Akhir Dinasti Fatimiyah (2)
Oleh: Alwi Alatas
PASUKAN
Amalric kemudian menyeberangi Sungai Nil untuk menghadapi pasukan
Shirkuh. Saat Amalric dan pasukannya mulai menyeberang, Shirkuh membawa
pasukannya dengan cepat ke Selatan, menyusuri Sungai Nil. Amalric dan
pasukannya segera mengejar mereka. Setelah berada cukup jauh dari Kairo,
Shirkuh menghentikan pasukannya dan mengatur strategi untuk berperang
melawan pasukan musuh. Kedua pasukan kemudian berhadapan-hadapan,
pasukan Shirkuh di Selatan dan pasukan lawan di Utara.
Shirkuh
membagi pasukannya menjadi tiga bagian: satu di bagian tengah dan dua di
sayap kiri dan kanan. Bagian tengah pasukan dipimpin oleh Shalahuddin.
Ketika pertempuran dimulai, Shalahuddin dan pasukan di bagian tengah
berpura-pura terdesak dan melarikan diri ke Selatan. Pasukan musuh
mengejar mereka dengan penuh semangat. Namun tanpa mereka sadari,
pasukan Shirkuh yang berada di sayap kiri dan kanan bergerak memutari
mereka dan tiba-tiba sudah berada di bagian utara.
Dengan
memancing musuh jauh ke Selatan Kairo, Shirkuh hendak menjauhkan musuh
dari basis kekuatan mereka di Kairo. Kini, dengan memutari musuh dan
memosisikan diri di sebelah Utara musuh, Shirkuh membuat mereka sulit
untuk melarikan diri ke Kairo.
Pada pertempuran itu, pasukan
Shirkuh dapat mengalahkan pasukan musuh. Banyak tentara Kristen
Yerusalem yang terbunuh dalam pertempuran itu. Walaupun begitu, Amalric
dan beberapa tentaranya dapat meloloskan diri dan kembali ke Kairo.
Mereka segera mempersiapkan pasukan yang baru untuk mengejar pasukan
Shirkuh di selatan. Tapi sebelum mereka sempat berangkat, mereka
mendapat kabar yang mengejutkan: Shirkuh dan pasukannya telah berada di
ujung Utara Mesir dan telah menaklukkan kota Aleksandria di tepi Laut
Tengah.
Mereka tidak menyangka Shirkuh dapat menggerakkan
pasukannya secepat itu ke Utara. Kini mereka terpaksa mengikuti rentak
yang dimainkan oleh Shirkuh. Pasukan Yerusalem dan Mesir kini bergerak
ke Utara dan mengepung kota Aleksandria dari darat dan dari laut.
Shirkuh dan pasukannya bertahan di kota itu selama sebulan. Lama
kelamaan Shirkuh dan pasukannya mulai mengalami kesulitan. Bahan pangan
semakin menipis. Mereka terkepung dan terputus hubungan dari Suriah.
Jika terus dalam posisi seperti itu, mereka tentu akan kalah.
Nuruddin
Zanki mengetahui keadaan genting sedang dihadapi oleh Shirkuh dan
pasukannya di Aleksandria, tetapi ia tak bisa mengirimkan pasukan
bantuan ke Mesir karena lokasi yang terlalu jauh. Namun Nuruddin
melakukan sesuatu yang sangat mengganggu perhatian Amalric. Ia
mengerahkan pasukannya menyerang daerah sekitar Yerusalem. Sementara
itu, pada saat yang sama Shirkuh menugaskan Shalahuddin untuk memimpin
pasukan utama bertahan di Aleksandria. Ia sendiri menerobos kepungan
musuh bersama beberapa ratus tentaranya. Mereka bergerak ke daerah
sekitar Kairo, membujuk para petani di sekitar kota itu untuk melakukan
perlawanan terhadap rezim Shawar yang telah menimbulkan banyak kesusahan
bagi mereka.
Dengan strategi tersebut, posisi pasukan Shirkuh
yang tadinya dalam keadaan terdesak di satu front kini berkembang
menjadi tiga front pertempuran: Alexandria, Yerusalem, dan Kairo.
Pertempuran yang diharapkan akan berakhir singkat oleh pihak Amalric dan
Shawar kini berubah menjadi pertempuran yang mungkin akan berlangsung
lama. Shirkuh mengirimkan surat dan memberi pesan yang jelas kepada
Amalric: pertempuran itu hanya memberikan keuntungan bagi Shawar dan
tidak memberi keuntungan bagi mereka berdua. Amalric yang berkali-kali
dibuat pening oleh rentak strategi Shirkuh yang sangat sukar ditebak
terpaksa menyetujui usulan yang diberikan oleh Shirkuh. Kedua belah
pihak melakukan gencatan senjata dan kembali ke negeri mereka
masing-masing.
Pada pertempuran babak kedua ini, Shirkuh masih
belum berhasil dalam misinya. Pertempuran itu, terutama pengepungan di
Aleksandria, juga menyebabkan Shalahuddin merasa trauma. Pengaruh
Yerusalem di Mesir menjadi semakin kuat. Upeti yang harus dibayarkan
oleh Mesir kepada Yerusalem semakin besar setelah peristiwa itu.
Bagaimanapun, Nuruddin Zanki dan Shirkuh berhasil menarik simpati
masyarakat Mesir. Penduduk Mesir tidak menyukai kerja sama Mesir dengan
Yerusalem. Upeti yang harus dibayarkan oleh Mesir sangat membebani
mereka. Khalifah Fatimiyah yang masih berusia muda juga sangat tidak
menyukai kebijakan Shawar yang merugikan kerajaannya itu.
Harapan
khalifah Fatimiyah dan masyarakat Mesir kini terpusat pada Nuruddin
Zanki. Mereka merasa hanya Nuruddin yang bisa diharapkan untuk
membebaskan mereka dari ancaman Yerusalem. Maka Khalifah Fatimiyah mulai
mengirimkan surat secara teratur kepada Nuruddin Zanki, memintanya
untuk mengirim pasukan lagi ke Mesir. Tapi Nuruddin tidak ingin
bertindak gegabah. Ia sudah mengirim Shirkuh dan pasukannya dua kali,
tapi negeri itu tidak mudah ditaklukkan, terlebih dengan adanya campur
tangan Yerusalem. Nuruddin tidak menanggapi permintaan itu dan
memutuskan untuk mengamati keadaan.
Sikap Nuruddin yang memilih
untuk bersabar sangat tepat, karena Almaric kemudian melakukan kesalahan
fatal. Pada bulan Oktober 1168 banyak peziarah yang datang dari Eropa
ke Yerusalem. Adanya tenaga baru ini membuat Amalric tergoda untuk
segera menyerang dan menguasai Mesir. Ia pun mengerahkan pasukannya
masuk ke Mesir. Kota pertama yang mereka kuasai adalah kota Bilbays.
Namun di kota ini para peziarah Eropa yang menyertai pasukan itu
melakukan tindakan yang kejam. Mereka membantai penduduk kota itu,
termasuk perempuan dan anak-anak, Muslim dan Kristen. Sikap ini jelas
sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Shirkuh dan pasukannya.
Kejadian
itu membuat penduduk Kairo bertekad untuk mempertahankan kota mereka
mati-matian. Karena jika kota itu jatuh ke tangan musuh, tentu nasib
mereka akan sama dengan penduduk Bilbays. Pada saat yang sama, Khalifah
Fatimiyah, al-Adid, mengirimkan sebuah surat kepada Nuruddin Zanki dan
mendesaknya untuk menolong Mesir. Kali ini Nuruddin bertindak cepat. Ia
memerintahkan Shrikuh untuk berangkat lagi ke Mesir. Shirkuh meminta
Shalahuddin menyertainya dalam misi ini yang diikuti dengan perasaan
enggan oleh keponakannya itu.
Perjalanan pasukan Shirkuh yang
ketiga kali ke Mesir memberikan kemenangan yang gemilang. Pasukan
Amalric sudah sempat mengepung Kairo, tetapi merasa frustasi melihat
kegigihan masyarakat Kairo bertahan. Amalric merasa khawatir pasukan
Shirkuh sewaktu-waktu akan tiba dari Suriah dan berperang melawan
pasukannya. Ia tentu tak pernah melupakan kegesitan dan kemahiran
Shirkuh dalam mengatur strategi perang. Maka pada awal Januari 1169,
sebelum pasukan Shirkuh tiba di tempat itu, Amalric menarik pasukannya
dari Kairo dan kembali ke Yerusalem.
Dengan demikian, ketika
Shirkuh dan pasukannya tiba di Kairo, musuh telah meninggalkan kota itu.
Khalifah Fatimiyah dan penduduk Mesir menyambut Shirkuh sebagai
pahlawan mereka. Shawar kemudian ditangkap dan dihukum mati. Shirkuh
ditetapkan sebagai wazir Mesir yang baru.
Shirkuh sendiri
ternyata tidak lama memerintah sebagai wazir negeri Mesir. Dua bulan
kemudian ia meninggal dunia. Shalahuddin ditetapkan sebagai wazir yang
baru. Shalahuddin kelak menghapuskan Kekhalifahan Fatimiyah pada tahun
(1171), meneruskan kepemimpinan Nuruddin Zanki (1174), mendirikan
Dinasti Ayyubiyah, dan membebaskan Yerusalem dari tangan orang-orang
Frank (kekuatan salib) (1187).*/Kuala Lumpur, 20 Ramadhan 1432/ 20 Agustus 2011
Daftar Pustaka
Maalouf, Amin. The Crusades through Arab Eyes. London: al-Saqi Books. 1984.
Runciman, Steven. A History of the Crusades, 2: The Kingdom of Jerusalem. Cambridge: Cambridge University Press. 1987.
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, kini sedang mengambil program doktoral bidang sejarah di Universiti Islam Antarabangsa, Malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar