Sabtu, 01 Agustus 2009

Mengapa harus ber-Madzab??

Negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan sebagaimana orang orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,

Kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain, hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.


memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.

misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.

demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,

karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.

Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, aku bermadzhabkan maliki, maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkun wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.

Demikian contoh kecil dari kebodohan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas..

dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,

demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.

Tidak sah mengikuti madhabku(syafii) sebelum mengetahui dalilnya dari alquran atau hadits.
ucapan itu adalah untuk murid murid beliau yg sudah mencapai derajat para hujjatul islam (yg hafal lebih dari 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matan), dan juga Alhafidh (yg sudah hafal lebih dari 100.000 hadits berikut sanad dan hukum matan), dan mereka mereka itulah yg dimaksud oleh imam syafii.

bukan kita yg dimasa kini hanya bisa menemukan sisa sisa hadits yg tak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, bagaimana kita bisa mengetahui dan menghukumi fatwa beliau jika 90% hadits sudah tidak ada lagi dimuka bumi ini?

Imam Ahmad bin Hanbal ia hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, ia adalah murid Imam syafii, demikian imam imam dimasa itu, tentunya Jutaan hadits yg ada dimasa itu kini sudah sirna,

hadits yg ada masa kini jika dikumpulkan semua riwayat dan sunan, kurang hanya dari 100.000 hadits berikut sanadnya.

maka kita lebih aman mengikuti fatwa fatwa mereka yg telah jelas dimasa itu,

ringkasnya, mana yg kita pilih, fatwa mereka dimasa adanya Jutaan hadits, atau fatwa mereka yg dimasa hanya ada puluhan ribu hadits?

tentunya kita memilih menelan fatwa mereka yg terdahulu, daripada fatwa yg dimasa yg mengandalkan sisa sisa hadits saja.

dan dibawa imam syafi terdapat belasan para Hujjatul Islam yg bermadzhabkan syafii, dan ribuan pakar hadits dan huffadh, hingga madzhab syafii menjadi madzhab terbesar dari madzhab lainnya

dan berkata Imam Ahmad bin Hanbal bahwa tidak pernah kulihat orang yg lebih ingin mengikuti sunnah melebihi Imam Syafii.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Subhanallah lebih baik kita hentikan saling menghujat apalagi menfitnah sesama muslim. Kita hidup di jaman ini bukan masa lalu. Kita ambil saja yg positif dari wahabi yaitu semangat untuk kembali ke ajaran rosulullah dan Allah mentakdirkan wahabi ada pasti memiliki tujuan agar kita kembali ke ajaran islam yg sebenarnya meskipun caranya yg memang mungkin salah. Dan jujur seandainya dlm sejarah tak ada wahabi kita semua kemungkinan akan lupa ajaran islam yg sebenarnya masyarakat awam terbelenggu kultus dan pemahaman salah thd ritual diluar ajaran rosul yg sudah memjadi budaya. Allah mentakdirkan sesuatu pasti mempunyai maksud. Stop hujat dan fitnah hentikan makan daging saudara muslim sendiri. Yg jelas sesat itu ahmadiyah

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog