Di balik sunah yang diajurkan Rasulullah, ternyata batang pohon ini menyimpan khasiat dan manfaat bagi penggunanya. Membiasakan bersiwak berarti menghindari penyakit. Kalau sering melihat sebagian umat Islam menggunakan sebatang kayu kecil untuk menggosok gigi, itulah siwak. Siwak mulai digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut sejak 7000 tahun lalu.
Menurut catatan sejarah, siwak atau miswak (chewing stick atau kayu kunyah) telah digunakan oleh orang-orang Babilonia, yang kemudian digunakan pula di zaman kerajaan Yunani, Romawi, orang-orang Yahudi, Mesir dan masyarakat kerajaan Islam.
Sebelum Islam datang, bangsa Arab menggunakan akar dan ranting kayu pohon arak yang hanya tumbuh di daerah Asia Tengah dan Afrika. Namun penggunaan kayu wangi ini hanya sebagai alat kebersihan gigi, sebelum disunahkan. Setelah kedatangan Islam, Rasulullah menetapkan penggunaan siwak sebagai sunah yang sangat dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa, Rasulullah orang pertama yang mendidik manusia memelihara kesehatan gigi.
Sejak saat itu siwak terus digunakan hampir di seluruh bagian Timur Tengah, Pakistan, Nepal, India, Afrika hingga wilayah melayu seperti Malaysia dan Indonesia. Sebagian besar mereka menggunakan karena faktor religi, budaya dan sosial. Dalam sehari, umat Islam di Timur Tengah menggunakan siwak minimal lima kali sehari, disamping sikat gigi biasa.
Menurut penelitian ilmuwan Erwin dan Lewis (1989), pengguna siwak memiliki relativitas rendah terkena penyakit gigi. Meskipun mereka mengonsumsi bahan makanan yang kaya akan karbohidrat. Siwak berfungsi mengikis dan membersihkan bagian dalam mulut.
Sementara menurut al-Lafi dan Ababneh (1995) kayu siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plaque, mencegah gigi berlubang, serta memelihara gusi. Karena siwak memiliki kandungan kimiawi yang membawa manfaat.
Dalam buku Kifayatul-Akhyar, al-Imam Taqiyuddin Abubakar al-Husaini (Bina Ilmu, Surabaya 1984) dijelaskan bahwa Aisyah RA pernah melihat Rasulullah menggunakan siwak. Rasulullah bersabda: “Dua rakaat shalat bersiwak, lebih utama daripada tujuh rakaat tanpa siwak.” (HR Abu Na’im)
Siwak sunah digunakan ketika akan melakukan shalat, bukan karena alasan berubahnya bau mulut. Bahkan, bersiwak disunahkan untuk dikerjakan setiap dua rakaat, ketika seseorang melakukan shalat berkali-kali, seperti shalat Dhuha, Tarawih dan Tahajjud.
Demikian pula dalam buku Fikih Islam Lengkap, karya Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi (Rineka Cipta, Jakarta 1988). Menurutnya, ada tiga hal seseorang disunahkan menggunakan siwak sebagai pembersih gigi dan mulut. Yaitu ketika hendak mengerjakan shalat, bangun tidur, berbau mulut, dan hendak membaca al-Qur’an.
Satu peristiwa penting pernah teradi. Menjelang ajal menjemput, Rasululah sempat bersiwak. Dari Aisyah RA, ia berkata: ”Pada hari kematiannya (Rasulullah SAW), datang Abdurrahman ibn Abu Bakar RA dan ditangannya ada sebatang siwak. Sedangkan aku menjadi sandaran Nabi. Lalu aku melihat Rasulullah memandang siwak Abdurrahman Abu Bakar.Akupun paham bahwa beliau menyukai siwak. Maka aku bertanya: ”Apakah mau aku ambilkan untukmu?” Beliau memberi isyarat dengan kepala sebagai tanda ’Ya’. Lalu aku lembutkan siwak itu, kemudian beliau menyuruh diambilkan sebuah panci yang berisi air. Maka beliau memasukkan tangannya ke dalam panci itu, seraya mengusapkan ke wajah.
Kemudian mengucapkan: ”Lâ ilâha illallâh, sesungguhnya maut itu memiliki sekarat.” Kemudian beliau angkat tangan untuk berdoa: ”Ya Allah, kumpulkanlah aku bersama para kawanku yang mulia (para Nabi AS).” Beliau terus berdoa sampai nyawanya dicabut, lalu kedua tangan beliau turun ke bawah.” (HR Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar