(Oleh: Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi)
Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada
padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap
muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka
semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan
dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab
(perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena,
pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan
hari kembalinya manusia kepada Allâh Ta'âlaalu dihisab. Sehingga hakikat
iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.[1]
PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allâh menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allâh mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allâh akan
menghisab seluruh makhluk dan berdua dengan seorang mukmin, lalu
menetapkan dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab).[5] Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]
Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakkan dosa dan pengakuan), yang mempunyai dua pengertian.
- Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allâh dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan yang tidak dihisab.
- Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allâh atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir). [7]
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh), dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.[8]
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan
sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di
dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksudkan dengan
pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.[9]
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسـِـبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَـيْسَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَـى
فَسـَـــوْفَ يُـحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّـمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ يَهْلِكْ
فَسـَـــوْفَ يُـحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّـمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”.
Aisyah bertanya,”Bukankah Allâh telah berfirman
‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’[10]
Maka Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh.
Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”.
(Muttafaqun ‘alaihi)
Aisyah bertanya,”Bukankah Allâh telah berfirman
‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’[10]
Maka Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh.
Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”.
(Muttafaqun ‘alaihi)
HISAB PASTI ADA
Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur‘an dan Sunnah. Firman Allâh Ta'âla :
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.
(QS al Insyiqaq / 84 : 7-8)
maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.
(QS al Insyiqaq / 84 : 7-8)
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.
Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(QS al Insyiqaq / 84:10-12)
maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.
Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(QS al Insyiqaq / 84:10-12)
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,
kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.
(QS al Ghasyiyah / 88 : 25-26)
kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.
(QS al Ghasyiyah / 88 : 25-26)
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.
Sesungguhnya Allâh amat cepat hisabnya.
(QS al Mu’min / 40 : 17)
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.
Sesungguhnya Allâh amat cepat hisabnya.
(QS al Mu’min / 40 : 17)
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim
dari Aisyah, dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, beliau
berkata:
لـَــيْسَ أَحَدٌ يُـحَاسَبُ إِلاَّ هَلَكَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَيْسَ اللهُ يَقُولُ حِســـَــابًا يَســـِـــيْرًا
قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ هَلَكَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَيْسَ اللهُ يَقُولُ حِســـَــابًا يَســـِـــيْرًا
قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,”
Aku (Aisyah) bertanya,
”Wahai Rasulullah, bukankah Allâh berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?”
Beliau menjawab,
”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Aku (Aisyah) bertanya,
”Wahai Rasulullah, bukankah Allâh berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?”
Beliau menjawab,
”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan,
makna hadits ini adalah, seandainya Allâh memeriksa dengan menghitung
amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan
mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikit pun,
namun Allâh memaafkan dan mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12]
Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat
kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari Kebangkitan.[13]
HISAB MANUSIA DAN JIN
Syaikhul Islam menyatakan: “Allâh akan menghisab seluruh makhlukNya”[14]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan,
bahwa Allâh akan menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk
menampakkan keumuman dengan maksud untuk tertentu saja. Yaitu khusus
yang Allâh bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada
amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf. (Adapun) mukallaf itu
mencakup manusia dan jin.[15]
Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga
mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk
ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’.
Firman Allâh Ta'âla menyebutkan :
Allâh berfirman:"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka
bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu…
(QS. al A’raaf/7:38)
bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu…
(QS. al A’raaf/7:38)
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allâh Ta'âla:
Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabbnya ada dua surga.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan.
Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan
yang berpasang-pasangan.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra.
Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya,
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka)
dan tidak pula oleh jin.
(QS ar Rahman / 55 : 46 – 56).
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan.
Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan
yang berpasang-pasangan.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra.
Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya,
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka)
dan tidak pula oleh jin.
(QS ar Rahman / 55 : 46 – 56).
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang
masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang
tidak memiliki pahala dan dosa. Adapun orang kafir, apakah dihisab
ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih
pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir
tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau
rahimahullâh:
“Keterangan penentu (dalam masalah ini), hisab
dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan
amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan
dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal
keburukan. Apabila yang diinginkan dengan hisab adalah pengertian
pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua,
maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang
menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini
(merupakan) kekeliruan besar. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka
memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang
banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit
dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan
adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab.
Allâh berfirman:
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allâh,
Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan
disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
(QS an Nahl / 16:88)
Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan
disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
(QS an Nahl / 16:88)
Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran.
(QS at Taubah / 9:37)
(QS at Taubah / 9:37)
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari
sebagian lainnya –karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan–
maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk
masuk syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka
hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan
memaparkan amalanamalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan
kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang
melawan amalan keburukan mereka.[17] Allâh Ta'âla berfirman :
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka
dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia,
maka hapuslah amalan-amalan mereka,
dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.
(QS al Kahfi / 18 : 105)
AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIAdan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia,
maka hapuslah amalan-amalan mereka,
dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.
(QS al Kahfi / 18 : 105)
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia
terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat.
Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia
dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti
keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu
membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di
dunia.[18]
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan
kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga
bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”.[19] Demikian ini, karena Allâh berfirman:
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yangberterbangan.
(QS al Furqaan / 25 : 23)
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yangberterbangan.
(QS al Furqaan / 25 : 23)
Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun
dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
(QS Ibrahim / 14 : 18)
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun
dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
(QS Ibrahim / 14 : 18)
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan
mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini,
amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat
akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain.
Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia
hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir
ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya
yang disebabkan kekufurannya.[20]
CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allâh Ta'âla sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya
tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya.
Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya;
dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya.
Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.
tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya.
Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya;
dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya.
Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat
agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allâh Ta'âla
menyebutkan :
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
“Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidakmeninggalkan yang kecil
dan tidak (pula) yang besar,melainkan ia mencatat semuanya?”
Dan merekamendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).
Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun.
(QS al Kahfi / 18 : 49)
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
“Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidakmeninggalkan yang kecil
dan tidak (pula) yang besar,melainkan ia mencatat semuanya?”
Dan merekamendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).
Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun.
(QS al Kahfi / 18 : 49)
Allâh Ta'âla memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatanseberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
(QS al Zalzalah / 99:7-8)
niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatanseberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
(QS al Zalzalah / 99:7-8)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allâh
semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa
yang telah mereka kerjakan. Allâh mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka
telah melupakannya. Dan Allâh Maha Menyaksikan
segala sesuatu.
semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa
yang telah mereka kerjakan. Allâh mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka
telah melupakannya. Dan Allâh Maha Menyaksikan
segala sesuatu.
Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya
dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan
mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang
perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allâh Ta'âla :
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya
(yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan
manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),”
pada hari itu bumi menceritakan beritanya.
(QS al Zalzalah / 99 : 1-4)
(yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan
manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),”
pada hari itu bumi menceritakan beritanya.
(QS al Zalzalah / 99 : 1-4)
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang
dahulu mereka usahakan.
(QS Yaasin / 36:65)
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang
dahulu mereka usahakan.
(QS Yaasin / 36:65)
CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR
Allâh Ta'âla yang Maha Pengasih dan Maha Lembut
tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan
dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan
tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang
lain yang melihatnya, lalu Allâh berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu
di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”. Demikian dijelaskan
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar,
beliau berkata :
Aku telah mendengar Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allâh mendekatkan seorang mukmin,
lalu meletakkan padanya penutupNya dan menutupinya
(dari pandangan orang lain), lalu (Allâh) berseru :
‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’
Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga
bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan
mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allâh
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu
di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia
diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan
munafik, maka Allâh berfirman : ‘Orang-orang inilah
yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah,
kutukan Allâh (ditimpakan) atas orang-orang yang
zhalim”. (HR al Bukhari)
“Sesungguhnya Allâh mendekatkan seorang mukmin,
lalu meletakkan padanya penutupNya dan menutupinya
(dari pandangan orang lain), lalu (Allâh) berseru :
‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’
Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga
bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan
mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allâh
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu
di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia
diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan
munafik, maka Allâh berfirman : ‘Orang-orang inilah
yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah,
kutukan Allâh (ditimpakan) atas orang-orang yang
zhalim”. (HR al Bukhari)
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di
hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allâh,
kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan
dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam bersabda :
Lalu Allâh menemui hambaNya dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”.
Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman:
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Lalu Allâh menemui hambaNya yang kedua dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”. Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman :
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allâh) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas.
Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu,
kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu.
Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya.
Allâh menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya:
“Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,”
dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku.
Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!”
Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya,
dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya.
Itulah nasib orang munafik dan orang yang Allâh murkai.
(HR Muslim)
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”.
Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman:
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Lalu Allâh menemui hambaNya yang kedua dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”. Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman :
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allâh) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas.
Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu,
kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu.
Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya.
Allâh menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya:
“Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,”
dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku.
Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!”
Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya,
dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya.
Itulah nasib orang munafik dan orang yang Allâh murkai.
(HR Muslim)
Demikianlah keadaan tiga jenis
manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan
kemuliaan Allâh (sebagaimana yang dijelaskan dari hadits Ibnu Umar di
atas). Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik (seperti
yang dijelaskan dari hadits Abu Hurairah di atas). Keduanya mendapat
laknat dan kemurkaan Allâh.
Oleh karena itu, bersiaplah
menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal
shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan
melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allâh
memberikan taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya
dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta dan mendapat
keridhaanNya. WashAllâhu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa
shahbihi ajma’in.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar