Sabtu, 02 Mei 2009

Habib Mukhsin bin Muhammad bin Sholeh Al-Hamid

Aktor Spesialis Dialek Arab

Salah satu habaib yang terjun ke dunia sinetron yakni Habib Mukhsin bin Muhammad Al-Hamid. Dia banyak berperan dalam sinetron dengan spesialis dialek Arab
Ada beberapa habaib yang terjun ke dunia sinetron dan entertaiment (hiburan) lainnya. Salah satu yang satu ini sering muncul di beberapa sinetron televisi dengan spesialis aksen dialek bahasa Arab. Dialah Habib Mukhsin bin Muhammad bin Sholeh Al-Hamid. Dia masih terhitung cucu dari Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid (Habib Sholeh Tanggul).
Awal terjun ke dunia Sinetron sebenarnya tidak sengaja. Suatu waktu ia didatangi oleh artis yakni Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi (alm), teman dekatnya. Almarhum yang biasa dipanggil Bahubus, pada waktu itu sedang kesulitan untuk memerankan karakter seorang dosen yang beraksen Arab. Nah, rupa-rupanya Habib Mukhsin yang pintar beraksen bahasa Arab dengan bahasa Indonesia ini kemudian dimintai tolong untuk mengajari aksen bahasa Arab.
Dengan senang hati lalu Habib Mukhsin mengajari Habib Ahmad belajar aksen bahasa Arab (dialek Arab). Pas waktu diambil gambar (syuting), rupa-rupanya Habib Ahmad sifatnya pemalu, pendiam dan tidak terbiasa di depan orang banyak sehingga berantakan aksennya. Akhirnya, Habib Mukhsin diminta oleh sang sutradara untuk memberi contoh, dengan dialek Arab. Rupa-rupanya sang sutradara tertarik dengan gaya dan aksen Arab yang ia tampilkan, akhirnya ia diminta untuk memerankan tokoh dengan gaya dan dialek Arab.
Mulai tahun 2003 itulah, ia kemudian sering tampil di beberapa sinetron, seperti Gado-Gado Betawi, Tidak diterima Bumi, Laila Majnun, Darah Pelet, Ikhlas, Ridha Ibu, Penghulu, Taubat, Berkah Bismillah, Mayat Yang Teraniaya, Jalan Keadilan, Mutiara Hati, Kampung Dangdut, Si Miskin Bercinta, Firasat , Kampung Baur dan lain-lain. Berbagai peran sudah ia lakoni, mulai dari seorang dai, guru, pak RT dan kebanyakan degan dialek Arab. Ia juga ikut dubbing vokal untuk iklan radio seperti Honda Jazz, Olie Aspira, Pusat Grosir Tanah Abang dan beberapa iklan radio lainnya.
Habib yang satu ini lahirkan di Tanggul, Jember pada tahun 1954.Dia putra kedua dari 13 bersaudara pasangan Habib Muhammad bin Sholeh Al-Hamid dan Syarifah Aisyah bin Mukhsin bin Abdullah Al-Hamid. Sewaktu kecil, ia sempat belajar mengaji dengan KH Mas Hanan (alm) seorang ulama yang tinggal di Jember dan juga dengan ulama serta habaib yang ada di sekitar kediamannya.
Dalam hal pendidikan, Habib Mukhsin dari pendidikan dasar sampai menengah atas ditamatkan di Jember tahun 1975. Sedari kecil, ia mengaku mendapat kebebasan dari kedua orang tuanya, bahkan cenderung nakal sebagaimana masa-masa muda sehingga ia tidak sempat ikut mengaji dengan sang kakek, yakni Habib Sholeh Tanggul. "Saya dulu banyak dimanja, seperti dianak-emaskan. Sehingga kalau Habib Sholeh mengaji sehabis shalat Ashar, kita (cucu-cucunya) tidak ikut mengaji termasuk saya. Setelah beliau meninggal, saya baru menyesal," katanya.
Belajar
Alamiah
Sedari muda ia memang sudah senang dengan dunia kesenian. Sejak lepas dari SMA ia merasa banyak kebebasan dan mempunyai bakat. Ia pernah ikut menyanyi dan lumayan berprestasi, utamanya lagu-lagu keroncong.
Setelah sang Abah meninggal (Habib Muhammad –red), ia diperintahkan menghadap Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf (Tebet). "Pergilah ke Jakarta dan duduk kamu dengan Habib Ali, sebagai ganti Abah," demikian pesan terakhir sang Abah kepadanya.
Pada tahun 1993 ia kemudian berangkat ke Jakarta dan menemui Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf yang merupakan salah satu murid kesayangan dari Habib Sholeh Tanggul. Ia kemudian tinggal di rumah KH. Hasan Muhajar, yang di kemudian hari menjadi mertuanya.
Awal terjun ke dunia entertaiment dan hiburan, ia banyak sekali mendapat pertentangan dari lingkungan keluarga dan teman-temannya, dengan alasan mempermalukan habaib. "Setelah saya jelaskan dengan baik-baik, akhirnya banyak mendukung. Karena saya terjun ke dunia sinetron ini juga mengemban misi dakwah, walaupun tidak secara langsung," jelas suami dari Hj Kholilah binti KH Hasan Muhajar ini kepada alKisah.
Habib yang satu ini memang unik, walau tidak berlatar pendidikan seni peran ia mempunyai semangat belajar yang tinggi dengan berguru kepada artis-artis yang lebih senior. Memang belajar dengan senior-senior atau artis berpengalaman bukan tanpa tantangan. Pernah ia dihina dan dicaci maki oleh artis senior karena bertanya tentang karakter orang, "Kamu ini gimana mau duitnya saja, peranan saja tidak tahu. Belajar sendiri sana, enak saja. Mau bayar berapa kamu? Honormu itu tidak cukup untuk membayar saya," kata aktor kawakan kepadanya. Sejak itulah ia justru semakin termotivasi untuk belajar dengan serius.
Sekitar tahun 2005 ia kemudian belajar secara serius dengan A Rafiq."Beliau orang yang baik dan banyak mengajarkan banyak hal tentang karakter dan peran," katanya. Selain itu ia juga belajar dengan aktor senior, ia juga belajar secara otodidak dengan mengamati karakter orang di berbagai tempat yang ia kunjungi. "Saya sering jalan, melihat keadaan dan karakter orang di pasar, di jalan dan di mana-mana. Saya perhatikan orang yang lalu lalang dan perhatikan orang yang buru-buru sampai karakter orang yang sedang marah dan serius, " katanya.
Saat belajar secara alami, ia tak segan-segan mendatangi beberapa tempat lotere. "Saya hadir di tengah-tengah mereka dan memperhatikan muka-muka penipu. Pernah juga saya membeli bunga-bunga palsu yang dijual oleh penjual bunga. Saya tahu itu bunga palsu, saya ajak omong dia dan saya beli, walau agak mahal. Saya perhatikan muka sang penjual. Saya banyak belajar dengan alam dan juga bertanya dengan sutradara-sutradara atau pemain yang lebih senior," jelasnya lagi.
Ada beberapa misi dakwah yang bisa dimasukan dalam berbagai dunia peran seperti sinetron, walau dirinya sebagai pemain. Ia pun terkadang memberikan ide-ide kreatif pada naskah-naskah skenario agar bisa berisi nilai-nilai pesan spiritual. Misalnya, ketika ingin memberikan pesan mengembalikan fitrah ibu kepada seorang anak. "Seperti di suatu peranan, saya berperan sebagai bapak seorang anak yang bengal. Rupanya anak saya ini ibunya sudah meninggal. Sehingga sejak kecil anak saya itu minum susu kaleng tidak pernah menyusu dengan ibunya," kata bapak 3 anak (2 putra, 1 putri).
Ia lalu melanjutkan, "Mungkin ini anak kurang menyusu dengan ibunya sehingga anak ini menjadi bengal. Mungkin nurutnya sama sapi, karena ia menyusunya dengan sapi (susu kaleng-red)," katanya dengan dialek Arab sambil tertawa.
Selain menyisipkan pesan dakwah dalam peran-peran yang dilakoninya, ia juga dengan sesama artis sering saling menasehati. Kalau dirinya melihat artis-artis pergaulannya sudah terlalu dekat, ia sering menasehatinya untuk segera menikah. "Alhamdulillah, sudah beberapa artis saya nikahkan di sini. Kalau ada artis yang sudah terlalu dekat dan sering pacaran. Saya undang ke rumah dan saya nasehati untuk segera menikah," katanya.
Memang, tidak semua artis separah yang dibayangkan oleh banyak orang atau sering digosipkan oleh berita-berita yang ada. Tidak semua artis berkelakuan bebas, amburadul dan di luar batas-batas moral. "Banyak artis juga yang luar biasa ibadahnya. Saya sampai terkagum-kagum dengan beberapa artis. Walau sudah punya nama besar, mereka rajin beribadah," terangnya.
Menurutnya, justru orang-orang yang belum punya nama (pemain figuran) itulah yang sering membuat berita yang sensasional dan bombastis dengan kisah-kisah yang amoral. "Kalau artis yang sudah punya nama, justru mereka lebih menjaga dirinya (imej) dibanding dengan popularitas. Semakin ia punya nama, ia semakin menjaga diri," lanjutnya.
Sinetron
Religius
Habib Mukhsin walaupun banyak terjun di Sinetron, ia mengaku banyak memilih peran-peran yang sesuai dengan ajaran Islam. Ketika sinetron religius sedang booming dan terkesan asal-asalan, ia selektif menerima peran. "Saya harus membaca skenarionya dahulu. Lihat dulu jalan ceritanya. Kalau masih bisa dikompromikan (disesuaikan) saya terima. Tapi, kalau di dalam cerita itu merugikan umat atau di luar ajaran agama Islam, pasti saya tolak," tegasnya.
Ia mengaku prihatin dengan banyak sinetron religius yang cara penyampaiannya terlalu kasar. Sehingga umat Islam sebenarnya banyak dirugikan. "Sepertinya umat Islam ini jahat. Ada orang yang berbuat jahat, lalu matinya atau di akhir hayatnya su’ul khatimah ditampakan secara fisik, seperti matinya banyak luka-luka, dikerubung semut, kuburannya ada ular, banjir dan banyak yang matinya macam-macam lagi. Itu yang rugi siapa? Umat Islam. Begitu jahatnya umat Islam, ditampakkan di televisi. Apakah bisa dilihat dari umat yang lain, saya belum pernah lihat," tegasnya.
Dia berharap, ke depan tayangan sinetron yang berbau gaib dan religius itu harus sesuai ajaran Islam. "Banyak orang-orang yang membuat sinetron semacam itu tidak berdasarkan kitab. Tapi rekayasa. Ini saya sangat tidak setuju, karena yang dirugikan sebenarnya umat Islam sendiri. Betapa jahatnya umat Islam digambarkan dan ditunjukkan (dibuka) aibnya di televisi. Padahal yang dibuka aibnya itu adalah saudara kita. Padahal Allah SWT mengajarkan agar menutup aib saudaranya di dunia," ujarnya.

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog