Minggu, 08 Mei 2011

Rububiyyah dan Uluhiyyah Tidak Dapat Dipisahkan

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah: 31)

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi menjadikan orang-orang alimnya sebagai arbaabaa (jamak dari robb), dan orang-orang Nasrani menjadikan rahib-rahib mereka sebagai arbaabaa, karena para pengikut agama Yahudi dan Nasrani mengikuti mereka dalam hal menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh-Nya.
Ayat ini membantah bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani itu mengakui tauhid rububiyyah. Karena mereka menjadikan pemuka agama mereka sebagai rabb-rabb.
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah Muslim?” (QS. Ali Imran: 80)
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak mungkin seseorang yang telah diberikan kitabullah, hikmah, dan kenabian, kemudian menyuruh manusia untuk menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai arbaabaa. Karena perbuatan demikian itu adalah suatu kekafiran. Sedangkan seorang Nabi yang benar itu tidak mungkin menyuruh manusia kepada kekafiran.
Maka jelaslah bahwa termasuk kekafiran adalah menjadikan yang selain Allah sebagai robb. Dan orang-orang non-Muslim telah menjadikan yang selain Allah itu sebagai robb, sehingga mereka itu disebut kafir. Maka termasuk yang menjadi misi para Nabi adalah mengajak manusia untuk mengesakan Allah sebagai Rabb. Dialah yang menciptakan kita dan Dia pula yang membuat syariat bagi kita. Dan hanya Dia yang pantas disembah.
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آَلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS. Al-Anbiya: 22)
Ayat ini menjelaskan bahwa mengakui sesuatu sebagai ilah sama saja dengan mengakui sesuatu sebagai robb. Jika benar ada aalihah (jamak dari ilah) selain Allah, yang berarti ada arbaabaa selain Allah, maka niscaya mereka akan menciptakan makhluq-makhluq pula dan membawa makhluq ciptaan mereka untuk berperang melawan makhluq ciptaan ilah yang lainnya. Sebagaimana dalam kebudayaan Yunani kuno, bahwa mereka meyaqini bahwa sebagian orang diciptakan oleh dewa Ares, dan lainnya diciptakan oleh Athena, dan lainnya lagi diciptakan oleh dewa lainnya pula. Lalu mereka menyembah masing-masing dewa yang mereka anggap sebagai rabb dan ilah mereka dan berperang melawan pengikut dewa lainnya.
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada ilah beserta-Nya, masing-masing ilah itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari ilah-ilah itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (QS. Al-Mu`minuun: 91)
Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa mengakui sesuatu sebagai ilah berarti mengakuinya sebagai rabb yang menciptakan kita, mengatur kita, dsb. Penyembahan kepada selain Allah adalah bathil. Jika benar ada ilah lain selain Allah, pastilah ilah yang selain Allah itu menciptakan makhluq yang lain dan membawa makhluq yang diciptakannya itu untuk dia lindungi atau ia bawa berperang melawan ilah lainnya dan makhluq dari ilah lainnya itu.
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa`atanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan. (QS. Al-Furqan: 3)
Mengakui sesuatu sebagai ilah, berarti mengakui sesuatu sebagai rabb, karena hanya rabb yang pantas disembah sebagai ilah. Tetapi orang-orang kafir itu telah mengambil berhala sebagai ilah, yang artinya mereka berkeyaqinan bahwa berhala itu adalah rabb yang berkuasa untuk memberi mereka manfa’at dan kuasa pula menghindarkan kemudhorotan dari mereka. Padahal berhala itu sangatlah lemah.
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَأْفِكَنَا عَنْ آَلِهَتِنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Mereka menjawab: “Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) aalihah kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Al-Ahqaf: 22)
Kaum ‘Ad mengingkari Allah sebagai rabb. Mereka menantang Hud, jika benar bahwa Allah itu rabb dan ilah yang benar, maka tentulah Dia sanggup menurunkan azab kepada kaum ‘Ad. Dan kaum ‘Ad yaqin bahwa rabb yang disembah Nabi Hud itu tidak akan sanggup mengazab mereka.
Maka pahamlah kita, bahwa kafir quraisy itu mengakui ilah-ilah mereka sebagai arbaabaa. Sedangkan kaum atheist itu tidak mengakui adanya rabb. Mereka berkeyaqinan bahwa mereka hidup dan mereka mati itu ditentukan oleh masa, bukan substansi yang disebut rabb.
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS. Al-Jaatsiyah: 24)
Maka sungguh bathil pemahaman yang mengatakan bahwa sebagian ummat Islam ini sama dengan musyrikin quraisy. Ketika kita pergi ziaroh qubur dan sebagainya, ada kaum yang menyebut kita sebagai orang yang hanya mengakui rububiyyah Allah tetapi tidak mengakui uluhiyyah Allah. Hal ini karena, dalam alam fikiran mereka, mereka menyangka bahwa kita ini menyembah yang selain Allah. Padahal kita tidak menyembah selain Allah. Dan karena dalam alam fikiran mereka bahwa mengakui rububiyyah Allah dengan jujur tidak serta merta mengakui uluhiyyah Allah.
Inilah cara takfir mereka. Mereka memisahkan antara rububiyyah dan uluhiyyah, lalu menyamakan kita dengan musyrikin quraisy. Padahal musyrikin quraisy tidak benar-benar mengakui rububiyyah Allah.  Jika benar mereka mengakui rububiyyah Allah, mengapa mereka tidak yaqin bahwa Allah akan menghidupkan mereka kembali di hari berbangkit?
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)
Jika mereka jujur bahwa Allah yang telah memberi rizqi kepada mereka, Allah jua yang telah menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan Allah pula yang menghidupkan dan yang mematikan, serta Allah jua yang mengatur segala urusan, lalu mengapa mereka tidak bertaqwa kepada Allah? Mengapa mereka menyembah ilah lain yang mereka anggap memberi manfaat?
فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus: 32)
Allah, Dialah robb yang sebenarnya, sedangkan ilah-ilah yang mereka sembah itu bukanlah robb yang sebenarnya. Apa-apa yang mereka sembah itu, yang mereka kira dapat memberi manfaat kepada mereka, sebenarnya tidak dapat memberi manfaat kepada mereka. Apa-apa yang mereka sembah itu sebenarnya bukan robb yang dapat memberi manfaat.
Lalu kaum yang keliru menafsirkan al-Qur`an itu juga berkata bahwa para Rasul datang hanya membawa uluhiyyah saja dan bukan membawa rububiyyah, karena semua orang telah mengakui rububiyyah Allah. Ini juga bathil.
Mengajak kepada rububiyyah Allah sama dengan mengajak kepada uluhiyyah Allah, dan mengajak kepada uluhiyyah Allah itu sama dengan mengajak kepada rububiyyah Allah. Bukankah Musa mengajak Fir’aun kepada rububiyyah Allah? Bukankah tukang sihir Fir’aun itu taslim dengan mengakui rububiyah Allah?
وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ
Dan serulah (manusia) kepada Robbmu. (QS. Al-Hajj: 67)
وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Dan serulah mereka kepada Robbmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan. (QS. Al-Qoshosh: 87)
“Dan serulah mereka kepada Robbmu”, maksudnya serulah manusia kepada robbmu agar mereka mengesakan Robbmu dan menyembah-Nya.
وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
Dan (maukah) kamu kupimpin kepada Robbmu (yang sebenarnya) agar supaya kamu takut kepada-Nya? (QS. An-Naazi’aat: 19)
Apa jawaban Fir’aun ketika diajak untuk mengakui rububiyah Allah?
فَكَذَّبَ وَعَصَى. ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى. فَحَشَرَ فَنَادَى. فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى.
Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: “Akulah robbmu yang paling tinggi”. (QS. An-Naazi’aat: 21-24)
Fir’aun menolak rububiyah Allah dan menda’wakan dirinya sebagai robb yang paling tinggi. Tetapi para penyihir Fir’aun, yang telah mendapat hidayah, mereka mengakui rububiyah Allah dan berkata:
قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ. رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ.
Mereka berkata: “Kami beriman kepada Robb semesta alam, (yaitu) Robbnya Musa dan Harun”. (QS. Al-A’raaf: 121-122; QS. Asy-Su’araa: 47-48)
Dengan mengakui rububiyah Allah, mereka juga mengakui uluhiyah Allah. Maka jelaslah sekarang, bahwa mengakui rububiyah Allah berarti juga mengakui uluhiyah Allah; dan mengakui uluhiyah Allah juga berarti mengakui rububiyyah Allah. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Mengingkari salah satunya dengan jelas, berarti mengingkari yang lainnya secara jelas. Mengakui salah satunya dengan jujur, berarti mengakui lainnya secara jujur pula.
Adapun tuduhan mereka terhadap para peziarah qubur itu hanyalah tuduhan kosong. Dan terhadap tuduhan kosong seperti ini, telah ada ayat dan hadits yang memperingatkannya.
وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Hujuraat: 11)
Ayat 11 dari al-Hujurat ini menjelaskan agar kita tidak panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, yaitu janganlah sebagian di antara kita memanggil sebagian yang lain dengan panggilan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir, atau hai musyrik. Karena seburuk-buruk nama panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman, yaitu fasiq, kafir, musyrik, dsb. Dan barang siapa yang tidak bertobat dari perbuatan tersebut, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.
وَمَنْ لَعَنَ مُؤْمِنًا فَهُوَ كَقَتْلِهِ وَمَنْ قَذَفَ مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ
Barangsiapa melaknat orang mu`min maka ia seperti membunuhnya, barangsiapa menuduh seorang muslim dengan kekafiran maka ia seperti membunuhnya. (Shahih Bukhari no. 5587)
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, “Wahai kafir,” maka perkataan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya. (Shahih Bukhari no. 5638)
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آَبَاؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِنْ بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” (QS. Al-A’raaf: 172-173)
Sekali lagi, ingatlah, rububiyyah dan uluhiyyah tak dapat dipisahkan. Ketika ditanyakan, “Bukankah Aku ini Robbmu?”  Maka maknanya tidak hanya robb saja, tetapi juga ilah. Jadi makna pertanyaan itu adalah, “Bukankah Aku ini Robbmu dan Ilahmu?” Ketika mereka bersaksi bahwa Allah itu Robb mereka, maka pada waktu yang sama, mereka mengakui Allah sebagai Ilah mereka, sebagaimana telah kami jelaskan mengenai taslimnya para penyihir Fir’aun. Namun setelah datang ke dunia, sebagian manusia telah menyekutukan Allah dengan yang selain Allah. Dan soal menyekutukan di sini bukan hanya soal uluhiyyah, tetapi juga rububiyyah. Apalagi dalam ayat itu diawali dengan pertanyaan “Bukankah Aku ini Robbmu?”
Maka jelaslah bahwa orang-orng kafir itu keliru bukan hanya soal uluhiyyah, tetapi juga soal rububiyyah, karena mereka mengakui arbaabam min duunillaah, rabb-rabb yang mana robb di sini bukanlah Allah. Mereka menjadikan yang selain Allah itu sebagai robb. Mereka menjadikan berhala sebagai robb yang mereka yaqini memberi manfa’at bagi mereka, dan karenanya mereka menjadikan berhala itu sebagai ilah mereka.
Dan kelak, yang ditanyakan dalam kubur itu adalah, “Siapa robbmu?” dan bukannya, “Siapa Ilahmu?” Tetapi maknanya sama, yaitu, “Siapa Rabb dan Ilahmu?” Jika dikatakan bahwa rububiyyah dan uluhiyyah itu dipisahkan, dan orang-orang kafir itu dianggap mengakui rububiyyah Allah dengan jujur dan benar sejak dari alam arwah hingga yaumil akhir, maka niscaya mereka akan dapat menjawab pertanyaan, “Siapa Robbmu?” ketika ditanya di alam barzakh.
Tetapi Rasul menjelaskan bahwa hanya orang-orang beriman saja yang dapat menjawabnya, sedangkan orang-orang yang kafir itu tak dapat menjawabnya. Hal ini karena orang-orang kafir itu telah mengingkari rububiyyah dan uluhiyyah Allah ketika mereka hidup di dunia dan tidak bertaubat hingga akhir hayat mereka.
Bahkan orang-orang kafir itu, jika kita menghina berhala-berhala mereka, maka mereka akan balas menghina Allah. Inikah orang-orang yang mengakui rububiyyah Allah dengan jujur dan benar?

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog