Senin, 05 April 2010

Shalat Istikharah

Shalat Istikharah adalah shalat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada diantara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih. Spektrum masalah dalam hal ini tidak dibatasi. Seseorang dapat shalat istikharah untuk menentukan dimana ia kuliah, siapa yang lebih cocok menjadi jodohnya atau perusahaan mana yang lebih baik ia pilih. Setelah shalat istikharah, maka dengan izin Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.

Waktu Pengerjaan

Pada dasarnya shalat istikharah dapat dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir.

Niat Shalat

Niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan didalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya.

Tata Cara

Shalat istikharah boleh dikerjakan dua rakaat atau hingga dua belas rakaat (enam salam)

Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca Surah Al-Kafiruun (1 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca 1 Surah Al-Ikhlas (1 kali). Ada pula bacaan lainnya, selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca ayat Al-Kursi (7 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca Surah Al-Ikhlas (11 kali).

Setelah salam dilanjutkan do'a shalat istikharah kemudian memohon petunjuk dan mengutarakan masalah yang dihadapi. Sebuah hadits tentang do'a setelah shalat istikharah dari Jabir r.a mengemukakan bahwa do'a tersebut dapat berbunyi :

"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagi dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu". (HR Al Bukhari)


Dalam 'mengarungi' perjalanan hidup di dunia ini, sudah bukan mustahil manusia kerap dihadang bermacam persoalan yang pelik, hingga membuatnya harus berhati-hati dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Di antara aneka pilihan dan keeputusan yang sulit itu, bisa berupa soal jodoh, pekerjaan dan bahkan sampai memilih seorang pemimpin. Tak diragukan lagi, kalau pilihan yang diambil, sungguh, mengandung resiko. Karena itu, beruntunglah manusia yang memilih dengan pilihan yang tepat, sehingga membawanya ke arah kebaikan. Tapi, bagaimana kalau seseorang 'terjerumus' dalam pilihan yang salah? Sudah pasti, ia akan merugi. Sebab, pilihan yang buruk akan berakibat kerugian. Karena itu, agar manusia tidak menyesal di kemudian hari atas pilihan atau keputusan yang diambil. Kanjeng Nabi Saw. menganjurkan untuk melakukan shalat istikharah.

Shalat Istikharah adalah shalat sunnah 2 (dua) rakaat yang dilakukan ketika seseorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Juga, ketika seseorang mengahadapi permasalahan penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat itu, seseorang dianjurkan agar meminta petunjuk atau bimbingan Allah supaya keputusan yang diambil nantinya tidak salah.

Perkataan istikharah sendiri, berakar dari kata 'khiyarah' (pilihan). Adapun wazan (timbangan) istikharah dalam ilmu sharf adalah 'istaf ’ala', yang memiliki maksud 'lit thalab' (permohonan). Adapun di sini, istikharah berarti thalab al-khiyarah min Allah, yaitu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan cara memohon petunjuk kepada Allah lewat shalat. Tidak salah bila istikharah itu bersifat spiritual, yakni usaha yang sepenuhnya bersifat rohaniah. Soal istikharah ini, kanjeng nabi Saw bertutur, “Apabila salah seorang di antara kalian berniat melakukan suatu urusan, hendaklah dia shalat dua rakaat yang bukan fardlu kemudian hendaklah dia berdoa". Berdasarkan hadits ini, Imam Nawawi berkomentar, bahwa “ shalat istikarah disunnahkan di segala kondisi”. Pendapat senada juga dilontarkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab fathul Bari.

Tapi, berdasarkan petunjuk nabi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa istikharah dilakukan dengan shalat sunnah dua rakaat di malam hari. Sejatinya, persoalan waktu pelaksanaan shalat istikharah itu dilakukan pada malam hari atau siang hairi tidaklah menjadi permasalahan yang cukup besar. Karena jika ditilik hadits tersebut, Kanjeng Rasul Saw. tidak menjelaskan waktu, dan bahkan tidak mencantumkan nama shalat itu sebagai shalat istikharah. Penamaan istikharah itu muncul dari istilah ulama bukan dari Rasulullah Saw. Jadi, shalat itu hakekatnya adalah shalat sunnat mutlak yang tidak memiliki waktu penetapan dalam pelaksaannya. Kemudian berubah menjadi istikharah karena terkait dengan hajat (keperluan) hamba terhadap Rabb-nya dalam memilihkan jawaban terbaik dari persoalan yang dihadapinya. Dapat dikatakan, bahwa shalat istikharah nyaris sama dengan sholat hajat yang pada dasarnya tidak memiliki waktu penetapan pelakasaannya.

Adapun tata cara shalatnya tidak jauh berbeda dengan shalat sunnah lainnya. Perbedaannya hanya terletak ketika selesai shalat, orang yang bersangkutan disuruh membaca doa istikharah yang intinya berisi permohonan kepada Allah Swt., agar ia diberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan jangka pendek (dunia) maupun jangka panjang (akhirat). Berdasarkan hadits itu pula, seorang muslim, menurut Imam Syaukani, tidak boleh meremehkan sesuatu perkara dan mengabaikan istikharah. Kenapa? Sebab, banyak sekali terjadi kasus kecil yang diremehkan atau disepelekan, namun ketika diambil atau dtinggalkan, justru menimbulkan bahaya besar di kemudian hari.

Shalat istikharah sangat penting untuk dilakukan karena pilihan manusia acapkali bersifat subjektif dan terkadang tak terlepas dari dorongan nafsu. Sehingga, pilihan manusia seringkali mencewakan dan menimbulkan kekesalan. Dapat dipahami jika manusia kadang membenci sesuatu yang baik dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Dalam hal ini, al-Qur an mensitirnya dalam surat Al-Baqarah ayat 216: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetauhi, sedangkan kamu tidak mengetauhi”.

Sebagai petunjuk dari Allah, pilihan melalui istikharah akan memberikan keyakinan yang amat kuat dan mantap. Tak salah, jika jawaban dari istikharah yang dilakukan seseorang kadang bisa munculnya satu keyakinan yang mantap dalam diri, yang memotivasi diri untuk mengambil keputusan dari permasalahan yang tengah dihadapi. Boleh jadi, jawaban dari istikharah juga bisa muncul lewat suatu mimpi. Perlu diketauhi, bahwa mimpi itu ada tiga macam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘alaih disebutkan, bahwa jenis mimpi yang pertama adalah mimpi baik, yaitu suatu kabar yang menyenangkan dari Allah. Kedua, mimpi yang menyedihkan atau menakutkan yang datangnya dari setan. Dan ketiga, mimpi yang timbul karena ilusi angan-angan atau khayalan manusia belaka. Meski demikian, jawaban Allah adalah hak priogatif Allah yang tidak dapat ganggu gugat. Oleh karena itu, yang perlu menjadi titik tekan disini adalah bahwa seseorang melaksanakan shalat istikharah, semata-mata menyerahkan urusan yang dipilih itu kepada Allah, akan mendapatkan bimbingan Allah sehingga segala urusan hanya kepada Allah semata. Sebab, jika pilihan itu plihan terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang itu dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya, maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang itu kepada kebaikan sesuai dengan izin-Nya.

Untuk itu, shalat istikharah harus dilakukan dengan niat ikhlas mengharapkan keridhaan Allah dan dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Sebab, kalau istikharah yang dilakukan itu sepenuhnya hanya untuk Allah Swt. dan mendekatkan diri kepada-Nya, niscaya Allah Swt. akan memberikan bimbingan dan petunjuk bagi seorang hamba yang berserah diri sepenuhnya. Tak salah, jika shalat istikharah menjadi media mohon petunjuk bagi seseorang saat ia dihadapkan pada kebimbangan dalam memilih.


Penulis adalah mahasiswa universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Faklultas Syariah Islamiyah, Tingkat IV dan kontributor tulisan hikmah CyberMQ.com

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog