Sabtu, 02 Oktober 2010

Pengertian Suhuf

Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitabnya kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah. Taurat diturunkan kepada nabi Musa a.s, Zabur kepada nabi Daud a.s, Injil kepada nabi Isa a.s, dan Al Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Al Qur’an sebagai kitab suci terakhir memiliki keistimewaan yakni senantiasa terjaga keasliannya dari perubahan atau pemalsuan sebagaimana firman Allah berikut. Artinya : “ Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Sesungguhnya Kami yang memeliharanya.” (Al Hijr : 9) lihat al-Qur’an online di Goole,

A. Pengertian Kitab dan Suhuf
Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada rasul, tetapi masih berupa lembaran-lembaran yang terpisah.

Ada persamaan dan perbedaan antara kitab dan suhuf
Persamaan
Kitab dan suhuf sama-sama wahyu dari Allah.
Perbedaan
  1. Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf
  2. Kitab dibukukan sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Allah menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini.

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya”. (QS An Nisa : 136) lihat al-Qur’an online di Goole,

Selain menurunkan kitab suci, Allah juga menurunkan suhuf yang berupa lembaran-lembaran yang telah diturunkan kepada para nabi seperti Nabi Ibrahim a.s dan nabi Musa a.s. Firman Allah SWT .

Artinya : “ (yaitu) suhuf-suhuf (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa” (Al A’la : 19) lihat al-Qur’an online di Goole,

Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.

Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa yang kami berikan kepada Musa dan Isa seperti apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya patuh kepada-Nya.” (QS Al Baqarah : 136) lihat al-Qur’an online di Goole
,
B. Prilaku yang mencerminkan Keimanan Kepada Kitab Allah
1. Meyakini bahwa Kitab Allah itu benar datang dari Allah.
2. Menjadikan kitab Allah sebagai Pedoman (hudan) khusus kitab yang diturunkan
kepada kita
3. Memahami isi kandungannya.
4. Mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari
Umat manusia, khususnya umat muslim harus meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab Nya kepada para nabi atau Rasul sebagai pedoman hidup bagi umatnya masing-masing. Al Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir dan penyempurna sebelumnya telah diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Upaya memahami isi kandungan Al Qur’an, ada beberapa tahapan yang perlu kita jalani antara lain sebagai berikut.
  1. Tahap pertama, kita harus mengetahui dan memahami filosofi Islam sebagai agama yang mendapat ridha Allah SWT.
  2. Tahap kedua, kita harus mengetahui tata krama membaca Al Qur’an.
  3. Tahap ketiga, kita harus mengetahui bahwa di dalam Al Qur’an itu banyak sekali surah atau ayat yang mengandung perumpamaan atau berupa perumpamaan.
  4. Tahap keempat, kita harus mempergunakan akal ketika mempelajari dan memahami Al Qur’an.
  5. Tahap kelima, kita harus mengetahui bahwa didalam Al Qur’an banyak sekali surah atau ayat yang mengandung hikmah atau tidak bisa langsung diartikan, akan tetapi memiliki arti tersirat.
  6. Tahap keenam, kita harus mengetahui bahwa Al Qur’an tidak diturunkan untuk menyusahkan manusia dan harus mendahulukan surah atau ayat yang lebih mudah dan tegas maksudnya untuk segera dilaksanakan.
  7. Tahap ketujuh, kita harus mengetahui bahwa ayat-ayat didalam Al Qur’an terbagi dua macam (QS Ali Imran : 7) yaitu pertama, ayat-ayat muhkamat yakni ayat-ayat yang tegas, jelas maksudnya dan mudah dimengerti. Ayat-ayat muhkamat adalah pokok-pokok isi Al Qur’an yang harus dilaksanakan oleh manusia dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya. Kedua, ayat-ayat yang mutasyabihat adalah ayat-ayat yang sulit dimengerti dan hanya Allah yang mengetahui makna dan maksudnya.
  8. Tahap kedelapan, kita harus menjalankan isi kandungan Al Qur’an sesuai dengan keadaan dan kesanggupannya masing-masing (QS 12 : 22, 4 : 36, 65 : 7, 2 : 215, 3 : 92, 2 : 269).
B. Hikmah Iman Kepada Kita Allah
Ada hikmah yang bisa direnungi mengapa Allah menurunkan Al Qur’an kepada umat manusia yang diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi aman, tenteram, damai, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah dalam menjalani kehidupan. (keterangan selanjutnya lihat QS Thaha :
Artinya: Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
  1. Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan diantara sesama manusia yang disebabkan perselisihan pendapat dan merasa bangga terhadap apa yang dimilkinya masing-masing, meskipun berbeda pendapat tetap diperbolehkan (keterangan selanjutnya lihat QS Yunus : 19.
Artinya: Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka], tentang apa yang mereka perselisihkan itu. lihat al-Qur’an online di Goole,
  1. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa (keterangan selanjutnya lihat QS Ali Imran : 138,
Artinya: (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. lihat al-Qur’an online di Goole,
  1. Untuk membenarkan kitab-kitab suci sebelumnya (keterangan selanjutnya lihat QS Al Maidah : 48,
Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, lihat al-Qur’an online di Goole,
  1. Untuk menginformasikan kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat (aturan) dan jalannya masing-masing dalam menyembah Allah (keterangan selanjutnya lihat Al Hajj : 67
Artinya: Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. lihat al-Qur’an online di Goole,
6 Untuk menginformasikan bahwa Allah tidak menyukai agama tauhid Nya (islam) dipecah belah (keterangan selanjutnya lihat QS Al Hijr : 90-91, Al Anbiya : 92-93, Al Mukminun : 52-54, Ar Rum : 30-32, Al Maidah : 54, an An Nisa : 150-152
7. Untuk menginformasikan bahwa Al Qur’an berisi perintah-perintah Allah, larangan-larangan Allah, hukum-hukum Allah, kisah-kisah teladan dan juga kumpulan informasi tentang takdir serta sunatullah untuk seluruh manusia dan pelajaran bagi orang yang bertakwa.
8. Al Qur’an adalah kumpulan dari petunjuk-petunjuk Allah bagi seluruh umat manusia sejak nabi Adam a.s sampai nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia yang takwa kepada Allah untuk mencapai islam selama ada langit dan bumi (keterangan selanjutnya lihat QS Maryam : 58, Ali Imran : 33 & 88-85, Shad : 87, dan At Takwir : 27)
Manusia ingin mencapai kehidupan yang selamat sejahtera, baik didunia maupun di akhirat harus menggunakan pedoman hidup yang lurus dan benar yaitu Al Qur’an (keterangan selanjutnya lihat QS Maryam : 58, Ali Imran : 33 & 84-85, dan At Takwir : 27).

Kitab dan Suhuf dalam Hadits dan Al-Quran
Dalam shahîh Ibnu Hibbân, Rasulullah ditanya tentang shuhuf yang diturunkan kepada suhuf Nabi Allah Musa a.s. Rasulullah s.a.w berkata, “Sebahagian daripada kandungan suhuf Nabi Musa a.s adalah: 1. Aku heran pada orang yang telah meyakinkan akan datangnya kematian (yakin dirinya akan mati dan ditanya tentang amalannya), tetapi mengapa mereka merasa bahagia dan gembira di dunia (tidak membuat persediaan).(2). Aku heran kepada orang yang yakin akan neraka, tapi mereka malah banyak tertawa, (3) Aku heran kepada orang yang telah meyakini akan adanya qadar (ketentuan) Allah, tetapi mengapa mereka marah-marah (bila sesuatu musibah menimpa dirinya). (4) Aku heran dengan orang yang melihat dunia dengan cara yang berlebihan dan bergaul dengan ahlinya, (5) Aku heran pada orang yang telah meyakini akan adanya hisab (hari pengiraan amal baik dan buruk), tetapi mengapa mereka tidak berbuat kebaikan?”.[7]
Dari satu-satunya hadits yang penulis temukan mengenai suhuf Musa di atas, dapat kita identifikasi hal-hal berikut:
Pertama, bahwa budaya masyarakat ketika Nabi Musa berdakwah penuh dengan hipokritas yang sudah memuncak. Di satu sisi masyarakat Yahudi ketika itu benar-benar meyakini akan datangnya kematian, namun di sisi lain, pengetahuannya hanya tinggal sebatas pengetahuan. Hal ini diperkuat oleh beberapa Ayat Al-Quran. (lihat, Al-Baqarah, 44; Al-Jumu’ah, 5). Hipokritas ini relevan dengan sikap mereka terhadap hari akhir yang dengan pengetahuan yang mereka miliki tentang tanda-tanda hari akhir, namun tidak memiliki konsekwensi moral dalam perilaku keseharian mereka. Kedua, pengetahuan-pengetahuan tentang akhirat, qadar, hisab, dan kesementaraan dunia merupakan materi yang sinergi dengan kandungan Al-Quran. Hal ini menjadi bukti bahwa suhuf Musa a.s. merupakan penjelas dari wahyu Allah.

Sedangkan dalam surat Al-Najm, 53. Allah SWT berfirman, “Apakah tidak pernah diberitakan apa yang ada dalam suhuf Musa dan Ibrahim yang telah ditunaikan?”. Dan surat Al-‘Alâ, 19., “Suhuf Ibrahim dan Musa”. Dalam Tafsir Jalalain, ‘suhuf Musa’ diartikan sebagai lembaran-lembaran Taurat atau lembaran-lembaran yang berisi ajaran para nabi sebelumnya. Sedangkan dalam tafsir Al-Thabari, suhuf Musa berisi tentang ancaman Allah di akhirat. Sedangkan suhuf Ibrahim, adalah risalah yang telah disampaikan oleh Ibrahim dan telah tertunaikan.[8] Sedangkan Ibnu ‘Âsyûr mengatakan bahwa suhuf musa itu adalah Taurat. Sebagaimana juga suhuf Musa, inti dari suhuf Ibrahim adalah apa yang ada dalam surat Al-‘Ala.[9] Sedangkan dalam Ibnu Katsir, beliau mengetengahkan sebuah hadits dari Ibnu Hatim tentang pernyataan Rasulullah tentang kenapa Nabi Ibrahim disebut orang ‘yang telah menunaikan’? Rasul menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim selalu berdakwah setiap pagi dan sore, “Bertasbihlah kepada Allah di waktu sore hari dan shubuh” (QS. Al-Rum, 17).[10] Dalam footnote Al-Quran terjemah Depag, disebutkan bahwa yang dimaksud bertasbih adalah, ‘Shalat’.[11] Dalam Aisar Al-Tafasir, ditambahkan bahwa suhuf Ibrahim itu terdiri dari 10 buah.[12] Sedangkan dalam tafsir Al-Zamakhsyary, disebutkan bahwa suhuf Nabi Ibrahim terdiri dari 30 buah suhuf, sepuluh pokok tentang pertaubatan, sepuluh pokok tentang ciri-ciri mukmin, dan sepuluh pokok lainnya tentang konsekwensi keimanan.[13]

Mengenai surat Al-‘Alâ terdapat berbagai macam pendapat, diantaranya Tafsir Al-Tabari mengutip berbagai macam ta’wil mengenai ayat terakhir surat Al-‘Alâ. Pendapat Ikrimah bahwa ‘suhuf Musa dan Ibrahim’ adalah maksudnya ayat-ayat yang ada dalam surat ini. Sedangkan Abu Al-‘Aliyah mengenai ‘suhuf Musa dan Ibrahim’ mengatakan bahwa kisah mengenai kandungan surat Al’Alâ terdapat dalam suhuf-suhuf terdahulu. Sedangkan Qatadah mengatakan bahwa yang ada dalam suhuf Musa dan Ibrahim hanya ayat, “Dan sungguh bahwa akhirat itu lebih baik dan kekal”. Dan setelah mengungkap beragam pendapat di atas, Imam Al-Thabari mengatakan bahwa, “Pendapat yang paling tepat adalah, bahwa ayat 14-17 lah yang benar-benar ada dalam suhuf Musa dan Ibrahim. Sebab ayat sebelumnya ditujukan kepada Nabi Muhammad”.[14]

Sedangkan mengenai istilah kitab, hadits panjang dari Abu Hurairah bercerita tentang ucapan Rasulullah mengenai keistimewaan hari jum’at, “Hari jum’at adalah sebaik-baiknya hari di mana matahari diterbitkan, yaitu karena pada hari itu Adam diciptakan, kemudian di keluarkan dari surga, pada hari itu juga ia bertaubat, dan hari itu juga ia meninggal. Hari jum’at adalah ditetapkannya hari kiamat” Kemudian Ka’ab membuka Taurat kemudian membenarkan ucapan Rasulullah karena bersesuaian dengan Taurat.[15] Hadits dari Ibnu Umar menjelaskan tentang ucapan Nabi terhadap dua orang Yahudi yang berzinah, dengan merujuk pada Taurat nabi bertanya, “Apakah kalian mengetahui bahwa pezina mendapatkan rajam dalam Taurat?”. Mereka menjawab, “Tidak baginda, kami hanya menemukan dalam taurat mengenai hukum jilid”, Rasul bersabda, “Kalian telah berbohong, sesungguhnya dalam taurat ada hukum rajam”, mereka menjawab, “Engkau benar-benar jujur wahai Rasul, dalam Taurat terdapat ayat tentang rajam”. Kemudian para pezina itu mendapat hukum rajam.[16] Dalam Sahih Bukhari, riwayat Amr bin Ash menerangkan bahwa dalam Taurat sudah dijelaskan sifat-sifat Nabi Akhir Zaman.[17] Dalam Sahih Bukhari, riwayat dari Abu Hurairah menjelaskan bahwa, Taurat itu berbahasa Ibrani.[18]

Sedangkan injil, diceritakan ada namus atau tanda-tanda –seperti juga dalam Taurat, tentang kenabian Muhammad SAW.[19] Salah satu surat dalam Al-Quran yang tidak diturunkan dalam Zabur, Taurat, dan Injil adalah surat Al-Fâtihah.[20] Secara etomologi, Ibnu Hajar mendefinisikan zabur sebagai kitab. Bahkan Rasulullah menyebut zabur sebagai bacaan dalam riwayat Al-Kusymihanni. Disebut zabur karena ia mazbûr atau maktûb atau tertulis. Dan berarti zabur juga karena berupa kumpulan tulisan tertentu. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zabur adalah taurat itu sendiri. Qatadah berkata, bahwa zabur terdiri dari 150 surat keseluruhannya berisi wejangan dan sanjungan terhadap Allah SWT. Di dalamnya tidak ada halal, haram, kewajiban (faraid) ataupun hudûd (hukum publik). Akan tetapi, untuk kebutuhan hal tersebut merujuk kepada taurât. Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dan lain-lainnya. Imam Nawawi berkata, “Orang sholeh di zaman Daud mengkhatamkan zabur empat kali di waktu malam, dan empat kali di waktu siang”.[21]

Suhuf dan Kitab dalam Penemuan Sejarah dan Arkeologi

Perjalanan panjang kitab Taurat berawal dari wafatnya Nabi Sulaiman tahun 992 SM. Kerajaan beliau selanjutnya terpecah menjadi dua, di utara dinamakan Kerajaan Israel dengan ibukota Samaria, dan di selatan dinamakan Kerajaan Yehuda dengan ibukota Yerusalem. Yerusalem dipercaya sebagai tempat penyimpanan naskah asli Taurat sehingga warga Israel sering beribadah di Yerusalem (Kamal, Asal-usul Kitab Suci:16). Dalam perjalanan selanjutnya, bangsa Israil kembali menyembah berhala, sedangkan bangsa Yehuda mulai melanggar banyak hukum taurat sehingga Allah menghancurkan mereka melalui raja Babylonia dan Nebukanedzar. Setelah semuanya tidak ada yang tertinggal bahkan bahasa Ibraninya sendiri, Nabi Uzair a.s pernah mencoba menulis ulang kitab Taurat Musa dalam bahasa Aram yang kemudian disebut Naskah Septuaginta. Sayangnya kedua naskah tersebut raib pada abad 2 SM.[22]

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa kitab Taurat nabi Musa as sudah lenyap sejak abad ke-3 SM. Begitu pula salinan Nabi Uzair dan naskah Septuaginta. Namun sekitar tahun 70-an, muncullah injil penggenap yang disebut Injil Perjanjian Baru dalam tradisi Aquila (130 M), Theodotion (abad ke-2 M) dan Symmakus (abad ke-3 M) yang dilakukan oleh revisionis Septuaginta ortodoks seperti Origenes (232-254), Uskup Mesir Hesikhius, dan Tua-tua Lukian di Anthonia (311).[23]

Oleh karena itu, satu-satunya bukti arkeologis mengenai lembaran-lembaran kitab kuno adalah apa yang ditemukan di Qumran, Yudea. Naskah tersebut dikenal sebagai naskah ‘Gulungan Laut Mati’ atau The Dead Sea Schroll. Sedangkan suhuf Musa, penulis mendapatkan salinan terjemahnya dari blog Aby Yusuf’s Site. Namun karena sumbernya tidak disebutkan, penulis tidak akan cantumkan di sini. Sedangkan seluruh kitab yang terangkum dalam Perjanjian Baru merupakan hasil kesepakatan konsili Neceae pada 325 M, maka orisinalitasnya perlu dipertanyakan. Kitab baru ini berisikan karangan Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes, 13 surat yang ditulis Paulus, 3 surat Yohannes, 1 surat Yakobus, 1 surat Yudas, 2 surat Petrus, 1 surat Lukas kepada orang Ibrani, dan Wahyu kepada Yohannes. Semua surat yang ditulis Paulus, Yakobus, Yohannes, Yudas, Petrus, dan lain-lain jelas bukan firman Tuhan dan biasanya dalam beberapa versi, tulisan yang terakhir ini tidak berwarna merah seperti tulisan empat kitab lainnya. A.  Tricot, seperti dikutip Bucaille, menerangkan  bahwa Injil Matius, Markus dan Lukas telah disusun setelah 70 M. Kecuali Markus, ketiga Injil tersebut sebenarnya tidak ditulis sebelum tahun itu dan tidak diriwayatkan dalam bentuk tertulis. Oleh karenanya, lagi-lagi orisinalitasnya sangat rendah dan membuka kemungkinan pemalsuan-pemalsuan karena ditulis hampir 50 tahun setelah Yesus diangkat oleh Allah. Bagaimana dengan Markus? Seperti disebutkan di atas, ia sebenarnya bukan sahabat (rasul dalam tradisi Kristen), tapi adalah anak sahabat Yesus, yaitu Zebedeus. Artinya, Kitab Markus sebagai kitab tertua yang ditulis pada tahun sebelum 70, ternyata tidak ditulis oleh murid Yesus sendiri. Hal ini mengakibatkan sebuah kenyataan bahwa, baik Matius, Lukas atau Yahya  tidak  tahu bagian  mana yang merupakan Injil Markus dan mana yang bersumber dari Zebedeus. Dengan begitu, menurut R.P. Kannengiesser, “Orang akan mendapatkan suatu ide yang kongkrit tentang kebebasan para pengarang dalam membentuk susunan literer hikayat-hikayat Bibel sampai permulaan abad ke-2”.[24]

Oleh karena itu peninggalan sejarah yang masih membuka peluang untuk digali isi kebenarannya adalah naskah Qumran. Sayang sampai saat ini masih tidak bisa dikonsumsi oleh publik. Namun menurut Ataur Rahim, penulis Misteri Yesus dalam Sejarah, mengatakan bahwa dokumen-dokumen yang masih memiliki tingkat keaslian lebih baik dari Perjanjian Baru adalah Injil Barnabas dan Injil Hermas. Injil Barnabas ditulis langsung oleh sahabat Yesus. Sebuah keberuntungan, bahwa sebelum konsili Nicaea pada 325 M, Injil Barnabas sempat menjadi injil induk (canonical) dan dengan begini dapat menggambarkan bagaimana tradisi kristen awal. Barnabas yang seorang Yahudi adalah sahabat Yesus yang sepeninggal beliau, mempertahankan ajaran murni Yesus dari setiap bid’ah, terutama upaya-upaya yang dilakukan oleh Paulus dari Tarsus.

Fungsi Kitab dan Suhuf dalam Ushul Dakwah Para Nabi

Dari uraian di atas kita dapat menganalisa bagaimana posisi kitab dan suhuf sebagai Ushul Al-Dakwah para nabi Allah pra Nabi Muhammad SAW. Dalam literatur pelajaran agama Islam untuk tingkat SD, SMP, dan SMA, selalu ditekankan bahwa Kitab yang wajib diimani ada 4, yaitu: Taurat, Zabur, Injil, dan Quran. Tentu saja ini merupakan poin penting dalam pengajaran Islam. Bahkan ke depan perlu juga dibicarakan mengenai penyimpagan-penyimpangan yang dilakukan oleh Yahudi dan Nashrani, khususnya berkaitan dengan kitab Taurat dan Injil.

Namun sedikit sekali diantara kita yang mengetahui bahwa kitab yang berisi tentang syari’at hanya ada tiga, yaitu Taurat, Injil dan Quran[25]. Adapun zabur, seperti dikutip oleh Qatadah ia berkata, bahwa zabur terdiri dari 150 surat keseluruhannya berisi wejangan dan sanjungan terhadap Allah SWT. Di dalamnya tidak ada halal, haram, kewajiban (faraid) ataupun hudûd (hukum publik). Akan tetapi, untuk kebutuhan hal tersebut merujuk kepada taurât. Sedangkan Injil berisi tentang pelurusan-pelurusan yang dilakukan oleh Ahl Al-Kitab mengenai proses penciptaan alam semesta, keesaan Allah, dan tanda-tanda (namus) tentang kenabian Muhammad.

Tidak banyak riwayat mengenai kitab dan suhuf nabi pasca Musa dan sebelum Isa a.s., kecuali keterangan mengenai zabur. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa kitab dan suhuf yang dijadikan ushul dakwah oleh Nabi Musa dan nabi setelahnya adalah Taurat. Bahkan satu-satunya keterangan yang kita dapatkan dari naskah masoret dikatakan bahwa Nabi Uzair pernah menulis ulang Taurat yang sudah disimpangsiurkan oleh Yahudi.

Lalu bagaimana dengan suhuf Ibrahim? Tentu saja, karena suhuf Ibrahim diwahyukan sebelum Taurat, maka satu-satunya keterangan adalah apa yang ada dalam surat Al-’Alâ, yaitu tentang tazkiyyah al-nufs, dzikir dan shalat, serta peringatan tentang kesementaraan dunia dan kekekalan akhirat. Hal ini dapat kita lihat dari kesimpulan Imam Al-Thabari dalam tafsirnya mengenai surat Al-’Alâ seperti disinggung sebelumnya. Keterangan lain yang penulis dapatkan adalah dalam Aisar Al-Tafasir, ditambahkan bahwa suhuf Ibrahim itu terdiri dari 10 buah. Sedangkan dalam tafsir Al-Zamakhsyary, disebutkan bahwa suhuf Nabi Ibrahim terdiri dari 30 buah suhuf, sepuluh pokok tentang pertaubatan, sepuluh pokok tentang ciri-ciri mukmin, dan sepuluh pokok lainnya tentang konsekwensi keimanan.

Kesimpulan
Ushul dakwah –dalam pengertian materi-materi yang didakwahkan, dapat kita simpulkan dalam Taurat, Zabur, Injil dan Suhuf adalah sebagai berikut:
  1. Semua kitab dan suhuf berisi ajaran Tauhid, pengesaan Allah, dan peniadaan makhluk yang serupa, kemustahilan Allah untuk beranak dan diperanakkan.
  2. Kitab yang berisi syari’at adalah suhuf ibrahim (yang tanpa nama), Taurat, Injil, dan Al-Quran. Syari’at yang termaktub dalam suhuf Ibrahim, belum mengatur tata masyarakat dan memberikan tahap awal ajaran Tauhid yang diperlukan oleh tata masyarakat. Sedangkan Taurat, selain berisikan tentang ajaran Tauhid, berisi juga tentang hukum rajam, mencuri, makanan yang halal dan haram, tentang proses penciptaan alam (kesaksian Al-Quran dan Injil Barnaba), dan pengkhianatan Yahudi terhadap kematian para nabi sebelum Isa (kesaksian Al-quran dan Injil sheperd of Hermas). Suhuf Musa, dalam sebuah riwayat tidak disebutkan jumlah ashfar-nya. Sedangkan shuhuf Ibrahim seperti dalam tafsir Al-Zamakhsyary, disebutkan terdiri dari 30 buah suhuf, sepuluh pokok tentang pertaubatan, sepuluh pokok tentang ciri-ciri mukmin, dan sepuluh pokok lainnya tentang konsekwensi keimanan.
  3. Kitab Zabur terdiri dari 150 surat keseluruhannya berisi wejangan dan sanjungan terhadap Allah SWT. Suhuf Musa yang tidak disebutkan ashfar-nya itu merupakan penjelas dari Taurat.
  4. Kitab Injil berisi pelurusan-pelurusan Taurat yang telah disimpangsiurkan oleh Yahudi. Selain itu, Injil juga berbicara tentang penguatan hukum-hukum syari’at yang ada dalam Taurat. Namun Injil tidak memuat syari’at baru, selain syari’at yang telah ditetapkan Allah dalam Taurat. Sebagai mana taurat, Injil ditulis dalam bahasa Ibrani.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Thabary, Tafsir Al-Thabary, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani.
Aisar Al-Tafâsir, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani.
Al-Bayanun, Madkhol ilâ ilm al-dakwah.
Al-Faruqi, et.al, 2000. Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khasanah Peradaban Gemilang, Mizan: Bandung,
Al-Quran Al-Karim, Terjemah Depag, hal. 643.
Al-Zamakhsyary, Tafsir Al-Zamakhsary, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani
Bukhari, Shahîh Al-Bukhari, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani
Ibnu ’Âsyûr, Tafsir Li Ibn Asyur, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani.
Ibnu Hajar Al-‘Asyqolani, Fathul Bâri, Bab Firman Allah, “Dan Kami berikan Daud Zabur”, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani.
Ibnu Hibban, Sahîh Ibn Hibban, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-’Adhim, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani
Imam Malik, Muwattha, Maktab Al-Syamilah, Ishdar Al-Tsani
Bucaille, Maurice, Dr., 1991. Bibble, Quran, dan Sains Modern, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Rahim, Muhammad Ataur .1994. Misteri Yesus dalam Sejarah, Pustaka Da’i: Jakarta

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog