(Baituna: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI)
Dewasa ini muncul busana muslimah
dengan beragam corak dan mode. Bahkan terpajang di outlet-outlet
penjualan yang biasanya dipenuhi baju-baju pengumbar aurat. Namun,
kebanyakan busana-busana muslimah tersebut masih mempertontonkan lekuk
tubuh, sempit, lagi ketat. Demikian pula aneka jilbab gaul dengan desain
seperti topi yang hanya menutupi rambut belaka.
Di sisi lain, busana muslimah hanya dipakai dalam acara-acara
tertentu atau kegiatan keagamaan. Misalnya hanya ketika shalat, seorang
wanita muslimah berusaha menutupi tubuhnya dari atas sampai bawah
sehingga rambut dan kaki tidak terlihat. Namun, begitu salam telah
diucapkan, maka keadaannya akan kembali seperti semula.
Mereka keluar rumah dengan
mengenakan baju yang mereka sangka telah berdasarkan aturan Islam, akan
tetapi kenyataannya tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat. Sehingga
masuklah mereka ke dalam kategori “berbusana tetapi telanjang”.
Seolah-olah menutup aurat hanya wajib ketika shalat semata atau sekedar
kulit tidak terlihat lagi oleh mata lelaki lain. Wa ilallâhil musytaka (kepada Allâh Ta'âla lah tempat pengaduan).
إِذَا الْـمَرْأُ لَـمْ يَلْبِسْ لِبَاسًا مِنَ التُّقَى
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
Apabila seseorang tidak mengenakan baju ketakwaan,
ia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
RAHMAT ISLAM BAGI KAUM WANITAia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
Kandungan ajaran Islam, secara
khusus sangat memuliakan derajat kaum wanita setelah pada zaman
jahiliyah berada dalam level yang sangat rendah dan hak-haknya
terinjak-injak. Islam menetapkan aturan-aturan bagi dua jenis manusia,
lelaki dan wanita sesuai dengan kodratnya. Islam juga menyamakan
kedudukan lelaki dan wanita dalam persoalan-persoalan tertentu, dengan
berkaca pada hikmah Allâh Ta’ala.
Aspek-aspek perbedaan antara
keduanya pun diakomodasi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang
merasa dirugikan. Konsistensi kaum muslimah dalam menjalankan syariat
Allâh, adab-adab Islam dan moralitasnya, itulah metode paling utama dan
sarana terpenting bagi pemberdayaan kaum wanita dalam pembangunan umat
dan kemajuan peradaban. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, sehingga
semestinya memperoleh dukungan dan penghargaan dari seluruh umat Islam.
SLOGAN-SLOGAN MENYESATKAN BAGI KAUM MUSLIMAH
Para musuh Islam sangat
berkepentingan terhadap penyelewengan kaum muslimah. Pasalnya, mereka
mengetahui benar posisi strategis seorang wanita muslimah dalam
pembinaan dan pembentukan generasi Islam yang kuat.
Melalui corong-corong (media massa)
yang ada di negeri-negeri muslim, para musuh Islam itu melontarkan
slogan-slogan yang bombastis, dalam rangka mengenyahkan kaum muslimah
dari kesucian, benteng kehormatan dan peran penting pembinaan umat.
Dengan mengatas namakan tahrîrulmar‘ah (kebebasan bagi kaum Hawa), arraghbah filistifâdah min thâqatil mar‘ah (pemberdayaan kaum wanita), inshâfulmar‘ah
(keadilan bagi kaum wanita/emansipasi) dan slogan-slogan yang berdalih
modernisasi, para musuh Islam dan antek-anteknya mencoba memperdaya kaum
muslimah.
Slogan-slogan dan
propaganda-propaganda ini diarahkan kepada satu tujuan. Yakni menyeret
kaum wanita Islam keluar dari manhaj syar’i, dan menyodorkannya kepada
ancaman eksploitasi aurat, kenistaan, kehinaan dan fitnah. Sebagian dari
kalangan muslimah ada yang bertekuk lutut menghadapi propaganda yang
tampaknya baik, yakni untuk mengentaskannya dari “penderitaan”. Demikian
yang dipersepsikan oleh kaum propagandis, baik dari kalangan sekularis
maupun liberalis.
Orang-orang semacam ini, yang menjauhi syariat Allâh terancam dengan kehidupan yang sempit lagi menyesakkan.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
TRAGEDI PELUCUTAN DAN PEMBAKARAN BUSANA MUSLIMAHmaka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
Gerakan “pembebasan” wanita sering
unjuk gigi menggalang dukungan untuk menjauhkan kaum muslimah dari jati
dirinya yang terhormat. Mereka melakukan demonstrasi dan menolak aturan
yang menjaga kehormatan wanita. Hal itu bukan baru muncul belakangan
ini, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak tahun 1919 M.
Pada waktu itu muncul demonstrasi
kaum muslimah di Mesir tanggal 12 Maret 1919 di bawah komando Huda
Sya’rawi untuk bersama-sama melepaskan hijab (pakaian muslimah yang
sempurna). Ia adalah wanita Arab pertama yang melepaskan hijab.
Selanjutnya, ia diikuti oleh istri Sa’ad Zaghlul. Wanita ini bersama
wanita-wanita yang sudah terperdaya melepaskan hijab dan
menginjak-injaknya. Dan kisah ini berakhir dengan pembakaran baju-baju
yang menjadi identitas kaum muslimah tersebut.
Kebebasan yang mereka tuju,
sebenarnya malah menjerumuskan mereka dalam kenistaan. Pasalnya,
tindakan tersebut merupakan awal tercampaknya kehormatan dan keutamaan
mereka.
PERLAKUAN ISLAM DAN MUSUH ISLAM TERHADAP MUSLIMAH
Allâh Ta'âla menciptakan wanita
sebagai sumber ketenangan bagi lelaki dan menjadikannya sebagai tempat
penyemaian benih. Seorang wanita juga bertanggung-jawab atas rumah
suaminya. Allâh Ta'âla mentakdirkannya untuk mengandung dan bertugas
mendidik anak-anak. Lantaran sedemikian besar dan berat tanggung jawab
tersebut, maka Allâh Ta'âla memberikan tanggung jawab kepada kaum lelaki
untuk memimpin dan membimbing wanita.
Sementara itu, kaum kuffar
Jahiliyyah sangat membenci keberadaan wanita di tengah mereka. Bahkan
ketika seorang anak perempuan lahir, tindakan yang mereka ambil, ialah
membunuh dengan cara sadis atau menguburkannya hidup-hidup. Atau
membiarkannya dalam keadaan nista. Pada masa itu, wanita pun tidak
mempunyai hak waris, pendapatnya tidak pernah diperhatikan. Adapun
seorang lelaki, ia boleh menikahi wanita manapun yang diinginkannya. Dia
pun bebas untuk menyatukan banyak wanita di pelukannya, dan bahkan
bebas untuk berbuat tidak adil kepada istri-istrinya.
Kemudian Islam datang untuk
menyelamatkan kaum wanita dari kezhaliman masa Jahiliyah dan memberinya
hak waris. Lelaki hanya boleh menikahi sampai empat wanita saja, dengan
syarat sanggup berbuat adil kepada istri-istrinya. Jika tidak mampu,
maka hanya boleh menikahi satu wanita saja.
Pandangan kaum kuffar zaman ini
terhadap wanita sama saja dengan masa lampau. Mereka ingin agar kaum
wanita menangani pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang di luar kodratnya,
supaya kaum wanita terlepas dari kemuliaan, kehormatannya, dan tampil
menarik di hadapan para lelaki. Hingga dapat dimanfaatkan dengan harga
murah dan mudah selama masih mempunyai daya tarik. Sebaliknya, jika
sudah surut pesonanya, maka ia pun dipinggirkan.
BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIB
Persoalan hijab (busana muslimah
yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab dasar
perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh Ta'âla
berfirman :
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
"Allâh berfirman untuk memerintahkan
Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah secara khusus kepada
istri-istri dan putri-putri beliau untuk mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka. Supaya dapat dibedakan dengan wanita-wanita
jahiliyyah dan ciri khas budak-budak wanita. Yang
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan:
"Inilah ayat yang disebut sebagai
ayat hijaab. Allâh memerintahkan Nabi-Nya supaya meminta kaum wanita
(muslimah) secara umum, dan Allâh memulainya dengan penyebutan
istri-istri dan putri-putri beliau. Karena mereka merupakan pihak yang
paling dituntut (untuk melaksanakannya) dibandingkan wanita lainnya.
Orang yang akan memerintahkan orang (wanita) lain, seyogyanya
mengawalinya dari keluarganya sebelum orang lain.
Allâh Ta'âla berfirman:
'Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
Artinya, di sini mereka diminta untuk menutupi
wajah-wajah, leher-leher dan dada-dada mereka. Kemudian Allâh
memberitahukan hikmah yang terkandung di balik aturan ini. Yakni "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu".
Ini menunjukkan, munculnya gangguan itu terjadi ketika kaum wanita
tidak mengenakan hijab. Pasalnya, ketika tubuh wanita tidak tertutup
dengan sebaik-baiknya (wanita tidak berhijab), mungkin saja timbul
prasangka bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
Dampaknya, lelaki yang hatinya sakit akan mengganggu
dan menyakiti mereka. Atau mungkin saja mereka akan dihinakan, karena
dianggap budak. Karenanya, orang yang mengganggu tidak berpikir panjang.
Jadi, hijab merupakan penangkis hasrat-hasrat para lelaki yang rakus
kepada kaum wanita…"
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).
KAUM WANITA MESTI BELAJAR AGAMA
Usaha perlawanan terhadap
gerakan-gerakan yang membahayakan keutuhan umat wajib ditempuh, terutama
oleh kaum wanita itu sendiri. Faktor terpenting yang telah menyeret
wanita sehingga mengikuti budaya-budaya yang tidak bermoral, ialah
karena unsur jahâlah (ketidaktahuan) terhadap agamanya.
Kebaikan yang sebenarnya bagi kaum
wanita, ialah munculnya motivasi dari diri mereka untuk mempelajari
hukum-hukum agama, serta kewajiban-kewajiban yang wajib mereka pikul,
supaya diri mereka suci dan terjaga dari moral rendah ataupun
sumber-sumber kenistaan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِـيْ الدِّيْنِ
"Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allâh padanya,
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)
Secara historis, konsistensi kaum muslimah dengan aturan-aturan Allâh Ta'âla dan nilai-nilai Islam dan moralitasnya merupakan jalan terbaik, dan sarana paling penting untuk memberdayakan kaum wanita dalam pembentukan keluarga, perbaikan dan pengokohan peradaban umat manusia.
KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ULAMA
Adanya fenomena negatif yang telah
menghinggapi dan menyelimuti kaum wanita (remaja maupun dewasa), maka
menjadi kewajiban orang-orang yang memegang kendali perwalian (wilayah)
untuk memperhatikan mereka dengan sebaik-baiknya. Memberinya pendidikan
dan pembinaan, serta membentengi mereka dari segala pengaruh yang
merusak.
Terutama pada masa belakangan ini
yang sarat dengan gelombang fitnah dan godaan yang menyergap dari segala
penjuru. Para wali itulah yang memikul tanggung jawab yang besar ketika
anak perempuan, istri maupun wanita-wanita yang menjadi tanggung
jawabnya melakukan tindak penyelewengan.
Secara khusus, kebanyakan saluran
informasi (media massa) yang beraneka-ragam bentuknya merupakan bagian
dari panah beracun yang dibidikkan para musuh Islam untuk
mengobrak-abrik para pembina generasi Islam dan pencetak ksatria masa
depan (kaum muslimah). Setidaknya, para musuh Islam telah berhasil
merealisasikan tujuannya saat para wali kaum muslimah kurang semangat
dalam memikul tanggung jawab dan menyia-nyiakan amanah yang luar biasa
besarnya itu, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allâh.
Allâh Ta'âla berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…."
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
إِنَّ الرِّ جَالَ النَّاظِرِيْنَ إِلَـى النِّسَاءِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
Sungguh, para lelaki yang melihat kaum wanita,
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
Melihat adanya sejumlah orang yang mengadopsi dan mempropagandakan pemikiran liberalisme di tengah masyarakat muslim, dan lantaran muatan negatifnya dalam bentuk penentangan kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka Syaikh Shalih Alu Syaikh berpesan, bahwa termasuk hal yang penting, yaitu adanya gerakan ulama, para mahasiswa, dan orang-orang yang mempunyai perhatian besar terhadap kebaikan untuk menghadang ancaman-ancaman itu, menumbangkan syubhat-syubhat mereka, dan membuka kedok mereka.
Diangkat dari kutaib al-Mar‘atu Baina Takrîmil-Islâmi wa Da’awat,
Tahrîr Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini.
Pengantar: Syaikh Shalih bin ‘Abdil-’Azîz bin Muhammad Alu Syaikh,
Cetakan V, Tahun 1425
Tidak ada komentar:
Posting Komentar