Sabtu, 02 Mei 2009

Habib Segaff bin Hasan bin Ahmad Baharun

Sang Penulis Produktif dari Raci

Terdorong niat untuk mempermudah ajaran Agama Islam, Habib Segaff bin Hasan Baharun mulai produktif menulis buku. Buku-buku yang ditulisnya berkaitan dengan persoalan-persoalan kekinian mulai dari ibadah, syariah muamalah yang kesemuanya dicetak dari Pesantren Darullughah Wadda’wah, Raci, Pasuruan

Tercatat sudah tujuh buku telah dirampungkan dalam waktu relatif singkat, kesemuanya dicetak oleh percetakan Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah, Raci Pasuruan. Kebetulan di pesantren ini juga mempunyai percetakan sendiri. ”Saya yakin, kalau kita buat kitab dagang dunia akhirat. Kadang-kadang dibawa oleh anak-anak santri dan dibayar. Kalau dibayar kan dapat dunia-akhirat. Kalau tidak dibayar dapat akhirat saja,” kata Habib Segaff bin Hasan Baharun kepaada alKisah membuka perbincangan.

Memang buku-buku yang dikarang oleh Habib Segaff bin Hasan Baharun ini bukan untuk bahan rujukan. “Kebanyakan ditujukan untuk orang awam. Dimana orang tidak punya waktu lagi untuk belajar (taklim).”

Buku-buku yang dirampungkannya antara lain: Probematika Haid dan Permasalahan Wanita, Bagaimana Anda Membagikan Harta Warisan dengan Benar?, Bagaimana Anda Shalat dengan Benar?, Bagaimana Anda Menunaikan Puasa dengan Benar?, Bagaimanakah Menunaikan Zakat dengan Benar?, Bagaimanakah Menunaikan Haji dengan Benar? dan Tuntunan Bagaimana anda Menikah.

“Saya dalam membuat buku-buku ini dimaksudkan untuk mempermudah. Memang, buku-buku saya bukan untuk kalangan intelektual, namun kalangan orang awam,” demikian kata pengasuh Pondok Pesantren Putri Darullughah Wadda’wah, Raci ini sekali lagi.

Kadang-kadang, lanjut Bapak 4 putra ini dirinya prihatin sekarang ini banyak orang melakukan suatu ibadah (syariat) tetapi tidak dilandasi ilmu. “Bagaimana Allah SWT akan menerimanya? Coba dibuka di kitab-kitab kuning? Tidak ada satu ulama pun yang mengatakan, ‘Seseorang melakukan suatu syariat agama kecuali dilandasi dengan ilmu’,” katanya dengan nada prihatin.

Lebih jauh, Habib Segaff menyatakan kalau keadaan umat Islam sekarang seperti yang telah digambarkan oleh Nabi SAW, manusia sekarang dalam keadaan sakratain (mabuk), mabuk dalam kebodohan. Yang terpenting dari orang-orang jaman sekarang kebanyakan orang memikirkan dunia. Orang tidak pernah mementingkan ibadahnya, apakah sudah sesuai dengan syariat? “Oleh karenanya, saya melihat umat mabuk dalam kebodohan dan dunia, itu yang membuat orang jauh dari agama. Itu yang membuat saya punya pikiran menulis dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami. Sehingga mereka mudah membacanya dan memahaminya,” katanya.

Habib Segaff lebih jauh menyatakan keprihatinnya atas banyaknya buku-buku yang beredar, namun isinya jauh dari ajaran agama. “Gimana lagi sekarang ini? Padahal kitab-kitab sekarang punya liberal, yang isinya merusak umat. Judulnya memang luar biasa, padahal isinya keduniaan semata. Yang dibutuhkan masyarakat sekarang adalah kitab-kitab sebenarnya adalah kitab-kitab ibadah syariat. Sebab dengan ibadah yang dilandasi dengan ilmu, nanti semuanya akan gampangkan oleh Allah SWT.”

Oleh karena itu, lanjutnya, sekarang waktunya ummat Rasululah SAW yang berpredikat amar ma’ruf nahy munkar untuk secara bersama-sama mengajak kepada kaum muslimin agar kita sekalian masuk dalam golongan kaum yang beruntung. “Yang punya ilmu dengan ilmunya, yang punya jabatan dengan jabatannya, yang punya harta dengan hartanya, yang punya kekuatan dengan kekuatannya dan yang punya doa dengan dengan doanya. Jadi yang bisa kita lakukan sebagai umat Rasulullah SAW adalah dengan membuat buku yang sekiranya mudah diterima umat dan umat gampang memahaminya,” kata Bapak 4 putra laki-laki semua itu lebih lanjut.

Sang penulis

Habib Segaff bin Hasan bin Ahmad Baharun adalah putra kedua dari Habib Hasan Baharun, pendiri pondok pesantren Darullughah Wadda’wah, Raci Pasuruan. Ia lahir pada 7 juni 1974. Mengawali pendidikan agama di Darullughah Wadda’wah, Bangil Pasuruan yang diasuh oleh sang ayah, Habib Hasan bin Ahmad Baharun dari tahun 1981-1994. Ia juga mengikuti pendidikan umum dari sekolah dasar sampai SMA. Sempat ia membantu pendidikan di pondok selama dua tahun.

Baru kemudian melanjutkan pendidikan ke Ribath Madinah yang diasuh oleh Habib Zein bin Smith dari tahun 1994-1998. Sebenarnya ia yang akan diberangkatkan ke tempat Habib Umar Al-Hafidz (Darul Mustofa), tapi yang dipilih adalah kakaknya yakni Habib Shodiq.

Selama di Mandinah, ia merasakan kesan yang mendalam. Apalagi di tempat Rasulullah SAW pernah hidup dan dimakamkan. Ayahandanya pernah berpesan sebelum berangkat ke Madinah, “”Kamu lakukan dua hal, pertama berbaktilah dengan guru kamu. Dalam bakti pada ulama selama satu jam itu lebih baik dari belajar selama satu tahun. Yang kedua, kamu bersihkan hati. Karena hati yang sudah bersih hatinya, maka orang itu sudah siap menerima ilmu pelajaran,” kata Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

“Itu luarbiasa dan terkesan betul. Kita bisa mengamalkan sunnah di tempat sumbernya sunnah. Kita merasa benar-benar teristimewakan dengan ada di tempat itu. Ada suasana ruhani yang berbeda, dengan di tempat lain, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, ’Keberkahan kota Madinah itu lebih bila dibandingkan dengan kota Mekkah dan kota-kota yang lainnya’,” katanya.

Kalau di Madinah, ia memperdalam ilmu fiqh (ibadah, syariah dan muamalat), ilmu alat (nahwu, shorof, balaghah) dan tasawuf. Ia berguru dengan Habib Zein bin Smith dan habaib lainnya seperti Habib Salim Asy-Syatiri, Habib Muhammad Al-Hamid, Habib Abdullah Ba’bud, Habib Abdullah Al-Masyhur, Syeikh Muhammad Fal As-Sinkili dan lain-lain

Mengenai sosok Habib Zein bin Smith, ia sangat terkesan. ”Kita belajar di Ribath tak pernah keluar. Beliau adalah seorang alim yang sejati. Orang yang mengamalkan dengan ilmunya. Habib Zein, semua waktunya dipenuhi dengan amal ibadah. Kalau tidak mengajar, beliau berdzikir. Saya lihat, kalau di mobil beliau berdzikir, sambil menunggu orang, sambil berjalan, waktu luangnya banyak diisi dengan banyak berdzikir.”

Habib Zein seorang pendidik yang dzahir dan bathin. Dan muthalaah ilmu dari kitab justru banyak diperoleh lewat mimpi. “Kadang beliau menyuruh untuk membaca kitab-kitab tertentu dalam mimpi.”

Yang mengesankan dari Habib Zein adalah beliau tidak mau tunduk dengan orang-orang kaya dan pejabat. Ilmu adalah di atas segalanya. “Sekarang kita lihat ulama, dikejar-kejar oleh dunia, tapi dia tidak mau, maka makin dikejar-kejar oleh dunia. tapi mereka-mereka yang berangkat dari pagi kerja sampai malam tapi belum selesai. Tapi berkat agama Allah, kalau kalian bantu agama ini, pasti Allah akan bantu kalian. Di sini kita mulya, apalagi di akhirat nanti.”

Ada satu kenangan yang tak terlupakan, karena putra–putra dari Habib Hasan Baharun telah dianggap anak oleh Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani. Jadi kalau dirinya ke Mekkah ia menginap di kediaman Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani dan sekaligus bertabarukan. “Kadang bisa sebulan. Kalau Abuya datang ke Madinah, ia dipanggil disuruh hadir di majelisnya bahkan sampai kebutuhan kita pun diperhatikan.”

Sepulangnya dari Madinah, ia banyak mengurusi pondok putri dan membatu pondok putra. Di pondok putra ia mengajar masalah fiqh, faraid, fikrunnisa, dan lain-lain. “Kita ini ulama yang mengurusi banyak umat, banyak kita saksikan yang masuk partai. Kasihan umat,“katanya dengan nada penuh prihatin.

Habib Zein juga pernah berpesan kepadanya ketika akan pulang ke Indonesia, “Ya Segaff, jangan pernah engkau berhenti belajar. Belajarlah dengan tetap dengan guru-guru kamu dahulu. Kamu belajar lagi kepada mereka.”

Akhirnya ia sepulangnya dari Madinah, selain mengajar ia juga masih belajar lagi dengan guru-gurunya seperti Ustadz Qaimudin Abdullah, KH Asrori, Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad Assegaf dan lain-lain. Dalam menuntut ilmu ia merasa kurang dan terus ingin menuntut ilmu. Ia teringat pesan sabda Rasulullah Saw dimana beliau berdoa dengan sangat terkenal, ”Robbi zidni ‘ilma, warzuqni fahmah (Ya Allah tambahkanlah ilmu dan riqki hamba).

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog