tampabay.com
Moqtada al-Sadr
REPUBLIKA.CO.ID,NAJAF--Ulama Syiah Moqtada al-Sadr yang berhaluan keras, Sabtu mendesak rakyat Irak menentang "pendudukan" Amerika Serikat dengan segala cara, dalam pidato pertamanya sejak pulang ke kota Najaf. "Kita masih melawan penjajah, dengan perlawanan militer dan dengan segala cara perlawanan," kata Sadr di kota suci Irak tengah itu, tempat ia pulang Rabu setelah sekitar empat tahun mengasingkan diri di Iran.
Puluhan ribu orang datang untuk mendengar pidatonya, dengan mengacung-acungkan bendera-bendera Irak dan foto ulama itu. "Irak menghadapi keadaan yang sulit, yang membuat semua orang menangis, dan tidak memuaskan semua orang kecuali musuh bersama kita Amerika, Israel dan Inggris," kata Sadr.
"Jadi ikuti apa kata saya: Tidak, tidak untuk Amerika" Massa mengikuti anjuran itu. Sadr menanyakan: "Apakah anda takut pada Amerika? Katakan 'tidak, tidak takut pada Amerika!Tidak,tidak,tidak pada Israel!" Massa kembali mengikuti kata-kata Sadr itu.
Sekitar 50.000 tentara AS masih berada di Irak, tetapi berdasarkan satu perjanjian keamanan antara Baghdad dan Washington pasukan itu akan ditarik akhir tahun ini. Pasukan AS di Irak terutama bertugas melatih pasukan Irak, setelah operasi tempur di negara itu secara resmi diumumkan berakhir 1 September 2010.
Kendatipun operasi tempur berakhir, tentara AS diizinkan menembak untuk mempertahankan diri dan ikut serta dalam operasi-operasi jika dibutuhkan oleh rekan-rekan Irak mereka, sesuai dengan ketentuan satu perjanian keamanan bilateral. Dalam pidatonya yang menyerukan perlawanan terhadap kehadiran AS, Sadr menekankan bahwa para warga Irak lainnya tidak akan diganggu oleh pasukannya.
"Tangan kita tidak akan menyentuh orang-orang Irak... kita hanya mentargetkan penjajah, dengan segala cara perlawanan. Kita satu bangsa. Kita tidak setuju dengan beberapa kelompok yang melakukan pembunuhan," kata Sadr. "Demi persatuan Irak, ikuti perkataan saya: Ya, Ya untuk Irak! Ya, ya untuk perdamaian! Ya ,ya untuk kerukunan!" kata massa yang mengikuti kata-kata Sadr.
"Jika konflik-konflik terjadi di antara saudara-saudara, mari kita lupakan hal ini dan menutupnya untuk selama-lamanya, dan hidup bersatu dalam perdamaian dan keamanan," kata Sadr agaknya mengacu pada aksi kekerasan sektarian di Irak. "Kita harus mengakhiri penderitaan rakyat Irak melalui persatuan kita,"katanya.
Sadr memperoleh popularitas luas di kalangan warga Syiah dalam beberapa bulan setelah invasi pimpinan AS tahun 2003 dan milisi Tentara Mahdi yang dipimpinnya kemudian memerangi pasukan AS dan pemerintah Irak dalam beberapa konfrontasi berdarah. Ia diidentifikasikan oleh Pentagon tahun 2006 sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas di Irak.
Milisinya paling aktif dan dipersalahkan oleh Washington atas pembunuhan ribuan warga Sunni.
Tetapi pada Agustus 2008, Sadr menghentikan kegiatan Tentara Mahdi, yang berkekuatan puluhan ribu anggota, setelah serangan besar-besaran pasukan AS dan Irak terhadap pangkalan-pangkalan mereka di Baghdad dan Irak selatan dalam musim semi.
Setelah gencatan senjata, para komandan militer AS mengatakan tindakannya telah membantu mewujudkan penurunan penting tingkat aksi kekerasan di seluruh Irak. Kendatipun jarang tampil di depan publik, ulama itu menjadi idola jutaan warga Syiah terutama di Najaf,dtempat markas besarnya dan lokasi permukiman Baghdad, Kota Sadr yang memakai nama ayahnya, seorang ulama yang disegani yang dibunuh pria-pria bersenjata tahun 1999. Sadr meninggalkan Irak akhir 2006 , menurut gerakannya, ia melanjutkan studi agama di kota Qom, Iran. Ia pulang ke kota Najaf Rabu lalu.
Puluhan ribu orang datang untuk mendengar pidatonya, dengan mengacung-acungkan bendera-bendera Irak dan foto ulama itu. "Irak menghadapi keadaan yang sulit, yang membuat semua orang menangis, dan tidak memuaskan semua orang kecuali musuh bersama kita Amerika, Israel dan Inggris," kata Sadr.
"Jadi ikuti apa kata saya: Tidak, tidak untuk Amerika" Massa mengikuti anjuran itu. Sadr menanyakan: "Apakah anda takut pada Amerika? Katakan 'tidak, tidak takut pada Amerika!Tidak,tidak,tidak pada Israel!" Massa kembali mengikuti kata-kata Sadr itu.
Sekitar 50.000 tentara AS masih berada di Irak, tetapi berdasarkan satu perjanjian keamanan antara Baghdad dan Washington pasukan itu akan ditarik akhir tahun ini. Pasukan AS di Irak terutama bertugas melatih pasukan Irak, setelah operasi tempur di negara itu secara resmi diumumkan berakhir 1 September 2010.
Kendatipun operasi tempur berakhir, tentara AS diizinkan menembak untuk mempertahankan diri dan ikut serta dalam operasi-operasi jika dibutuhkan oleh rekan-rekan Irak mereka, sesuai dengan ketentuan satu perjanian keamanan bilateral. Dalam pidatonya yang menyerukan perlawanan terhadap kehadiran AS, Sadr menekankan bahwa para warga Irak lainnya tidak akan diganggu oleh pasukannya.
"Tangan kita tidak akan menyentuh orang-orang Irak... kita hanya mentargetkan penjajah, dengan segala cara perlawanan. Kita satu bangsa. Kita tidak setuju dengan beberapa kelompok yang melakukan pembunuhan," kata Sadr. "Demi persatuan Irak, ikuti perkataan saya: Ya, Ya untuk Irak! Ya, ya untuk perdamaian! Ya ,ya untuk kerukunan!" kata massa yang mengikuti kata-kata Sadr.
"Jika konflik-konflik terjadi di antara saudara-saudara, mari kita lupakan hal ini dan menutupnya untuk selama-lamanya, dan hidup bersatu dalam perdamaian dan keamanan," kata Sadr agaknya mengacu pada aksi kekerasan sektarian di Irak. "Kita harus mengakhiri penderitaan rakyat Irak melalui persatuan kita,"katanya.
Sadr memperoleh popularitas luas di kalangan warga Syiah dalam beberapa bulan setelah invasi pimpinan AS tahun 2003 dan milisi Tentara Mahdi yang dipimpinnya kemudian memerangi pasukan AS dan pemerintah Irak dalam beberapa konfrontasi berdarah. Ia diidentifikasikan oleh Pentagon tahun 2006 sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas di Irak.
Milisinya paling aktif dan dipersalahkan oleh Washington atas pembunuhan ribuan warga Sunni.
Tetapi pada Agustus 2008, Sadr menghentikan kegiatan Tentara Mahdi, yang berkekuatan puluhan ribu anggota, setelah serangan besar-besaran pasukan AS dan Irak terhadap pangkalan-pangkalan mereka di Baghdad dan Irak selatan dalam musim semi.
Setelah gencatan senjata, para komandan militer AS mengatakan tindakannya telah membantu mewujudkan penurunan penting tingkat aksi kekerasan di seluruh Irak. Kendatipun jarang tampil di depan publik, ulama itu menjadi idola jutaan warga Syiah terutama di Najaf,dtempat markas besarnya dan lokasi permukiman Baghdad, Kota Sadr yang memakai nama ayahnya, seorang ulama yang disegani yang dibunuh pria-pria bersenjata tahun 1999. Sadr meninggalkan Irak akhir 2006 , menurut gerakannya, ia melanjutkan studi agama di kota Qom, Iran. Ia pulang ke kota Najaf Rabu lalu.
Sumber: ant/AFP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar