Habib Alwy bin Salim Alaydrus
Sangat Merakyat
Banyak kalangan mengenal salah seorang habaib yang begitu arif, sederhana dan merakyat. Dialah habib Alwy bin Salim Alaydrus, dari kota Malang, Jawa Timur
Dakwah Habib Alwy bin Salim Alaydrus begitu merakyat. Ia tidak pernah memilah-milah pengundangnya, sekalipun yang mengundang adalah masyarakat kecil yang ada di pelosok kampung.
Habib Alwy adalah figur yang akrab dengan akhlaqul karimah. Apabila bertemu dengan muslim, beliau senantiasa menebar salam lebih dahulu. Dengan siapa pun beliau selalu berkomunikasi dengan tutur kata yang halus dan sopan, bahkan sering kali tutur katanya membuat hati yang mendengarkan menjadi tenang. Sikap yang lemah lembut dan rendah hati senantiasa menghiasi hari-harinya. Tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai Bapak anak yatim, kasih sayang dan kepedulian kepada mereka sangat kental dengan pribadi Habib Alwy.
Keluhuran akhlaq dan keluasan ilmunya mampu melunakkan hati semua orang, kafir sekalipun. Suatu saat ada seorang non-muslim keturunan Tionghoa bertandang di kediaman beliau guna mendiskusikan ajaran agama Islam. Dengan ramah dan senang hati Habib Alwy menemuinya dan mengajaknya berkomunikasi dengan tutur kata dan akhlaq yang luhur.
Mendengarkan penjelasan dan petuah-petuahnya orang tersebut tercengang dan terkesima. Seketika ia memantapkan hati menyatakan diri memeluk agama Islam.Dalam urusan mengajar dan berdakwah Habib Alwy senantiasa berada di barisan terdepan. Sakit, hujan ataupun sedikitnya yang hadir dalam majlis beliau, semuanya tak mengurangi sedikitpun semangat bahkan keikhlasannya dalam mengajar dan berdakwah.
Suatu ketika Habib Alwy mengajar di desa Gondanglegi Malang. Dalam perjalanan menuju desa tersebut hujan turun sangat lebat. Melihat kondisi demikian, salah seorang murid beliau yang menyertainya ketika itu mengusulkan agar majlis tersebut ditunda. Namun tidak demikian dengan Habib Alwy, karena beban dan tanggung jawab sebagai pengemban risalah nabawiyah, beliau tetap konsisten. Ironisnya, ketika sampai di tempat, ternyata yang hadir saat itu hanya segelintir manusia.
Meskipun demikian Habib Alwy tak patah semangat. Bagi Habib Alwy, apalah artinya semangat jika tanpa disertai keikhlasan. Pernah Habib Alwy diundang ceramah di wilayah Sukorejo. Beliau berangkat tidak dijemput dengan mobil mewah layaknya para muballigh lainnya. Tapi beliau hanya dijemput oleh salah seorang utusan panitia. Namun, dengan landasan ikhlas yang tinggi dan ditopang semangat juang yang gigih, beliau berangkat ke Sukorejo hanya dengan mengendarai oplet, demi misi syiar Islam.
Kesederhanaan memang tersirat dalam diri Habib Alwy. Memang untuk urusan mengajar beliau bukan tipe ulama yang perhitungan. Di mana dan kapan pun selagi tidak ada udzur syar’i. Siapapun orangnya yang meminta sampai harus naik apa, beliau bersedia hadir. Tidak jarang beliau diundang oleh orang miskin, di pelosok desa yang penuh rintangan, naik dokar sekalipun Habib Alwy menyanggupinya.
Hampir setiap sore terutama hari kamis Habib Alwy memberikan pengajian di masjid Jami’ Malang. Takmir masjid tidak menyediakan mobil jemputan untuk Habib Alwy. Untuk itu beliau rela pulang pergi dari rumah ke masjid dengan naik becak.
Da’wah Habib Alwy melegenda ke segenap lapisan masyarakat. Mereka mengenal sosok Habib Alwy sebagai ulama’ yang memiliki kepribadian yang santun dan bersahaja. Maka tak heran jika beliau memiliki pengaruh kuat yang membuahkan hasil perubahan dan peningkatan. Keberaniannya dalam menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil mampu menembus dinding baja ruang kerja para pejabat pemerintah. Ketika ada di antara mereka yang bertindak semau gue tanpa mengindahkan syariat agama islam, beliau tidak segan-segan menegurnya.
Demi misi dakwah, Habib Alwy sanggup merelakan segalanya. Dalam hidupnya beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Lebih-lebih ketika berdakwah di pedesaan, beliau membawa makanan sendiri dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Hampir setiap hari, dalam pengajian yang beliau gelar di kediamannya, Habib Alwy menjamu para santrinya. Belum lagi ketika beliau mengadakan pengajian secara mendadak, maka beliau tidak segan-segan untuk merogoh koceknya sendiri demi langgengnya dakwah islamiyah.
Begitu ramah dan supelnya Habib Alwy, sehingga tukang becak atau pengemis
sekalipun tidak merasa sungkan bertamu kepada beliau. Lebih heran lagi, Habib Alwy tidak pernah membeda-bedakan tamunya, ini pejabat, ini tukang becak dan sebagainya. Beliau menghormati semua tamunya dengan pelayanan yang proporsional. Sebagai tuan rumah beliau tidak segan-segan mengeluarkan sendiri hidangan untuk tamunya.
Suatu ketika ada seorang pengemis bertamu kepada Habib Alwy. Kala itu beliau sedang istirahat siang sementara beberapa santrinya berjaga-jaga di serambi rumah beliau. Rupanya sang pengemis tersebut bersikeras ingin bertemu sang Habib
sekalipun para santri tidak mengizinkannya. Namun akhirnya pun sang pengemis angkat kaki dari rumah Habib Alwy membawa kekecewaan yang mendalam. Rupanya Habib Alwy mengetahuinya. "Tadi ada tamu pengemis ya? " tanya Habib Alwy kepada santrinya.
"Iya Bib, tapi habib sedang istirahat," jawab salah seorang santrinya.
"Kenapa tidak membangunkan saya?" Iya kalau yang datang tadi pengemis betulan, kalau ternyata Nabiyullah Khidir AS?" tegas Habib Alwy.
Habib Alwy bin Salim Alaydrus lahir di kota Malang Jawa Timur dari pasangan Habib Salim bin Ahmad dengan Hababah Fathimah. Tak heran jika kelak Habib Alwy menjadi ulama’ besar yang syarat dengan kharisma. Disamping berkah kewara’-an kedua orang tuanya, beliau sendiri, juga karena memang ibunda beliau pernah mendapat bisyarah (kabar gembira) di kala mengandungnya.
Sejak kecil Habib Alwy telah menunjukan kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu. Menuntut ilmu beliau geluti tanpa mengenal lelah. "Tiada Hari Tanpa Belajar", demikianlah mungkin motto beliau semasa muda. Kapan dan di manapun beliau senantiasa belajar. Begitu penting kedudukan ilmu agama di mata Habib Alwy, hingga akhir hayatpun beliau senantiasa setia merangkulnya.
Habib Alwy lebih banyak belajar kepada Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih, pendiri Pondok Pesantren Darul Hadits, Malang. Seorang ulama terkemuka yang mendapatkan sanjungan dari salah seorang maha gurunya Habib Alwy bin Abdullah bin Syihab, "Wabilfagiihi fil fighi kal adzro’i, wa fittashowwufi wal adabi muttasi’i". Marga bilfagih (Habib Abdul Qodir) dalam bidang fiqh bagai Imam Adzro’i dan dalam ilmu tasawuf serta kesusastraan bak lautan yang tak bertepi.
Habib Alwy meninggal pada tahun 1995 M dan dimakamkan di pemakaman Kasin Malang di sebelah utara kubah maha gurunya Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih. (Aji Setiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar