibat dari pemutusan silaturrahim ini.
|
3. |
Kesombongan.
Sebagian orang, jika sudah mendapatkan kedudukan yang
tinggi atau menjadi saudagar besar, dia berubah sombong kepada keluarga
dekatnya. Dia menganggap ziarah kepada keluarga merupakan kehinaan,
begitu juga usaha merebut hati mereka, dianggapnya sebagai kehinaan.
Karena ia meman dang, hanya dirinya saja yang lebih berhak untuk
diziarahi dan didatangi.
|
4. |
Perpisahan yang lama.
Ada juga orang yang terputus komunikasi dengan
keluarga dekatnya dalam waktu yang lama, sehingga dia merasa terasingkan
dari mereka. Mula-mula dia menunda-menunda ziarah, dan itu terulang
terus sampai akhirnya terputuslah hubung an dengan mereka. Diapun
terbiasa dengan terputus dan menikmati keadaannya yang jauh dari
keluarga.
|
5. |
Celaan yang berat.
Ada sebagian orang memiliki perangai buruk, jika
dikunjungi oleh sebagian anggota keluarganya setelah terpisah sekian
lama, dia menghujani saudaranya itu dengan hinaan dan celaan. Karena
dinilai kurang dalam menunaikan haknya dan dinilai terlambat dalam
berkunjung. Akibatnya, muncul keinginan menjauh dari orang yang suka
mencela ini dan merasa takut untuk menziarahinya lagi karena khawatir
dicela.
|
6. |
Khawatir memberatkan.
Ada orang, jika dikunjungi oleh sanak familinya, dia
terlihat membebani dirinya untuk menjamunya secara berlebihan.
Dikeluarkannya banyak harta dan memaksa diri untuk menghormati tamunya,
padahal dia kurang mampu. Akibatnya, saudara-saudaranya merasa berat
untuk berkunjung kepadanya karena khawatir menyusahkan tuan rumah.
|
7. |
Kurang memperhatikan tamu.
Sebaliknya Ada orang, jika dikunjungi oleh
saudaranya, dia tidak memperlihatkan kepeduliannya. Dia tidak
memperhatikan omongannya. Bahkan kadang dia memalingkan wajahnya saat
diajak bicara. Dia tidak senang dengan kedatangan mereka dan tidak
berterima kasih. Dia menyambut para tamu dengan berat hati dan sambutan
dingin. Ini akan mengurangi semangat untuk mengunjunginya.
|
8. |
Pelit dan bakhil.
Ada sebagian orang, jika diberi rizki oleh Allâh
berupa harta atau wibawa, dia akan lari menjauh dari keluarga dekatnya,
bukan karena ia sombong. Dia lebih memilih menjauhi mereka dan
memutuskan silaturrahim daripada membukakan pintu buat kaum kerabatnya,
menerima mereka jika bertamu, membantu mereka sesuai dengan kemampuan
dan meminta maaf jika tidak bisa membantu. Padahal, apalah artinya harta
jika tidak bisa dirasakan oleh kerabat!
|
9. |
Menunda pembagian harta warisan.
Terkadang ada harta warisan yang belum dibagi di
antara ahli waris; entah karena malas atau karena ada yang membangkang.
Semakin lama penundaan pembagian harta warisan, maka semakin besar
kemungkinan akan menyebarnya permusuhan dan saling membenci diantara
mereka.
Karena ada yang ingin mendapatkan haknya untuk
dimanfaatkan, ada juga ahli waris yang keburu meninggal sehingga ahli
warisnya sibuk mengambil haknya mayit yang belum diambilnya, sementara
yang lain mulai berburuk sangka kepada yang lainnya. Akhirnya perkara
ini menjadi ruwet dan menjadi kemelut yang mengakibatkan perpecahan
serta membawa kepada pemutusan silaturrahim.
|
10. |
Kerjasama antar keluarga dekat.
Sebagian orang bekerja sama dengan saudaranya dalam
suatu usaha tanpa ada kesepakatan yang jelas. Ditambah lagi, dengan
tidak adanya tranparansi. Usaha ini terbangun hanya berdasarkan suka
sama suka dan saling mempercayai.
Jika hasilnya mulai bertambah serta wilayah usahanya
semakin melebar, mulai timbul benih perselisihan, perbuatan zhalim mulai
mengemuka dan mulai timbul prasangka buruk kepada yang lain. Terutama
jika mereka ini kurang bertaqwa dan tidak memiliki sifat itsar (yaitu
sifat lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya), atau salah
seorang diantara mereka keras kepala atau salah diantara mereka ini
lebih banyak modalnya dibandingkan yang lainnya.
Dari suasana yang kurang sehat ini, kemudian hubungan
semakin memburuk, perpecahan tak terelakkan, bahkan mungkin bisa
berbuntut ke pengadilan. Akhirnya di persidangan mereka saling mencela.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini. (QS Shaad/38:24) |
11. |
Sibuk dengan dunia.
Orang yang rakus dunia seakan tidak
memiliki waktu lagi untuk menyambung silaturrahim dan untuk berusaha
meraih kecintaan kerabatnya.
|
12. |
Thalak di antara kerabat.
Kadang thalak tak terelakkan antara suami istri yang
memiliki hubungan kerabat. Ini menimbulkan berbagai macam kesulitan baru
bagi keduanya, entah disebabkan oleh anak-anak atau urusan-urusan lain
yang berkaitan erat dengan thalak atau sebab yang lain.
|
13. |
Jarak yang berjauhan serta malas ziarah.
Kadang ada keluarga yang berjauhan
tempat tinggalnya dan jarang saling berkunjung, sehingga merasa jauh
dengan keluarga dan kerabatnya. Jika ingin berkunjung ke kerabat, tempat
ia yang tuju itu terasa sangat jauh. Akhirnya jarang ziarah.
|
14. |
Rumah yang berdekatan.
Rumah yang berdekatan juga bisa mengakibatkan keretakan dan terputusnya silaturrahim. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallâhu'anhu, beliau mengatakan:
“Perintahkanlah kepada para kerabat agar saling mengunjungi bukan untuk saling bertetangga”.
Al Ghazali mengomentari perkataan Umar ini:
“Beliau mengucapkan perkataan ini,
karena bertetangga bisa mengakibatkan persaingan hak. Bahkan mungkin
bisa mengakibatkan rasa tidak suka dan pemutusan silaturrahim”.
Aktsam bin Shaifi mengatakan:
“Tinggallah di tempat yang berjauhan, niscaya kalian akan semakin saling mencintai”
Kadang juga, kedekatan ini menimbulkan
masalah. Misalnya, problem yang terjadi antara anak dengan anak bisa
merembet melibatkan orang tua. Masing-masing membela anaknya, sehingga
menimbulkan permusuhan dan menyebabkan pemutusan silaturrahim.
|
15. |
Kurang sabar.
Ada sebagian orang yang tidak sabar
dalam menghadapi masalah kecil dari kerabatnya. Terkadang hanya
disebabkan oleh kesalahan kecil, dia segera mengambil sikap untuk
memutuskan silaturrahim.
|
16. |
Lupa kerabat pada saat mempunyai acara.
Saat salah seorang kerabat memiliki
acara walimah atau lainnya, dia mengundang kerabatnya, baik dengan
lisan, lewat surat undangan atau lewat telepon. Saat memberikan undangan
ini, kadang ada salah seorang kerabat yang terlupakan. Sementara yang
terlupakan ini orang yang berjiwa lemah atau sering berburuk sangka.
Kemudian orang yang berjiwa lemah ini menafsirkan kealpaan kerabatnya
ini sebagai sebuah kesengajaan dan penghinaan kepadanya. Buruk sangka
ini menggiringnya untuk memutuskan silaturrahim.
|
17. |
Hasad atau dengki.
Kadang ada orang yang Allâh anugerahkan padanya ilmu,
wibawa, harta atau kecintaan dari orang lain. Dengan anugerah yang
disandangnya, ia membantu kerabatnya serta melapangkan dadanya buat
mereka. Karena perbuatan yang baik ini, kemudian ada di antara
kerabatnya yang hasad kepadanya. Dia menanamkan bibit permusuhan,
membuat kerabatnya yang lain meragukan keikhlasan orang yang berbuat
kebaikan tadi, dan kemudian menebarkan benih permusuhan kepada kerabat
yang berbuat baik ini.
|
18. |
Banyak gurau.
Sering bergurau memiliki beberapa efek negatif.
Kadangkala ada kata yang terucap dari seseorang tanpa mempedulikan
perasaan orang lain yang mendengarnya. Perkataan menyakitkan ini
kemudian menimbulkan kebencian kepada orang yang mengucapkannya. Fakta
seperti ini sering terjadi di antara kerabat karena mereka sering
berkumpul.
Ibnu Abdil Bâr mengatakan:
“Ada sekelompok ulama
yang membenci senda gurau secara berlebihan. Karena akibatnya yang
tercela, menyinggung harga diri, bisa mendatangkan permusuhan serta
merusak tali persaudaraan”
|
19. |
Fitnah.
Terkadang ada orang yang memiliki hobi merusak
hubungan antar kerabat –iyadzan billah-. Orang seperti ini sering
menyusup ke tengah orang-orang yang saling mencintai. Dia ingin
memisahkan dan mencerai-beraikan persatuan, serta mengacaukan perasaan
hati yang telah menyatu. Betapa banyak tali silaturrahim terputus,
persatuan menjadi berantakan disebabkan oleh fitnah. Dan merupakan
kesalahan terbesar dalam masalah ini, yaitu percaya dengan fitnah.
Alangkah indah perkataan seorang penyair yang mengingatkan kita:
"Siapa yang bersedia
mendengarkan perkataan para tukang fitnah, maka mereka tidak menyisakan
buat pendengarnya Seorang teman pun, meskipun kerabat tercinta."
|
20. |
Perangai buruk sebagian istri.
Terkadang seseorang diuji dengan istri yang
berperangai buruk. Sang istri tidak ingin perhatian suaminya terbagi
kepada yang lain. Dia terus berusaha menghalangi suami agar tidak
berziarah ke kerabat. Di hadapan suami, istri ini memuji kedatangan
kerabat mereka ke tempat tinggal suami dan menghalangi suami untuk
bertamu ke kerabatnya. Sementara itu, ketika menerima kunjungan dari
kerabat, dia tidak memperlihatkan wajah gembira. Ini termasuk hal yang
bisa menyebabkan terputusnya silaturrahim.
Ada juga suami yang menyerahkan kendali kepada
istrinya. Jika istri ridha kepada kerabat, dia menyambung silaturrahim
dengan mereka. Jika istri tidak ridha, maka dia akan memutuskannya.
Bahkan sampai-sampai sang suami tunduk kepada istrinya dalam berbuat
durhaka kepada kedua orang tuanya, padahal keduanya sangat
membutuhkannya.
|
Demikian beberapa sebab yang bisa memutuskan tali
silaturrahim. Sebagai orang yang beriman, kita harus menjauhi hal-hal
yang dapat menyebabkan terputusnya tali silaturrahim ini. oleh karena
itu, hendaklah kita menjaga silaturrahim, memupuknya, serta mencari
sarana-sarana yang bisa mengokohkannya, agar tidak terkikis oleh
derasnya arus budaya yang merusaknya. Wallahu a’lam.
[*] | Diangkat dari Qathi’ati Ar Rahmi Al Mazhahiru Al Asbabu Subulu Al Ilaji, karya Muhammad bin Ibrahim A Hamd, Penerbit, Kementrian Urusan Agama, Wakaf dan Dakwah KSA, Cet. II, Th. 1423 H. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar