Memiliki halaman terluas, dan kapasitas ruang shalat terbesar kelima di dunia, menjadikan masjid ini selalu menarik untuk diziarahi. Sesaat setelah Islam masuk di kawasan Asia Selatan, Lahore berkembang menjadi pusat penyebaran Islam. Kota ini juga menjadi saksi sisa-sisa kejayaan Kerajaan Islam Mughal. Kerajaan Mughal, yang mencapai puncak kejayaan antara tahun 1524 hingga 1752, menjadikan kota pecahan India itu begitu cantik dengan berbagai taman, istana, dan masjid-masjid yang memiliki arsitektur sangat khas. Sebut saja Masjid Badshahi, yang dibangun pada tahun 1673. Masjid megah yang mampu menampung sekitar 200.000 jama’ah di ruang shalat utama dan di serambi itu hingga kini masih berdiri kokoh dan indah.
Masjid yang berarsitektur mirip Masjid Jami di New Delhi, India, ini dijadikan UNESCO World Heritage Site sebagai salah satu tempat bersejarah di Lahore. Masjid yang memiliki arti “Masjid Kaisar” itu tidak pernah kehilangan pesonanya, menjadi salah satu obyek wisata budaya favorit bagi warga setempat, dan bagaikan magnet terus menyedot ratusan wisatawan dari berbagai negara.
Raja keenam pada Dinasti Mughal, Aurangzeb Alamgir, putra Shah Jahan, pendiri Taj Mahal, adalah yang mendirikan Masjid Badshahi. Pengerjaan konstruksi dilakukan di bawah pengawasan saudara angkat Aurangzeb, Muzaffar Hussain, yang kala itu menjadi gubernur Lahore, memerintah dari tahun 1671 hingga 1675. Letak masjid ini tak jauh dari Benteng Lahore, yang juga menjadi simbol kejayaan Dinasti Mughal.
Seperti gelar Alamgir, yang berarti “Penakluk Dunia”, yang tersemat pada diri Raja Aurangzeb, bangunan Masjid Badshahi pun memiliki karakter berani, luas, dan megah dalam berekspresi. Desainnya terinspirasi arsitektur Islam, Persia, Asia Tengah, dan sedikit pengaruh India.
Pada awal dibangun, bagian lantai halaman masjid dihiasi dengan batu bata berukuran kecil yang disusun membentuk pola simetris. Pada tahun 1852 hingga 1939, masjid itu mengalami renovasi besar-besaran dan batu bata tersebut diganti dengan batu merah menyala.
Renovasi kembali dilakukan secara bertahap oleh pihak masjid terhadap sejumlah kerusakan yang terdapat pada bangunan masjid akibat peralihan fungsi saat direbut oleh penjajah Inggris pada tahun 1960, menggunakan jasa arsitek Nawab Zen Yar Jang Bahadur. Biayanya menghabiskan dana sekitar 4,8 juta rupee (Rp.96.000.000.00,-).
Bangunan Masjid Badshahi dikelilingi tembok yang berfungsi sebagai pagar pembatas antara bagian depan dan bagian dalam kompleks masjid. Pagar tembok bagian utara masjid dibangun berdekatan dengan tepi Sungai Ravi. Sementara pagar tembok bagian selatan dibuat simetris dengan tembok bagian utara. Keseluruhan pagar tembok ini terbuat dari material batu kapur yang memiliki lapisan pasir dari batu merah.
Warna merah bata juga tampak mendominasi dinding yang bertabur ukiran dan ornamen cantik di setiap sisi tembok. Tiga kubah besar berwarna putih tampak agung. Delapan menara setinggi 60 meter terlihat gagah di berbagai sudut masjid yang memiliki halaman terluas di dunia ini.
Anak tangga yang menuju ruang shalat utama dihiasi beraneka ragam marmer. Memasuki ruang shalat utama, pengunjung dihadapkan pada sebuah ruangan yang seakan-akan terlihat dibagi menjadi tujuh bagian dengan cara membuat lengkungan-lengkungan tembok yang dilapisi dengan kertas perak. Keberadaan tiga lengkungan tembok pertama untuk menyangga kubah ganda bermarmer putih. Sedang empat lainnya untuk menyangga kubah-kubah datar.
Interior ruang shalat utama ini kaya akan dekorasi bahan plesteran, lukisan dinding, dan hiasan marmer. Sedang bagian eksteriornya dihiasi dengan ukiran dari batu marmer serta tatahan batu pasir merah. Seluruh hiasan yang terdapat pada ruang shalat utama ini banyak mengadopsi desain arsitektur Yunani, Asia Tengah, dan India, baik dalam hal teknik maupun motif.
Bagian kaki langit masjid dihiasi dengan ornamen merlon (sejenis ornamen patung singa, lambang negara Singapura) bertatahkan marmer. Sementara berbagai fitur arsitektur, seperti halaman dengan bentuk persegi, lorong-lorong, empat menara pojok, arah kiblat pada ruang shalat dan pintu gerbang yang megah, yang terdapat pada bangunan kompleks Masjid Badshahi, memperlihatkan kekayaan khazanah arsitektur Islam selama ribuan tahun lalu sebelum masjid ini dibangun.
Pada tahun 2000, Masjid Badshahi kembali mengalami renovasi. Perbaikan kali ini untuk mengganti potongan keramik pada bagian utama kubah. Dan tahun 2008, kembali dilakukan pekerjaan penggantian marmer pada bagian halaman masjid dengan menggunakan material batu merah yang diimpor langsung dari sumber aslinya di Rajasthan, India.
Makam Muhammad Iqbal
Selama 313 tahun masjid ini sempat menjadi masjid terbesar di dunia sejak tahun 1673 hingga 1986, sebelum akhirnya dikalahkan dalam ukuran daya tampung jama’ah oleh Masjid Faisal di Islamabad. Saat ini, masjid itu menjadi masjid kelima terbesar di dunia, setelah Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, Masjid Hassan II di Casablanca, dan Masjid Faisal di Islamabad.
Di tengah kompleks masjid ada sebuah makam penyair Islam terkemuka, Muhammad Iqbal, yang nisannya diukir dengan gaya arsitektur Afghan dan Moorish menggunakan batu merah khusus dari Rajasthan.
Selain karya-karya puitisnya yang terus dikenang, ia juga terus diabadikan oleh masyarakat lantaran idenya yang mencetuskan pembentukan Pakistan sebagai sebuah negara Islam, terpisah dari India. Di dalam kompleks bangunan Masjid Badshahi juga terdapat sebuah museum kecil. Museum ini memajang berbagai benda peninggalan Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, dan Fathimah Az-Zahra (putri Rasulullah SAW).
Belakangan bangunan Masjid Badshahi telah menginspirasi sejumlah bangunan masjid di berbagai tempat di dunia. Di antaranya Masjid Syekh Zayed di Abu Dhabi, Masjid Sir Syed di kompleks Aligarh Muslim University, Uttar Pradesh, India, juga Taj-Ul Masajid di Bhopal, India, yang merupakan salah satu masjid terbesar di Asia.
Dengan reputasi seperti itu, kompleks Badshahi menjadi landmark di Lahore dan salah satu wisata utama, yang memiliki keindahan dan keagungan era Mughal.
Berbeda dari kebiasaan Islam pada umumnya, Majid Badshahi tidak memiliki tempat shalat untuk wanita. Kehidupan masyarakat Pakistan yang agak ekstrem dalam menerapkan syari’at, misalnya soal kewajiban istri untuk selalu taat kepada suami, menjadi salah satu pemicu. Karakteristik kaum pria yang hidup di negara empat musim seperti Pakistan memiliki watak cemburu berlebihan. Akibatnya, tumbuh norma-norma tak tertulis dalam kehidupan sosial, seperti larangan bagi wanita untuk melakukan berbagai kegiatan di luar rumah, termasuk ke masjid. Sebenarnya ini bukan murni ajaran Islam.
Hal lain yang juga ikut mempengaruhi adalah alasan keamanan. Suasana politik Pakistan memang kurang kondusif dan rawan konflik sektarian, di samping tingkat kriminalitas yang juga sangat tinggi.
SEL |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar