KASIH sayang Mukim bersumber dari rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Seorang mukmin adalah sosok manusia yang berjiwa kasih sayang, karena idealismenya adalah berbudi (berakhlaq) dengan akhlaq-akhlaq Allah Subhanahu Wata’ala.
Di antara akhlaq-akhlaq ilahiyah adalah (rahmat) kasih sayang yang meliputi segala-galanya, meliputi kafir dan mukmin, orang baik dan jahat, meliputi juga dunia dan akherat.
Rasulullah dengan rasa rahmat ini memperlakukan sahabat-sahabatnya dan dalam berbagai kesempatan beliau beliau selalu menanamkan rasa kasih sayang ini (rahmat) kepada sahabat-sahabatnya.
Pada suatu hari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) berjalan bersama para sahabatnya menelusuri perkampungan di kota perkampungan di kota Madinah. Dalam perjalanan itu Rasulullah bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggendong dan menyusui anaknya.
Melihat itu Nabi berkata kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mengira bahwa ibu itu sampai hati melemparkan anaknya ke api neraka? Mereka menjawab, "Tidak-tidak, tidak mungkin dia melemparkan anaknya ke api neraka". Nabi bersabda, "Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya walaupun dibandingkan dengan kasih sayang ibu kandung kepada putranya ini." (HR. Bukhari)
Nama-nama (sifat) Allah yang paling populer setelah nama (Allah) adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang artinya adalah pengasih dan penyayang. Seorang mukmin selalu memulai membaca nama ini, bismillaahirrahmaanirrahiim setiap kali membaca al-Qur'an sebab sebanyak 113 suratnya dimulai dengan kata tersebut.
Kita sendiri selalu mengulangi dua nama ini dalam shalat-shalat wajib tidak kurang dari 34 kali setiap hari. Kedua nama mulia ini, memiliki inspirasi kuat pada jiwa seorang mukmin untuk mengambil bagian dari nama-nama mulia ini.
Imam Ghazali dalam mengomentari nama-nama Allah yang mulia ini dalam kiabnya "Almaq Sadul Asma'" mengatakan "Seorang hamba yang mengambil bagian dari sifat ini adalah merahmati (menyayangi) hamba-hamba Allah yang lalai, agar sadar dan kembali pada jalan Allah dengan cara memberi nasihat, penuh kelembutan tidak dengan kekerasan, melihat pada pelaku kemaksiatan dengan pandangan kasi sayang tidak dengan pandangan yang menyakitkan, melihat pada setiap maksiat yang berlangsung di alam ini sebagai musibahnya juga. Sehingga segera berusaha untuk menghilangkannya sesuai dengan kemampuannya, sebagai rasa rahmat kepada pelaku maksiat tersebut, agar terhindar dari murka Allah Subhanahu Wata’ala. Ia tidak membiarkan seorang melarat namun membantunya sesuai dengan kemampuannya. Ia selalu memperhatikan orang miskin di lingkungannya. Mungkin dengan harta kekayaannya, jabatan atau memintakan bantuan kepada orang lain. dan jika semua itu tidak dapat ia lakukan, ia membantunya dengan berdo'a, ikut berduka cita, trenyuh dan terharu, seolah-olah ia ikut mengambil bagian dari musibah dan kebutuhannya itu.
Barangsiapa tidak merahmati, maka tidak akan dirahmati. Seorang mukmin yakin bahwa ia selalu membutuhkan rahmat (kasih sayang) Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan rahmat Allah inilah ia hidup di dunia dan berbahagia di akhirat. Namun juga berkeyakinan bahwa rahmat Allah tidak dapat digapai kecuali dengan merahmati masyarakat manusia.
Nabi bersabda, "Allah hanya merahmati pengasih dan penyayang dari hamba-hamba-Nya." Dalam hadits lain Nabi bersabda, "Barangsiapa tidak merahmati maka tidak akan dirahmati." Sabda Nabi yang lain, "Rahmatilah siapa saja atau apa saja yang ada di bumi, maka kalian akan dirahmati siapa saja yang ada di langit."
Rahmat orang Mukmin tidak terbatas pada saudar-saudara yang muslim saja -walaupun diutamakan- namun juga meluber kepada ummat manusia seluruhnya.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda kepada para sahabatnya, "Kalian tidaklah beriman sebelum kalian merahmati!" Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah kami saling menyayangi," mendengar itu Nabi bersabda, "Bukan kasih sayang salah seorang dari kalian kepada kawannya akan tetapi kasih sayang kepada semuanya." (HR. Turmudzi)
Memang sifat mukmin di antaranya yang disebut al-Qur'an adalah sabar dan kasih sayang.
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
“Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” [QS. al-Balad: 17]
Rahmat ini tidak hanya terbatas kepada ummat manusia tetapi juga kepada ummat-ummat lain seperti hewan-hewan. Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah mengumumkan kepada para sahabatnya seraya bersabda, "Surga dibukakan pintunya kepada pelacur yang memberi minum anjing lalu Allah mengampuninya, neraka dibukakan pintunya untuk wanita yang menahan kucing sampai mati."
Nah jika nasib orang yang menahan kucing seperti ini, maka bagaimana besarnya siksaan orang-orang yang menahan puluhan ribu anak manusia?
Pernah ada seorang datang kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dan berkata, "Saya merasa rahmat (sayang) untuk menyembelih kambing ini." Maka Nabi bersabda, "Bila engkau menyayanginya maka Allah akan menyayangimu". (HR. Al-Hakim)
Suatu hari Umar melihat seorang menyeret kambing dengan memegangi kakinya untuk disembelih, maka Umar menegur seraya berkata, "Celaka kamu! tuntunlah kambing itu menuju kematian dengan baik."
Ahli sejarah meriwayatkan bahwa Umar Ibnu Ash pada saat penaklukan negeri Mesir kemahnya dihinggapi burung merpati dan bersarang di atapnya. Ketika Umar akan meninggalkan tempat itu, ia melihat burung itu masih tetap di sarangnya yang ada di atas kemah. Maka ia tidak ingin mengusiknya dengan membongkar sarangnya, sehingga akhirnya menjadi kota 'merpati'.
Ibnu Hikan menyebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz melarang menaiki kuda tanpa ada keperluan, melarang memberi tapal kuda dari besi pada telapak kaki kuda, dan melarang mengekang kuda dengan kendali yang ketat dan berat.
Karena itulah, Rasulullah memberikan pengertian silaturrahim yang bermakna rasa kasih sayang (rahmat). Sabda beliau: "Orang yang bersilaturrahim itu bukanlah orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersilaturrahim adalah orang yang menyambung orang yang memutuskan hubungan denganmu."
Di antara sifat-sifat khusus orang Mukmin adalah berhati yang hidup, tanggap, lembut dan penuh kasih sayang. Dengan hati inilah dia berkomunikasi dengan masyarakat dan lingkungannya. Ia akan trenyuh melihat yang lemah, pedih melihat orang yang sedih, dan santun kepada yang miskin dan mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan.
Masalahnya, sering di antara kita memelesetkan perintah kasih & sayang dan rahmatan lil alamin untuk urusan akidah. Padahal, untuk urusan akidah dan nahi-munkar, seorang Mukmin diperintahkan tegas dan bukan lembek.
Allah berfirman,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Q.s. Al-Maidah [5]:54)
Walhasil, jika Rasulullah dan Islam saja menganjurkan kita
berpeliku sayang kepada binatang dan keras pada orang kafir, mengapa
kita sering tidak sayang kepada sesama Muslim, hatta, meski ia seorang yang keras sekalipun?.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar