Dewasa ini muncul busana muslimah
dengan beragam corak dan mode. Bahkan terpajang di outlet-outlet
penjualan yang biasanya dipenuhi baju-baju pengumbar aurat. Namun,
kebanyakan busana-busana muslimah tersebut masih mempertontonkan
lekuk tubuh, sempit, lagi ketat. Demikian pula aneka jilbab gaul dengan
desain seperti topi yang hanya menutupi rambut belaka.
Di sisi lain, busana muslimah hanya dipakai dalam
acara-acara tertentu atau kegiatan keagamaan. Misalnya hanya ketika
shalat, seorang wanita muslimah berusaha menutupi tubuhnya dari atas
sampai bawah sehingga rambut dan kaki tidak terlihat. Namun,
begitu salam telah diucapkan, maka keadaannya akan kembali seperti
semula.
Mereka keluar rumah dengan
mengenakan baju yang mereka sangka telah berdasarkan aturan Islam, akan
tetapi kenyataannya tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat.
Sehingga masuklah mereka ke dalam kategori “berbusana tetapi
telanjang”. Seolah-olah menutup aurat hanya wajib ketika shalat
semata atau sekedar kulit tidak terlihat lagi oleh mata lelaki lain.
Wa ilallâhil musytaka (kepada Allâh Ta'âla lah tempat pengaduan).
إِذَا الْـمَرْأُ لَـمْ يَلْبِسْ لِبَاسًا مِنَ التُّقَى
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
Apabila seseorang tidak mengenakan baju ketakwaan,
ia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
RAHMAT ISLAM BAGI KAUM WANITAia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
Kandungan ajaran Islam, secara
khusus sangat memuliakan derajat kaum wanita setelah pada zaman
jahiliyah berada dalam level yang sangat rendah dan hak-haknya
terinjak-injak. Islam menetapkan aturan-aturan bagi dua jenis
manusia, lelaki dan wanita sesuai dengan kodratnya. Islam juga
menyamakan kedudukan lelaki dan wanita dalam persoalan-persoalan
tertentu, dengan berkaca pada hikmah Allâh Ta’ala.
Aspek-aspek perbedaan antara
keduanya pun diakomodasi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada
yang merasa dirugikan. Konsistensi kaum muslimah dalam menjalankan
syariat Allâh, adab-adab Islam dan moralitasnya, itulah metode paling
utama dan sarana terpenting bagi pemberdayaan kaum wanita dalam
pembangunan umat dan kemajuan peradaban. Hal ini telah dibuktikan
oleh sejarah, sehingga semestinya memperoleh dukungan dan
penghargaan dari seluruh umat Islam.
SLOGAN-SLOGAN MENYESATKAN BAGI KAUM MUSLIMAH
Para musuh Islam sangat
berkepentingan terhadap penyelewengan kaum muslimah. Pasalnya,
mereka mengetahui benar posisi strategis seorang wanita muslimah dalam
pembinaan dan pembentukan generasi Islam yang kuat.
Melalui corong-corong (media massa)
yang ada di negeri-negeri muslim, para musuh Islam itu melontarkan
slogan-slogan yang bombastis, dalam rangka mengenyahkan kaum
muslimah dari kesucian, benteng kehormatan dan peran penting
pembinaan umat.
Dengan mengatas namakan tahrîrulmar‘ah (kebebasan bagi kaum Hawa), arraghbah filistifâdah min thâqatil mar‘ah (pemberdayaan kaum wanita), inshâfulmar‘ah
(keadilan bagi kaum wanita/emansipasi) dan slogan-slogan yang
berdalih modernisasi, para musuh Islam dan antek-anteknya mencoba
memperdaya kaum muslimah.
Slogan-slogan dan
propaganda-propaganda ini diarahkan kepada satu tujuan. Yakni
menyeret kaum wanita Islam keluar dari manhaj syar’i, dan
menyodorkannya kepada ancaman eksploitasi aurat, kenistaan, kehinaan
dan fitnah. Sebagian dari kalangan muslimah ada yang bertekuk lutut
menghadapi propaganda yang tampaknya baik, yakni untuk
mengentaskannya dari “penderitaan”. Demikian yang dipersepsikan oleh
kaum propagandis, baik dari kalangan sekularis maupun liberalis.
Orang-orang semacam ini, yang menjauhi syariat Allâh terancam dengan kehidupan yang sempit lagi menyesakkan.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
TRAGEDI PELUCUTAN DAN PEMBAKARAN BUSANA MUSLIMAHmaka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
Gerakan “pembebasan” wanita sering
unjuk gigi menggalang dukungan untuk menjauhkan kaum muslimah dari
jati dirinya yang terhormat. Mereka melakukan demonstrasi dan menolak
aturan yang menjaga kehormatan wanita. Hal itu bukan baru muncul
belakangan ini, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak tahun 1919 M.
Pada waktu itu muncul demonstrasi
kaum muslimah di Mesir tanggal 12 Maret 1919 di bawah komando Huda
Sya’rawi untuk bersama-sama melepaskan hijab (pakaian muslimah yang
sempurna). Ia adalah wanita Arab pertama yang melepaskan hijab.
Selanjutnya, ia diikuti oleh istri Sa’ad Zaghlul. Wanita ini bersama
wanita-wanita yang sudah terperdaya melepaskan hijab dan
menginjak-injaknya. Dan kisah ini berakhir dengan pembakaran baju-baju
yang menjadi identitas kaum muslimah tersebut.
Kebebasan yang mereka tuju,
sebenarnya malah menjerumuskan mereka dalam kenistaan. Pasalnya,
tindakan tersebut merupakan awal tercampaknya kehormatan dan
keutamaan mereka.
PERLAKUAN ISLAM DAN MUSUH ISLAM TERHADAP MUSLIMAH
Allâh Ta'âla menciptakan wanita
sebagai sumber ketenangan bagi lelaki dan menjadikannya sebagai
tempat penyemaian benih. Seorang wanita juga bertanggung-jawab atas
rumah suaminya. Allâh Ta'âla mentakdirkannya untuk mengandung dan
bertugas mendidik anak-anak. Lantaran sedemikian besar dan berat
tanggung jawab tersebut, maka Allâh Ta'âla memberikan tanggung jawab
kepada kaum lelaki untuk memimpin dan membimbing wanita.
Sementara itu, kaum kuffar
Jahiliyyah sangat membenci keberadaan wanita di tengah mereka.
Bahkan ketika seorang anak perempuan lahir, tindakan yang mereka
ambil, ialah membunuh dengan cara sadis atau menguburkannya
hidup-hidup. Atau membiarkannya dalam keadaan nista. Pada masa
itu, wanita pun tidak mempunyai hak waris, pendapatnya tidak pernah
diperhatikan. Adapun seorang lelaki, ia boleh menikahi wanita
manapun yang diinginkannya. Dia pun bebas untuk menyatukan banyak
wanita di pelukannya, dan bahkan bebas untuk berbuat tidak adil
kepada istri-istrinya.
Kemudian Islam datang untuk
menyelamatkan kaum wanita dari kezhaliman masa Jahiliyah dan
memberinya hak waris. Lelaki hanya boleh menikahi sampai empat
wanita saja, dengan syarat sanggup berbuat adil kepada
istri-istrinya. Jika tidak mampu, maka hanya boleh menikahi satu
wanita saja.
Pandangan kaum kuffar zaman ini
terhadap wanita sama saja dengan masa lampau. Mereka ingin agar kaum
wanita menangani pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang di luar
kodratnya, supaya kaum wanita terlepas dari kemuliaan, kehormatannya,
dan tampil menarik di hadapan para lelaki. Hingga dapat
dimanfaatkan dengan harga murah dan mudah selama masih mempunyai
daya tarik. Sebaliknya, jika sudah surut pesonanya, maka ia pun
dipinggirkan.
BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIB
Persoalan hijab (busana muslimah
yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab
dasar perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh
Ta'âla berfirman :
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
"Allâh berfirman untuk
memerintahkan Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah
secara khusus kepada istri-istri dan putri-putri beliau untuk
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Supaya dapat
dibedakan dengan wanita-wanita jahiliyyah dan ciri khas budak-budak
wanita. Yang
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan:
"Inilah ayat yang disebut sebagai
ayat hijaab. Allâh memerintahkan Nabi-Nya supaya meminta kaum
wanita (muslimah) secara umum, dan Allâh memulainya dengan
penyebutan istri-istri dan putri-putri beliau. Karena mereka
merupakan pihak yang paling dituntut (untuk melaksanakannya)
dibandingkan wanita lainnya. Orang yang akan memerintahkan
orang (wanita) lain, seyogyanya mengawalinya dari keluarganya
sebelum orang lain.
Allâh Ta'âla berfirman:
'Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
Artinya, di sini mereka diminta untuk menutupi
wajah-wajah, leher-leher dan dada-dada mereka. Kemudian Allâh
memberitahukan hikmah yang terkandung di balik aturan ini. Yakni "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu".
Ini menunjukkan, munculnya gangguan itu terjadi ketika kaum
wanita tidak mengenakan hijab. Pasalnya, ketika tubuh wanita tidak
tertutup dengan sebaik-baiknya (wanita tidak berhijab), mungkin
saja timbul prasangka bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
Dampaknya, lelaki yang hatinya sakit akan
mengganggu dan menyakiti mereka. Atau mungkin saja mereka akan
dihinakan, karena dianggap budak. Karenanya, orang yang mengganggu
tidak berpikir panjang. Jadi, hijab merupakan penangkis
hasrat-hasrat para lelaki yang rakus kepada kaum wanita…"
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).
KAUM WANITA MESTI BELAJAR AGAMA
Usaha perlawanan terhadap
gerakan-gerakan yang membahayakan keutuhan umat wajib ditempuh,
terutama oleh kaum wanita itu sendiri. Faktor terpenting yang
telah menyeret wanita sehingga mengikuti budaya-budaya yang
tidak bermoral, ialah karena unsur jahâlah (ketidaktahuan) terhadap agamanya.
Kebaikan yang sebenarnya bagi
kaum wanita, ialah munculnya motivasi dari diri mereka untuk
mempelajari hukum-hukum agama, serta kewajiban-kewajiban yang wajib
mereka pikul, supaya diri mereka suci dan terjaga dari moral rendah
ataupun sumber-sumber kenistaan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِـيْ الدِّيْنِ
"Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allâh padanya,
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)
Secara historis, konsistensi kaum muslimah dengan aturan-aturan Allâh Ta'âla dan nilai-nilai Islam dan moralitasnya merupakan jalan terbaik, dan sarana paling penting untuk memberdayakan kaum wanita dalam pembentukan keluarga, perbaikan dan pengokohan peradaban umat manusia.
KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ULAMA
Adanya fenomena negatif yang telah
menghinggapi dan menyelimuti kaum wanita (remaja maupun dewasa), maka
menjadi kewajiban orang-orang yang memegang kendali perwalian
(wilayah) untuk memperhatikan mereka dengan sebaik-baiknya.
Memberinya pendidikan dan pembinaan, serta membentengi mereka dari
segala pengaruh yang merusak.
Terutama pada masa belakangan ini
yang sarat dengan gelombang fitnah dan godaan yang menyergap dari
segala penjuru. Para wali itulah yang memikul tanggung jawab yang
besar ketika anak perempuan, istri maupun wanita-wanita yang
menjadi tanggung jawabnya melakukan tindak penyelewengan.
Secara khusus, kebanyakan saluran
informasi (media massa) yang beraneka-ragam bentuknya merupakan
bagian dari panah beracun yang dibidikkan para musuh Islam untuk
mengobrak-abrik para pembina generasi Islam dan pencetak ksatria
masa depan (kaum muslimah). Setidaknya, para musuh Islam telah
berhasil merealisasikan tujuannya saat para wali kaum muslimah kurang
semangat dalam memikul tanggung jawab dan menyia-nyiakan amanah
yang luar biasa besarnya itu, kecuali orang-orang yang dirahmati
oleh Allâh.
Allâh Ta'âla berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…."
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
إِنَّ الرِّ جَالَ النَّاظِرِيْنَ إِلَـى النِّسَاءِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
Sungguh, para lelaki yang melihat kaum wanita,
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
Melihat adanya sejumlah orang yang mengadopsi dan mempropagandakan pemikiran liberalisme di tengah masyarakat muslim, dan lantaran muatan negatifnya dalam bentuk penentangan kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka Syaikh Shalih Alu Syaikh berpesan, bahwa termasuk hal yang penting, yaitu adanya gerakan ulama, para mahasiswa, dan orang-orang yang mempunyai perhatian besar terhadap kebaikan untuk menghadang ancaman-ancaman itu, menumbangkan syubhat-syubhat mereka, dan membuka kedok mereka.
Diangkat dari kutaib al-Mar‘atu Baina Takrîmil-Islâmi wa Da’awat,
Tahrîr Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini.
Pengantar: Syaikh Shalih bin ‘Abdil-’Azîz bin Muhammad Alu Syaikh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar