Hidayatullah.com--Sebagaimana diketahui, dalam syariat Islam, jika seorang mukallaf melakukan perbuatan zina, jika ia belum menikah (ghairu muhshan) maka hukumannya adalah dicambuk seratus kali, merujuk ayat, yang artinya,”Wanita pelaku zina dan laki-laki pelaku zina, maka cambuklah setiap orang dari keduanya seratus cambukan.” (An Nur: 2)
Selain dicambuk juga diasingkan selama satu tahun, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan bagi mereka yang sudah menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal, merujuk kepada ayat, yang artinya,”Laki-laki lanjut usia (syeikh) dan perempuan lanjut usia (syaikhah) jika melakukan zina, maka rajamlah keduanya.” Ayat ini lafadznya telah dihapus (mansukh) namun, hukumnya masih berlaku. Demikian pula Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga telah merajam Maiz dan Al Ghamidiah. (Lihat, Al Mughi Al Muhtaj, 4/177, 182).
Namun, ketika syariat, terutama hukum hadd (hukum yang diatur oleh nash) ini tidak diberlakukan, sebagaimana yang terlihat di mayoritas negara Muslim saat ini, jika yang bersangkutan ingin bertaubat dan ingin dilaksanakan hadd atasnya, Dar Al Ifta’ Al Mishriah (Lembaga Fatwa Mesir) menyampaikan penjelasan kepada hidayatullah.com (26/1), bahwa yang bersangkutan (pelaku zina) hendaknya melakukan taubat nashuhah, yakni dengan beristighfar dan benar-benar menyesal atas apa yang telah ia lakukan, serta bertekad kuat dan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali, selama dalam kondisi demikian (tidak laksanakan hadd oleh pemerintah) berlangsung. *
Rep: Thoriq
Red: Cholis Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar