Rabu, 25 Januari 2012

Ali Anwar, Penjaga Sejarah Bekasi

SEJARAH bagi sebagian orang membosankan. Namun untuk Ali Anwar, sejarah adalah mainan yang mengasyikkan. Ia menelusurinya ke ceruk terdalam, mengupas lapisan masa lalu dengan penuh kesabaran. Begitulah, Ali sudah kepincut cerita sejarah sejak remaja. Cerita tentang Bekasi tempo dulu yang dituturkan oleh orang-orang tua di kampungnya membangunkan imajinasi Ali. Ia hafal mulai dari kisah kejayaan Kerajaan Tarumanegara di masa Raja Purnawarman hingga heroisme perjuangan melawan kompeni Belanda.
Suatu ketika, Ali muda kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa Bekasi kurang diakui dalam peta kebudayaan nusantara dan sejarah pergolakan kemerdekaan. Sejak itu, ia bertekad untuk mengabdikan diri, mengumpulkan serpihan sejarah Bekasi yang terserak. "Waktu itu, K.H. Noer Ali memberikan dorongan kepada saya untuk mendalami ilmu sejarah. Katanya, harus ada orang Bekasi yang menulis sejarah kampungnya sendiri," kata Ali mengenang wasiat K.H. Noer Ali, seorang tokoh masyarakat Bekasi.
Karya tulis sejarahnya yang pertama adalah "Bekasi Lautan Api", sebuah tulisan yang menggambarkan tentang pembumihangusan Bekasi oleh pasukan sekutu pada 13 Desember 1945. Tulisan ini berhasil menjadi juara lomba karya tulis tingkat pelajar dan mahasiswa yang diadakan oleh Kodam V/Jaya, Jakarta, pada tahun 1984. Ketika itu, Ali baru memasuki bangku kuliah di Universitas Indonesia pada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya.
Tulisan tersebut bersumber dari cerita yang biasa didengar Ali dari orang-orang tua di kampungnya. Sejarah yang dianggap biasa saja oleh para pencerita itu ternyata menjadi sorotan media nasional dan internasional kala itu. Tulisan ini kemudian dikembangkan Ali selama dua puluh tahun dan diterbitkan menjadi buku berjudul Bekasi Dibom Sekutu : Pembumihangusan Kota dan Kampung-kampung di Bekasi oleh Tentara Sekutu-Inggris, 13 Desember 1945, Bekasi terbitan Komunitas Baca Bekasi, pada tahun 2006.
Proses penggalian sejarah ini tidak mudah. "Kesulitannya adalah pengumpulan data karena banyak yang tidak terdokumentasikan. Saksi sejarah pun rata-rata sudah meninggal," kata pria kelahiran Bekasi, 12 Januari 1965 ini.
Kelangkaan data tak membuat semangat Ali padam. Sebaliknya ia malah semakin bergairah. Ali melakukan pencarian dengan enjoy, meminjam istilah anak muda masa kini. Kegiatan pencarian data ia sebut sebagai tamasya ke masa lalu.
Berbagai buku sejarah telah lahir dari tangannya, antara lain, Seri Sejarah Peradaban Dunia, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir, Sejarah Bekasi Sejak Purnawarman sampai Orde Baru, Cuplikan Sejarah Patriotik Rakyat di Bekasi, Benda Cagar Budaya Kabupaten Bekasi, Konflik Sampah Kota, dan K.H. Noer Alie, Kemandirian Ulama Pejuang.
Bagi suami Lisnarti Wardah ini, sejarah harus ditulis agar tidak pupus ditempa waktu. Sejarah amat penting bagi generasi sesudahnya sebab ingatan orang sangat terbatas. Ali memandang, penulisan sejarah sama halnya dengan usaha mencari identitas kultural.
Bekasi, kata dia, sampai saat ini tidak memiliki akar budaya yang jelas. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor karena Bekasi yang menjadi tempat berbaurnya berbagai macam kebudayaan di era kerajaan Tarumanegara. Selain itu mayarakat juga banyak terpengaruh kebudayaan asing akibat penjajahan. Ia mengusulkan perlu adanya rekonstruksi budaya untuk menciptakan kesatuan budaya dan kultur. "Ini adalah tugas kita bersama, terutama pemerintah daerah," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan Koran Tempo.
Selain sibuk mengeluti sejarah, Ali juga aktif di One Center Bekasi, Ketua Bekasi Heritage, Ketua Komunitas Budaya Pangkalan Bambu, dan pengurus Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB) Bhagasasi. (JU-16)***

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog