Minggu, 17 Juli 2011

Mengaji di Hadapan Rasulullah SAW

Ia pernah mati suri. Dalam mati surinya itu ia mengaji di hadapan Rasulullah SAW.
Haul ke-20 K.H. Surya, penyebar Tarekat Tijani di Banten asal Ciomas, Kabupaten Serang, Banten, diselenggarakan di halaman PP Al-Hidayah, Dukuh Cilongkrang, Desa Pondokkaharu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Jum’at (20/5).

Acara yang diselenggarakan ba’da zhuhur itu dihadiri sekitar 3.000 ikhwan, muhibbin, dan beberapa muqaddam dari berbagai kota di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, serta  diisi taushiyah K.H. Soleh Muhammad Basalamah, muqadaam Tarekat Tijaniyah dari Brebes, Jawa Tengah.

Dalam taushiyahnya, K.H. Soleh Basalamah mengatakan, memperingati haul adalah memperingati orang yang sudah meninggal. Pesan yang paling penting, kita nantinya juga akan meninggal, seperti orang yang diperingati haulnya tersebut.

Menurut  pengasuh PP Darussalam Jatibarang-Brebes ini, mati adalah pindah dari kehidupan di dunia ke kehidupan di akhirat. Setelah mati, kita memasuki alam kubur atau alam barzakh, yaitu batas menunggu dibangkitkan di alam akhirat.

Di alam kubur akan ada dua kondisi bagi manusia, yaitu raudhatul jannah (taman surga), bagi yang beramal baik, dan hufratul nar (lubang neraka), bagi yang beramal buruk.

Dua kondisi ini sudah dipilih ketika manusia hidup di dunia. “Kalau manusia ingin memilih di raudhatul jannah, ketika di dunia ia harus mematuhi seluruh perintah Allah SWT; dan bagi yang melanggar perintah Allah, dia akan diletakkan di hufratul nar,” kata Kiai Soleh.

Setelah seseorang meninggal, ia hanya diantar oleh, pertama, para pengantar. Kedua, keranda. Ketiga, amalnya. Dua yang di depan akan meninggalkan dirinya usai ia dikubur; sedang yang terakhir, yakni amalnya, akan menyertainya di alam kubur.

Pada awal kehiduapan di kubur, manusia akan mengalami kehidupan yang sangat susah. Namun mereka yang amalnya baik akan ditemani oleh sejenis makhluk yang akan menjadikan dirinya tenteram dan aman. Yang pertama adalah shalatnya, kedua puasanya, berikutnya zakatnya, sedekahnya, dan berbagai amal baiknnya di dunia. Sebaliknya, bagi orang yang beramal buruk di dunia, dia akan ditemani sejenis makhluk yang menyeramkan dan berbau busuk, sehingga menambah kesusahan dan ketakutan sepanjang waktu, ditambah siksaan dari malaikat.

Kiai Soleh menyimpulkan, memperingati haul seorang tokoh atau ulama bukan sekadar menghadiri makan dan minum, tetapi lebih kepada meneladani sesuatu yang baik dari tokoh dan ulama yang kita peringati haulnya. Apabila kita mengingat kepada keteladanan ulama, itu akan mengantar kita ingat kepada Rasulullah SAW dan Allah SWT.

Selain acara haul, para jama’ah juga membaca hailalah (membaca La ilaha illallah) seribu kali, kemudian wirid Wadzifah dan Ladzifah. Semua ini adalah wirid yang wajib dibaca oleh pengikut Tarekat Tijaniyah.

Penyebar Tarekat Tijani

Sedang dalam manaqibnya, yang dibacakan K.H. Tamini, anak kedelapan K.H. Surya, disebutkan, ulama besar ini lahir di Ciomas pada tahun 1900. Ia murid K.H. Usman Domiri (Bandung). Sementara K.H. Usman Domiri diangkat menjadi muqaddam Tijani oleh Sayyid Ali Ath-Thoyyibi dari Bogor, penyebar Tarekat Tijani di Indonesia. K.H. Usman memiliki beberapa murid, di antaranya K.H. Surya dan K.H. Badruzzaman (Garut).

K.H. Surya menyebarkan Tarekat Tijaniyah di Provinsi Banten, dan Ciomas dijadikan sebagai pusat penyebaran. Berbagi tugas dengan rekan seperguruannya, K.H. Badruzzaman, yang menyebarkan Tarekat Tijaniyah di Jawa Barat dan berpusat di Garut.

K.H. Surya memiliki beberapa murid, di antaranya Ajengan Shodiq dari Sumedang.

Di antara pengikut Tarekat Tijaniyah adalah K.H. Sadeli, pendiri PP Salafiyah di Ciomas pada tahun 1958. Pesantren ini kemudian pindah ke Cilongkrang pada tahun 1993, dan berganti nama menjadi “PP Al-Hidayah”. Sekarang pesantren ini diasuh oleh K.H. Faizi Amrari, Sp.D.I.

Di akhir hayatnya, terjadi keanehan pada kehidupan K.H. Surya. Ia pernah mati suri dalam beberapa jam. Ketika siuman pada ba’da ashar, para kerabat langsung bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi?”
Ia menjawab, “Baru saja mengaji di hadapan Rasulullah SAW.”
K.H. Surya meninggal pada tahun 1991.

Saiful Bahri

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog