oleh Dr. G. F. Haddad
Damaskus, 12 Rabi’ul Awwal 1425 H, 1 Mei 2004
Nama lengkap Mawlana adalah Muhammad Nazim “Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani al-Qubrusi al-Salihi al-Hanafi q.s., semoga Allah swt. mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya. Kunya (nama panggilan) beliau adalah Abu Muhammad “ dari nama anak laki-laki tertua beliau “ selain itu beliau pula adalah ayah dari Baha’uddin, Naziha, dan Ruqayya.
Beliau dilahirkan pada tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaka, Siprus (Qubrus) dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tatar. Beliau mengatakan pada saya bahwa ayah beliau adalah keturunan dari Syaikh “Abdul Qadir Al-Jailani q.s. Diceritakan pula pada saya bahwa ibu beliau adalah keturunan dari Mawlana Jalaluddin ar-Ruumi q.s. Ini menjadikan beliau sebagai keturunan dari Nabi suci Muhammad saw., dari sisi ayahnya, dan keturunan dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, as, dari sisi ibundanya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Siprus, Mawlana melanjutkan ke perguruan tinggi di Istanbul dan lulus sebagai sarjana Teknik Kimia. Di sana, beliau juga belajar bahasa Arab dan Fiqh, di bawah bimbingan Syaikh Jamal al-Din al-Alsuni q.s. (wafat 1375H/1955M) dan menerima ijazah dari beliau. Mawlana juga belajar tasawwuf dan Thariqat Naqsybandi dari Syaikh Sulayman Arzarumi q.s. (wafat 1368H/1948M) yang akhirnya mengirim beliau ke Syams (Syria).
Mawlana melanjutkan studi Syari”ah-nya ke Halab (Aleppo) Hama, dan terutama di Homs. Beliau belajar di zawiyyah dan madrasah masjid sahabat besar Khalid ibn Al-Walid y di Hims/Homs di bawah bimbingan Ulama besarnya dan memperoleh ijazah dalam Fiqh Hanafi dari Syaikh Muhammad “Ali “Uyun al-Sud q.s. dan Syaikh “Abd al-Jalil Murad q.s., dan ijazah dalam ilmu Hadits dari Muhaddits Syaikh “Abd al-”Aziz ibn Muhammad “Ali “Uyun al-Sud al-Hanafi q.s.
Perlu dicatat bahwa yang terakhir adalah salah satu dari sepuluh guru hadits dari Rifa”i Hafizh di Aleppo, Syaikhul Islam “Abd Allah Siraj al-Din q.s. (1924-2002 M), yang duduk berlutut selama dua jam di bawah kaki Mawlana Syaikh “Abdullah Faiz Daghestani q.s. ketika yang terakhir ini mengunjungi Aleppo di tahun 1959 dan yang memberikan bay”at dalam Thariqat Naqsybandi pada Mawlana Syaikh Nazim q.s., ketika Mawlana Syaikh Nazim q.s. mengunjunginya terakhir kali di Aleppo di tahun 2001, sebagaimana diriwayatkan pada saya oleh Ustadz Muhammad “Ali ibn Mawlana al-Syaikh Husayn “Ali q.s. dari Syaikh Muhammad Faruq “Itqi al-Halabi q.s. yang juga hadir pada peristiwa terakhir itu.
Mawlana Syaikh Nazim q.s. juga belajar di bawah bimbingan Syaikh Sa”id al-Siba”i q.s. yang kemudian mengirim beliau ke Damaskus setelah menerima suatu pertanda berkaitan dengan kedatangan Mawlana Syaikh “Abdullah Faiz Ad-Daghestani q.s. ke Syria. Setelah kedatangan awal beliau ke Syria dari Daghestan di akhir tahun 30-an, Mawlana Syaikh “Abdullah q.s. tinggal di Damaskus, tetapi sering pula mengunjungi Aleppo dan Homs. Di kota yang terakhir inilah, beliau mengenal Syaikh Sa”id al-Siba”i q.s. yang adalah pimpinan dari Madrasah Khalid bin Walid. Syaikh Sa”id q.s. menulis pada beliau (Mawlana Syaikh “Abdullah q.s.), “Kami mempunyai seorang murid dari Turki yang luar biasa, yang tengah belajar pada kami.” Mawlana Syaikh “Abdullah q.s. menjawab padanya, “Murid itu milik kami; kirimkan dia kepada kami!” Sang murid itu adalah guru kita, Mawlana Syaikh Nazim q.s., yang kemudian datang ke Damaskus dan memberikan bay”at beliau pada Grandsyaikh kita pada kurun waktu antara tahun 1941 dan 1943.
Pada tahun berikutnya, Mawlana Syaikh “Abdullah q.s. pindah ke rumah baru beliau yang dibeli oleh murid Syria pertamanya, dan khalifahnya yang masih hidup saat ini, Mawlana Syaikh Husayn ibn “Ali ibn Muhammad “Ifrini al-Kurkani ar-Rabbani al-Kurdi as-Syaikhani al-Husayni q.s. (lahir 1336H/1917M) “ semoga Allah swt. mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya “ di Qasyoun, suatu gunung yang menghadap Damaskus, yang Allah swt. berfirman tentangnya; “Demi Tiin dan buah Zaitun! Demi Bukit Sinai!” (QS. 95:1-2). Qatadah dan al-Hasan Al-Basri berkata, “At-Tiin adalah Gunung di mana Damaskus terletak [Jabal Qasyoun] dan Zaitun adalah Gunung di mana Jerusalem terletak.” Diriwayatkan oleh “Abd al-Razzaq, al-Tabari, al-Wahidi, al-Bayzawi, Ibn al-Jawzi, Ibn Katsiir, al-Suyuti, as-Syaukani, dll., semua dalam tafsir-tafsir mereka.
Mawlana Syaikh Nazim q.s. juga membeli sebuah rumah dekat rumah Grandsyaikh dan bersama Mawlana Syaikh Husayn q.s., membantu membangun Masjid al-Mahdi, Masjid Grandsyaikh, yang akhir-akhir ini diperbesar menjadi sebuah Jami”, di mana di belakangnya terletak maqam dan zawiyyah Grandsyaikh, di tempat mana, hingga saat ini, makanan dan sup ayam yang lezat disiapkan dalam kendi-kendi yang besar dan dibagi-bagikan bagi kaum fuqara dan miskin dua kali dalam seminggu.
Kemudian Mawlana Syaikh Nazim k tinggal di Damaskus sejak pertengahan tahun 40-an hingga awal 80-an, sambil sesekali melakukan perjalanan untuk belajar atau sebagai wakil dari Grandsyaikh, hingga Grandsyaikh wafat di tahun 1973. Setelah tahun itu, Mawlana tinggal di Damaskus beberapa tahun sebelum kemudian pindah ke Siprus.
Jadi, Mawlana, yang aslinya Cypriot, dan Grandsyaikh, yang asalnya Daghistani, keduanya telah menjadi penduduk Damaskus “Syamiyyun” dan tinggal di distrik orang-orang salih (as-saalihiin) yang disebut Salihiyya! Tak ada keraguan lagi, bahwa pentingnya Damaskus bagi Mawlana dan Grandsyaikh adalah karena Syam adalah negeri yang penuh barakah dan terlindungi melalui para Nabi dan Awliya”.
Imam Ahmad dan murid beliau, Abu Dawud meriwayatkan dengan isnad (rantai) yang sahih bahwa Nabi suci e bersabda, “Kalian harus pergi ke Syam. Tempat itu telah terpilih secara Ilahiah oleh Allah swt. di antara seluruh tempat di bumi-Nya ini. Di dalamnya Dia melindungi hamba-hamba pilihan-Nya; dan Allah swt. telah memberikan jaminan padaku berkenaan dengan Syam dan penduduknya!” Imam al-Nawawi berkata dalam kitab beliau Irsyad Tullab al-Haqa”iq ila Ma”rifati Sunan Khayr al-Khala”iq (s): “Hadits ini berkenaan dengan fadhillah (keistimewaan) yang besar dari Syams dan merupakan suatu fakta yang dapat teramati!”
Direktur pimpinan Dar al-Ifta” (secara literal bermakna “Rumah Fatwa”, maksudnya Majelis Fatwa seperti MUI di Indonesia, penerj.) di Beirut, Lebanon, Syaikh Salahud Diin Fakhri q.s. mengatakan pada saya di rumah beliau di Beirut dan menulis dengan tangan beliau kepada diri saya,
“Pada suatu pagi di hari Ahad, 20 Rabi”ul Akhir 1386 H, bertepatan dengan hari Minggu 7 Agustus 1966 M, kami mendapat kehormatan untuk mengunjungi Syaikh “Abd Allah al-Daghistani q.s.”rahimahullah (semoga Allah swt. merahmatinya) “ di Jabal Qasyoun di Damaskus atas inisiatif serta disertai pula oleh Mawlana al-Syaikh Mukhtar al-”Alayli q.s.” rahimahullah “ Mufti Republik Lebanon saat itu; [yang adalah pula paman dari Syaikh Hisyam Kabbani q.s., penulis], Syaikh Husayn Khalid q.s., imam dari Masjid Nawqara; Hajj Khalid Basyir “ rahimahumallah (semoga Allah swt. merahmati keduanya); Syaikh Husayn Sa”biyya q.s. [saat ini direktur dari Dar al-Hadits al-Asyrafiyya di Damaskus]; Syaikh Mahmud Sa”d q.s.; Syaikh Zakariyya Sya”r q.s.; dan Hajj Mahmud Sya”r. Syaikh “Abdullah q.s. menerima kami dengan amat baik dan penyambutan yang ramah serta penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Syaikh Nazim al-Qubrusi q.s. “ semoga Allah swt. merahmati dan menjaga beliau “ juga berada di situ saat itu!
Kami duduk dari pukul sembilan di pagi hari hingga tiba panggilan adzan Dzuhur, sementara Syaikh (Grandsyaikh “Abdullah Faiz ad-Daghestani q.s., penerj.) “ rahimahullah “ menjelaskan tentang Syams (Syria), keutamaannya, kelebihan-kelebihannya yang luar biasa, dan bahwa tempat itu merupakan tempat Kebangkitan dan bahwa Allah swt. akan mengumpulkan seluruh manusia di dalamnya untuk penghakiman dan hisab. Beliau menyebutkan pula hal-hal yang membuat hati dan pikiran kami tersentuh dan tergerak, dikuatkan pula oleh pengaruh suasana distrik Salihiyya yang suci, dan beliau berbicara pula tentang hubungan yang tak terpisahkan “ dalam praktik maupun dalam teori “ antara tasawwuf dengan Syari’ah” Semoga Allah swt. membimbing dan menunjukkan pada kita petunjuk-Nya dalam perkumpulan dan suhbat dengan Awliya”-Nya yang shiddiq. Aamiin, yaa Rabbal “Aalamiin!”
Masih ada banyak lagi nama-nama Ulama dan Awliya” Syams yang prestisius yang mencintai dan bersahabat dengan Syuyukh kita dalam periode keemasan tersebut, seperti Syaikh Muhammad Bahjat al-Baytar q.s. (1311-1396), Syaikh Sulayman Ghawji al-Albani q.s. (wafat 1378 H), ayah dari guru kami, Syaikh Wahbi q.s., Syaikh Tawfiq al-Hibri q.s., Syaikh Muhammad al-”Arabi al-”Azzuzi q.s. (1308-1382H) Mufti dari Lebanon, dan Syaikh utama dari guru kami Syaikh Husayn “Usayran q.s., al-”Arif Syaikh Syahid al-Halabi q.s., al-”Arif Syaikh Rajab at-Ta”i q.s., Syaikh al-Qurra” q.s. (ahli qira”at Quran, penerj.) Syaikh Najib Khayyata al-Farazi al-Halabi q.s., al-”Arif Syaikh Muhammad an-Nabhan q.s., Syaikh Ahmad “Izz ad-Din al-Bayanuni q.s., al-”Arif Syaikh Ahmad al-Harun q.s. (1315-1382H), Syaikh Muhammad Zayn al-”Abidin al-Jadzba q.s., dan lain-lain “ semoga Allah swt. merahmati mereka semuanya!
Dari tiga puluh tahun suhbat (asosiasi) yang barakah antara Mawlana dan Grandsyaikh tersebut, muncullah Mercy Oceans (secara literal berarti Samudera Kasih Sayang, merujuk pada buku-buku lama kumpulan suhbat Mawlana Syaikh Nazim al-Haqqani q.s., penerj.) yang tak tertandingi, yang hingga kini masih tersebar pada setiap salik/pencari dengan judul-judulnya: Endless Horizons (“Cakrawala tanpa Batas”, penerj.), Pink Pearls (“Mutiara-Mutiara Merah Muda”, penerj.), Rising Suns (“Matahari-Matahari yang tengah terbit”, penerj.). Tak ada keraguan lagi, kumpulan-kumpulan suhbat awal tersebut adalah tonggak-tonggak utama dari seruan da”wah Islam seorang diri Mawlana Syaikh Nazim q.s. di Amerika Serikat dan Eropa, dengan karunia Allah swt.!
Semoga Allah swt. melimpahkan lebih banyak barakah-Nya pada Mawlana Syaikh Nazim q.s. dan mengaruniakan pada beliau maqam-maqam tertinggi yang pernah Dia karuniakan bagi kekasih-kekasih-Nya, berdekatan dengan junjungan kita, Sayyidina Muhammad saw., yang bersabda,
“Jika seseorang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu, Allah swt. akan membuatnya berjalan di salah satu dari jalan-jalan Surga, dan para Malaikat akan merendahkan sayap mereka karena bahagia dan gembira pada ia yang mencari ilmu, dan para penduduk langit dan bumi serta ikan-ikan di kedalaman lautan akan memohonkan ampunan bagi seorang pencari ilmu! Keutamaan dari seorang yang berilmu atas orang beriman kebanyakan adalah bagaikan terangnya bulan purnama di kegelapan malam atas segenap bintang-gemintang! Ulama adalah pewaris-pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah memiliki dinar maupun dirham, mereka hanya meninggalkan ilmu dan pengetahuan; dan ia yang mengambilnya sungguh telah mengambil bagian yang banyak!”
Tempat pertama yang kudatangi untuk mencari pengetahuan Nabawi (pengetahuan kenabian) ini adalah London di bulan Ramadan 1411 H, setelah aku bersyahadat laa ilaaha illa Allah (bahwa tiada tuhan selain Allah swt.), Muhammadun Rasulullah e (Muhammad saw. adalah utusan Allah swt.). Di sanalah, aku meraih tangan suci Mawlana untuk pertama kali dan melakukan bay”at (sumpah setia) setelah diperkenalkan pada Thariqat ini oleh menantu beliau, dan khalifah beliau di Amerika Serikat, Syaikh Hisyam Kabbani q.s. “ semoga Allah swt. membimbingnya dan membimbing seluruh sahabat-sahabat Mawlana!
Aku mengunjungi Mawlana beberapa kali di rumah beliau di Siprus dan melihat pula beliau di Damaskus. Di antara hadiah Suhba yang diberikan Mawlana adalah pada dua minggu terakhir di bulan Rajab di tahun 1422H “ Oktober 2001 “ di rumah dan zawiyah beliau di kota Cypriot Turki, Lefke. Catatan akan pengalaman ini telah ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris, serta diterbitkan dengan judul Qubrus al-Tarab fi Suhbati Rajab atau Kebahagiaan Siprus dalam Suhbat.
Pada saat itulah, dan juga saat-saat kemudian, selama dua kunjungan terakhirnya ke Amerika Serikat, ke Inggris, di Siprus, dan Damaskus, aku mendapatkan dari Mawlana, petunjuk agung yang sama bagi setiap pencari kebenaran:
“Tujuan kita adalah untuk melindungi serta melukiskan Nabi Muhammad saw. dan sifat-sifat beliau yang luhur dan agung, baginya shalawat dan salam serta bagi ahli-bait dan sahabat-sahabat beliau; yang untuk ini Allah swt. mendukung kita!”
Dari sini, aku mengerti bahwa Murid yang sesungguhnya dalam Thariqat Naqsybandi-Haqqani adalah sahabat, penolong dan pendukung dari setiap pembela Sayyidina Muhammad saw., dan adalah tugasnya untuk bersahabat dan berasosiasi dengan para pembela seperti itu karena mereka berada pada jalan Mawlana, tak peduli apakah mereka adalah Naqsybandi atau bukan.
Ketika seorang Waliyyu-llah yang telah berumur delapan puluh tahun-an di Johor, Malaysia, al-Habib “Ali ibn Ja”far ibn “Abd Allah al-”Aydarus menerima kami di rumahnya di bulan Mei 2003, mengenakan pakaian yang tak pernah berubah sejak tahun 1940-an, beliau terlihat seperti Mawlana dalam segenap aspeknya, dan bahkan terlihat menyerupainya ketika beliau meminta maaf atas bahasa Arab-nya yang tak fasih. Ketika kami memohon du”a beliau bagi negeri-negeri kita yang terluka dan bagi penduduk-penduduknya, beliau menjawab, “Ummah ini terlindungi dan berada pada tangan-tangan yang baik, dan pada Syaikh Nazim q.s. telah kau dapati kebercukupan!” Dan, dengan setiap perjumpaan dari murid yang sederhana dan rendah hati dari Mawlana dengan Awliya” dari Ummat ini; Mereka (para Awliya” tersebut, penerj.) semuanya menunjukkan rasa hormat tertinggi serta kerendahan hati yang amat dalam bagi Mawlana dan silsilah beliau, sekalipun mereka secara harfiah (penampakan luar) berada pada jalan (thariqat) yang berbeda, seperti al-Habib “Ali al-”Aydarus q.s. di Malaysia, Sayyid Muhammad ibn “Alawi al-Maliki q.s. di Makkah, al-Habib “Umar ibn Hafiz q.s. di Tarim, Sayyid Yusuf ar-Rifa”i q.s. di Kuwait, Syaikh “Isa al-Himyari q.s. di Dubai, Sayyid “Afif ad-Din al-Jailani q.s. dan Syaikh Bakr as-Samarra”i q.s. di Baghdad, as-Syarif Mustafa ibn as-Sayyid Ibrahim al-Basir q.s. di Maroko tengah, Grandmufti Syria (alm.) Syaikh Ahmad Kuftaro ibn Mawlana al-Syaikh Amin q.s. dan sahabat-sahabatnya Syaikh Bashir al-Bani q.s., Syaikh Rajab Dib q.s., dan Syaikh Ramazan Dib q.s.; Syuyukh Kattani q.s. dari Damaskus; Syaikh (alm.) “Abd Allah Siraj ud-Din q.s. dan keponakan beliau Dr. Nur ud-Din “Itr; Mawlana as-Syaikh “Abd ur-Rahman as-Shaghuri q.s.; Dr. Samer al-Nass; dan guru-guru serta saudara-saudara kita lainnya di Damaskus “ semoga Allah swt. selalu melindungi Damaskus dan melimpahkan rahmat-Nya bagi mereka dan diri kita! Aku telah bertemu dengan setiap nama yang kusebut di atas kecuali Syaikh Sirajud-Din q.s. dan mereka semua mengungkapkan tarazzi atas Mawlana as-Syaikh Nazim q.s., mengungkapkan keyakinan atas ketinggian wilayah-nya (derajat kewalian, penerj.) dan memohon do”a beliau atau do”a pengikut-pengikut beliau;
““Dan cukuplah Allah swt. sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah swt.”“
(QS. 48:28-29)
(QS. 48:28-29)
Sudah menjadi suatu aturan yang disepakati di antara Rijal-Allah (maksudnya para Kekasih Allah swt., penerj.) bahwa keragaman jalan ini adalah tema (dandana, maksudnya kira-kira “diperuntukkan bagi”, penerj.) mereka yang belum terhubungkan (mereka yang belum mencapai akhir perjalanan, mereka yang belum mendapatkan “amanat”-nya, penerj.), sementara mereka yang telah mawsul (“sampai”, penerj.) semua berada pada satu jalan dan dalam satu lingkaran dan mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama lain. Mereka akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari Kebangkitan. Karena itu, kita, para Murid dari jalan-jalan (Thuruq, jamak dari Thariqat) itu mestilah pula saling mengetahui, mengenal dan mencintai satu sama lain demi keridhaan Allah swt. dan Nabi-Nya serta para Kekasih-Nya agar diri kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut dan masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhba (persahabatan) dan jama”ah, jauh dari furqa (perpecahan) dan keangkuhan.
Sebagaimana Allah swt. berfriman: “Yaa Ayyuha l-ladziina aamanu t-taqu ul-laaha wa kuunuu ma”as shadiqiin” “Wahai orang-orang beriman takutlah kalian akan Allah swt. dan tetaplah berada [dalam persahabatan dan kesetiaan] dengan orang-orang yang Benar (Shiddiqiin)!”; dan Nabi Suci kita saw bersabda, “Aku memerintahkan pada kalian untuk memgikuti sahabat-sahabatku dan mereka yang mengikutinya (tabi”in, penerj.), kemudian mereka yang mengikutinya (tabi”it tabi”in, penerj.); setelah itu, kebohongan akan merajalela”Tapi kalian mestilah tetap berada pada Jama”ah dan berhati-hatilah dari perpecahan!”
Jama”ah inilah yang dilukiskan dalam suatu hadits mutawatir (diriwayatkan banyak orang, penerj.): Ia yang dikehendaki Allah swt. untuk beroleh kebajikan besar, akan Dia karuniakan padanya pemahaman yang benar (haqq) dalam Agama. Aku (mengacu pada Nabi e, penerj.) hanyalah membagikan dan adalah Allah swt. yang mengkaruniakan! Kelompok itu akan tetap menjaga Perintah dan Aturan Allah swt., tak akan terlukai oleh kelompok yang menentang mereka, hingga datangnya Ketetapan Allah swt.”
Ya Allah swt., jadikanlah kami selalu bersyukur atas apa yang telah Kau karuniakan dan yang telah Rasul-Mu dan Habib-Mu bagikan!
Aku mendengar Mawlana Syaikh Nazim q.s. berkata beberapa kali atas nama guru beliau, Sultan al-Awliya” Mawlana as-Syaikh “Abd Allah swt.bn Muhammad “Ali ibn Husayn al-Fa’iz ad-Daghestani tsumma asy-Syami as-Salihi q.s. (ca. 1294-1393 H)[1]
- dari Syaikh Syaraf ud-Din Zayn al-’Abidin ad-Daghestani ar-Rasyadi q.s. (wafat 1354 H),
- dari paman maternal (dari sisi ibu) beliau, Syaikh Abu Muhammad al-Madani ad-Daghistani al-Rasyadi q.s.[2],
- dari Syaikh Abu Muhammad Abu Ahmad Hajj ‘Abd ar-Rahman Effendi Ad-Daghistani ats-Tsughuri q.s. (wafat 1299 H)[3],
- dari Syaikh Jamal ud-Din Effendi al-Ghazi al-Ghumuqi al-Husayni q.s. (wafat 1292 H)[4],
- juga (keduanya baik ats-Tsughuri maupun al-Ghumuqi) dari Muhammad Effendi ibn Ishaq al-Yaraghi al-Kawrali q.s. (wafat 1260 H)[5],
- dari Khass Muhammad Effendi asy-Syirwani ad-Daghestani q.s. (wafat 1254 H)[6],
- dari Syaikh Diya’uddin Isma’il Effendi Dzabih Allah al-Qafqazi asy-Syirwani al-Kurdamiri ad-Daghestani q.s. (wafat ‘‘‘),
- dari Syaikh Isma’il al-Anarani q.s. (wafat 1242 H),
- dari Mawlana Diya’uddin Khalid Dzul-Janahayn ibn Ahmad ibn Husayn as-Shahrazuri al-Sulaymani al-Baghdadi al-Dimashqi an-Naqsybandi al-’Utsmani ibn ‘Utsman ibn ‘Affan Dzun-Nurayn q.s. (1190-1242 H) dengan rantai isnad-nya yang masyhur hingga Syah Naqsyband Muhammad ibn Muhammad al-Uwaysi al-Bukhari q.s. yang berkata,
Thariqat kami adalah SHUHBAH (persahabatan) dan kebaikannya adalah dalam JAMA’AH (kelompok)
Semoga Allah swt. meridhai diri mereka semuanya, merahmati mereka, dan mengaruniakan pahala-Nya bagi mereka, dan memberikan manfaat bagi kita lewat mereka melalui telinga kita, kalbu-kalbu kita, dan keseluruhan wujud diri kita, Amin!
Beberapa kritik dari ‘Calon Sufi’ atas Thariqat Haqqani mengatakan atas thariqat kita dengan apa yang mereka sebut sebagai ‘kurang dalam sisi ilmu’. Seorang Sufi yang teliti akan menjadi orang terakhir yang mengatakan kritik yang menyesatkan seperti itu! Semestinya mereka menjadi orang-orang pertama yang mengetahui bahwa ilmu, sebagai ilmu saja, tidak hanya tanpa manfaat, tapi juga dapat menjadi perangkap mematikan yang mengarah kepada kebanggaan syaithaniyyah. Tak ada maaf baik bagi ia yang sombong (yaitu dengan ilmunya, penerj.) maupun ia yang bodoh; hanya Sufi yang penuh cinta, ketulusan, serta bertaubat-lah, walau memiliki kekurangan dalam ilmu dan adabnya, yang lebih dekat pada Allah swt. dan pada ma’rifatullah (pengenalan akan Allah swt.) daripada seorang Sufi berilmu yang menyimpan dalam kalbunya kebanggaan sekalipun hanya setitik debu. Semoga Allah swt. melindungi diri kalian dan diri kami!
Ibrahim al-Khawwass berkata bahwa ilmu (pengetahuan) bukanlah untuk mengetahui banyak hal, tapi untuk menaati Sunnah dan mengamalkan apa yang diketahui sekalipun itu hanya sedikit.
Imam Malik berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui banyak hal, tapi ia adalah cahaya Allah swt. yang Dia timpakan pada hati.
Imam as-Syafi’i berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui bukti dan dalil, melainkan untuk mengetahui apa yang bermanfaat.
Dan ketika seseorang berkata tentang Ma’ruf al-Karkhi (murid dari Dawud at-Ta’i, yang merupakan murid dari Habib ‘Ajami, murid dari Hasan al-Bashri; guru dari Sari as-Saqati, guru dari Sayyid Taifa Junayd al-Baghdadi, penerj.), ‘Dia bukanlah seseorang yang amat alim (berilmu),’ Imam Ahmad pun berkata, ‘Mah! Semoga Allah swt. mengampunimu! Adakah hal lain yang dimaksudkan oleh Ilmu selain dari apa yang telah dicapai oleh Ma’ruf’!’
Kritik lain berisi keberatan atas Rabitah atau ‘Ikatan’, suatu karakteristik khusus dari Thariqat Naqsybandi. Lebih jelasnya, mereka yang mengkritik rabitah ini berkeberatan atas unsur tasawwur atau ‘Penggambaran’ dalam rabitah yang meminta Murid untuk menggambarkan citra sang Syaikh dalam hatinya di permulaan maupun selama dzikir. Tetapi Allah swt. telah berfirman, ‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah swt. dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah swt.’ [33:21] dan Dia berfirman pula, ‘Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; ‘ [2:189] dan karena itulah kita datang kepada Nabi saw melalui ash-Shiddiq as, dan datang kepada yang terakhir ini melalui Salman y, dan masuk kepada yang terakhir ini melalui Qasim y, dan kepada yang terakhir ini melalui Sayyid Ja’far u, dan seterusnya. Karena ‘Ulama adalah pewaris para Nabi", dapat dipahami bahwa sang Mursyid adalah teladan kita akan teladan dari Nabi tersebut (di ayat 33:21 di atas, penerj.) dan ia (sang Mursyid) mestilah seseorang di antara mereka yang atas mereka, Nabi e bersabda, ‘Jika kalian melihat mereka, kalian ingat akan Allah swt.!’ Hadits ini diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas , Asma’ bint Zayd, dan Anas (semoga Allah swt. ridha atas diri mereka semua), juga dari Tabi’in Sa’id ibn Jubayr, ‘Abd al-Rahman ibn Ghanam, dan Muslim ibn Subayh.
Beberapa orang memprotes terhadap konsep fana’ sang Murid dalam diri Syaikh, atau fana’ fis-Syaikh. Mereka berkata, ‘Syaikhmu hanyalah seorang manusia; jadikanlah fana’-mu pada diri Rasulullah e!’ Tetapi, adalah salah untuk menyamakan sang Syaikh pembimbing sama seperti yang lain. Syaikh Ahmad Sirhindi q.s.’ qaddas-Allahu sirrahu - berkata: ‘Ketahuilah bahwa melakukan perjalanan (suluk) pada Thariqat yang paling Mulia ini adalah dengan ikatan (rabitah) dan cinta pada Syaikh yang kita ikuti. Syaikh seperti itulah yang berjalan di Jalan ini dengan keteguhan (istiqamah), dan ia tercelupi (insabagha) dengan segenap macam kesempurnaan melalui kekuatan daya tarik Ilahiah (jadzbah). Pandangannya menyembuhkan penyakit-penyakit hati dan konsentrasinya atau pemusatan pikirannya (tawajjuh) mengangkat habis cacat-cacat ruhani. Pemilik dari kesempurnaan-kesempurnaan ini adalah Imam dari zaman ini dan Khalifah pada waktu itu’ Dan, ikatan kita (padanya) adalah (melalui) cinta, dan hubungan (nisba) kita dengannya adalah pencerminan dan pencelupan diri, tak peduli apakah diri kita dekat atau jauh (secara fisik darinya, penerj.). Hingga kemudian sang murid akan tercelupkan dalam Jalan ini melalui ikatan cintanya pada sang Syaikh, jam demi jam, dan tercerahkan oleh pantulan cahaya-cahayanya. Dalam pola seperti ini, pengetahuan akan proses bukanlah suatu prasyarat untuk memberi atau menerima manfaat. Buah semangka matang oleh panas Sang Surya jam demi jam dan menghangat dengan berlalunya hari’ Sang Semangka semakin matang, namun pengetahuan macam apakah yang dimiliki sang semangka akan proses ini’ Apakah sang Surya bahkan mengetahui bahwa dirinya tengah mematangkan dan menghangatkan sang Semangka’ Sebagaimana disebutkan di atas, berkeberatan atas konsep fana’ fis-Syaikh adalah berarti pula berkeberatan akan cinta pada sang Syaikh. Kita semua memiliki keinginan dan tujuan untuk mencintai Syaikh kita dan mengetahui bahwa ia-lah objek yang paling patut menerima cinta dan hormat kita di dunia ini.
Sebagaimana sang penyair berpuisi:
Atas kesetiaan padamu yang suci dan tuluslah, aku mengatakan:
Cinta atasmu terpahat dalam kalbu dari kalbu-kalbuku,
Sebagai suatu ukiran yang dalam [NAQSY], suatu prasasti kuno.
Tak kumiliki lagi kehendak [IRADA] apa pun, selain cintamu,
Tak pula dapat kuucapkan apa pun padamu, selain "aku cinta padamu".
Tentang hal ini, Mawlana berkata pada suatu kesempatan baru-baru ini, ‘Kita telah diperintahkan untuk mencintai orang-orang suci. Mereka adalah para Nabi, dan setelah para Nabi, adalah para pewaris mereka, ‘Awliya’. Kita telah diperintahkan untuk beriman pada para Nabi, dan iman memberikan pada diri kita ‘Cinta’. Cinta membuat manusia untuk mengikuti ia yang dicintai. ITTIBA’ bermakna untuk mencintai dan mengikuti, sementara TA’AT bermakna [hanya] untuk mengikuti. Seseorang yang taat mungkin taat karena paksaan atau karena cinta, tetapi tidaklah selalu karena cinta.’
‘Nah, Allah swt. menginginkan hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya. Dan para hamba tidaklah mampu menggapai secara langsung cinta atas Tuhan mereka. Karena itulah, Allah swt. mengutus, sebagai utusan dari Diri-Nya, para Nabi yang mewakili-Nya di antara para hamba-Nya. Dan setiap orang yang mencintai Awliya’ dan Anbiya’, melalui Awliya’ akan menggapai cinta para Nabi. Dan melalui cinta para Nabi, kalian akan menggapai cinta Allah swt.’
‘Karena itu, tanpa cinta, seseorang tak mungkin dapat menjadi orang yang dicintai dalam Hadirat Ilahi. Jika kalian tak memberikan cinta kalian, bagaimana Allah swt. akan mencintai kalian’’
‘Namun manusia kini sudah seperti kayu, yang kering, kayu kering, mereka menyangkal cinta. Mereka adalah orang-orang yang kering ‘ tak ada kehidupan! Suatu pohon, dengan cinta, terbuka, bersemi dan berbunga di kala musim semi. Tetapi kayu yang telah kering, bahkan seandainya tujuh puluh kali musim semi mendatanginya, tak akan pernah terbuka. Cinta membuat alam ini terbuka dan memberikan buah-buahannya, memberikan keindahannya bagi manusia. Tanpa cinta, ia tak akan pernah terbuka, tak akan pernah berbunga, tak akan pernah memberikan buahnya.’
‘Jadi Cinta adalah pilar utama paling penting dari iman. Tanpa cinta, tak akan ada iman. Saya dapat berbicara tentang hal ini hingga tahun depan, tapi kalian harus mengerti, dari setetes, sebuah samudera!’ (akhir suhbat Mawlana).
Dengan dan melalui Mawlana, Allah swt. telah membuat segala macam hal yang sulit menjadi mudah. Kita amat bersyukur mengetahui beliau karena beliaulah jalan pintas bagi kita menuju nuur/cahaya dalam Agama ini. Nur ini adalah tujuan dan sasaran dari setiap orang yang sehat. Nur dan cahaya inilah yang dilukiskan dalam ayat yang Agung, ‘Allah swt. menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal-lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah swt.).’ [2:269] Semoga Allah swt. mengaruniakan bagi diri kita hikmah ini dan menjaga diri kita pada Jalan yang telah Dia perintahkan dan Dia sukai bagi diri kita! Semoga Allah swt. mengaruniakan pada Mawlana umur panjang dalam kesehatan dan mengaruniakan pada diri kita tingkatan (maqam) Murid yang Sejati demi kehormatan dari Ia yang paling terhormat, Nabi Muhammad saw.!
- Ada beberapa variasi pendapat tentang tahun lahir Mawlana as-Syaikh ‘Abd Allah q.s., berkisar dari 1284 H (dalam kitab at-Thariqat an-Naqsybandiyya, karangan Muhammad Darniqa) hingga 1294 H menurut murid tertua Syaikh ‘Abdullah q.s., Mawlana as-Syaikh Husayn q.s. (dalam kitab at-Thariqat an-Naqsybandiyya al-Khalidiyya ad-Daghistaniyya, karangan Ustadz Muhammad ‘Ali ibn as-Syaikh Husayn) hinga 1303 H dalam kitab al-Futuhat al-Haqqaniyya, karangan Syaikh ‘Adnan Kabbani q.s. hingga 1309 H dalam buku The Naqshbandi Sufi Way, karangan Syaikh Hisyam Kabbani q.s.
- Beliau menerima pula Thariqat Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri q.s. (demikian pula Syaikh Jamaluddin q.s.) yang dengan bimbingannya, beliau memulai suluknya hingga Syaikh Ibrahim q.s. menyuruhnya ke Syaikh ats-Tsughuri q.s., lihat ‘Ali, Thariqat Naqsybandiyya (halaman 229).
- Lihat Hadaya al-Zaman fi Tabaqat al-Khawajagan an-Naqsybandiyya (halaman 375) karangan Syu’ayb ibn Idris al-Bakini. Beliau mengambil pula dari al-Yaraghi, lihat Sullam al-Wusul karangan Ilyas al-Zadqari, sebagaimana dikuti di Hadaya (halaman 378).
- lihat Hadaya, al-Bakini (halaman 396). Beliau menerima Thariqat Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri q.s. dan memperkenalkan dzikir jahr dalam cabang Daghistani dari Naqshbandiyya melalui ijazah tersebut, lihat al-Bakini, Hadaya (halaman 396); ‘Ali, Tariqa Naqsybandiyya (halaman 229).
- dan bukannya 1254 H, sebagaimana secara salah disebutkan di beberapa sumber. Koreksi ini dari ‘Ali, Thariqat Naqsybandiyya (halaman 214). Muhammad al-Yaraghi juga mengambil secara langsung dari Syaikh Isma’il asy-Syirwani q.s., lihat al-Bakini, Hadaya (hal. 350-351).
- dari Syirwan di masa sekarang di Azerbaijan. Beliau wafat di Damaskus dan dimakamkan di Jabal Qasyoun, di samping Mawlana Khalid q.s. dan Mawlana Isma’il al-Anarani q.s. yang merupakan penerus pertama Mawlana Khalid q.s., yang wafat tujuh belas hari setelah wafatnya Mawlana Khalid q.s., keduanya karena wabah ‘ semoga Allah swt. merahmati mereka semua dan seluruh Syuhada’-Nya.
Perjalanan Spiritual
Mawlana Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani
BismillahirRahmanirRahim
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 – atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan Jalaluddin Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan menjawab seperti berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliau katakan :
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar ilmu-ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya. Setelah tamat sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam harinya untuk mempelajari thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi, ilmu logika dan Tafsir Qur’an. Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang masalah-masalah Islam secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari segala tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-masalah yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun 1359 H / 1940, dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara perempuannya tinggal. Beliau belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di daerah Bayazid. Pada saat yang sama beliau memperdalam hukum Islam dan bahasa Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin al-Lasuni, yang meninggal pada th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana pada tehnik kimia dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika Professor di universitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,” Saya tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu spiritual.”
Selama tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual pertamanya, Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat Naqsybandi yang meninggal pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh Nazim belajar pada beliau sebagai tambahan dari ilmu thariqat yang telah dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan Qadiriah. Biasanya beliau akan terlihat di masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang malam. Syaikh Nazim menuturkan :
“Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar biasa. Aku shalat subuh bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan shaykh Jamaluddin al-Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu spiritual dalam hatiku. Aku mendapat banyak penglihatan spiritual agar pergi menuju Damaskus, tapi hal itu belum diizinkan. Sering aku melihat Nabi Muhammad memanggilku menuju ke hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar aku meninggalkan segalanya dan untuk pindah menuju kota suci Nabi.
Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi “penglihatan” itu. Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk pundakku sambil mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia, amanat, dan ajaran spiritualmu bukan ada padaku. Aku menahanmu karena amanat sampai engkau siap bertemu dengan guru sejatimu yang juga guruku sendiri yaitu Syaikh Abdullah ad-Daghestani. Beliau pemegang kunci-kuncimu. Temui beliau di Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal dari Nabi.’ ( Shaykh Sulayman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat Naqsybandi yang mewakili 313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman itu. Dua jam kemudian aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari menghampirinya. Beliau membuka kedua tangannya dan berkata,” Anakku, bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau juga telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke Damaskus.” Beliau bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain, kecuali sebuah nama : Syaikh Abdullah ad-Daghestani di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah dan tafakur.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah dan tafakur.
Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku berusaha untuk langsung menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang saat itu menduduki Damaskus sedang mempersiapkan diri akan serangan pihak Inggris. Jadi aku pergi ke Homs dimana ada makam Khalid bin walid, sahabat Nabi. Ketika aku memasuki masjid untuk shalat, seorang pelayan mendatangiku dan mengatakan :
‘ Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah satu cucuku akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi petunjuk bagaimana ciri-ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat semuanya ada pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2 ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang lebih aman.
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2 ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang lebih aman.
Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan bis. Bis ini membawa beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan tidak seorangpun dikenalnya. Ketika berjalan mengelilingi pelabuhan, beliau melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang itu adalah Mufti Tripoli yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga merupakan shaykh atas semua thariqat sufi di kota itu.
“ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah satu cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan menyuruhku mencarimu di kawasan ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau mengatur perjalananku menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh Abdullah ad-Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-Habashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.
Akupun tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan datang ketika aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan memanggilku untuk masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak kulihat siapapun di jalanan. Keadaan tampak senyap akibat invasi orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan bersembunyi didalam rumah masing-masing. Aku sendirian dan mulai berkontemplasi didalam hati untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas gambaran itu muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku berusaha mencari sampai akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh membuka pintu rumah menyambutku, ” Selamat datang anakku, Nazim Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam kamar
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam kamar
beliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau menjawab,” Besok akan aku beri jawaban, sekarang waktumu untuk istirahat !” Beliau menawari makan malam lalu kami shalat Isya berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat disebelah Abu Bakr as-Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan kamipun shalat subuh. Suatu pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika Nabi memimpin shalat itu, bacaan yang dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak ada kata-kata yang mampu melukiskan pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah.
Begitu shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh menyuruhku untuk melakukan adhan subuh. Beliau shalat didepan dan aku dibelakangnya. Dari arah luar aku mendengar suara peperangan antar 2 pihak pasukan tentara. Grandsyaikh segera mem-baiat-ku didalam thariqat Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan untuk bisa membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik saja.’ Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning menjadi merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam. Perubahan warna itu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau alirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan kehidupan manusia sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat yang berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam seluruh thariqat-thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat hal ini terjadi. Tahap yang ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu mata grandsyaikh telah berubah menjadi putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat itu mata beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada apapun yang nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah beliau mengantarku menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh mengembalikan aku lagi pada eksistensiku semula.
Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak terbayangkan bila harus berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali agar bisa berdekatan dan melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai itu terasa disambar oleh petir, badai dan tornado. Ujian yang sungguh luar biasa dan membuatku putus asa ketika kemudian beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk saat ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau. Aku lewatkan satu malam bersama beliau . Kini beliau memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat yang telah kutinggalkan selama 5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun dalam thariqat sufi, seorang murid harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah mencium tangan dan kaki beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan menuju Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana transportasi. Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang menghampiriku, ‘Syaikh, anda butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah 2 hari perjalanan, kamipun sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ Kataku‘Buat apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir al-Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang dimiliki kakekmu padamu ? Nabi datang lagi lewat mimpiku dan mengatakan – ‘ Cucuku, si Nazim akan segera tiba, jagalah dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk mengatur perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun karena keadaan perang dan minimnya bahan bakar maka hal itu sangat mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat berbahaya !’ kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu untuk membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang normalnya hanya memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera setelah sampai di daratan Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan padaku,
‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa amanatku. Engkau telah banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini aku akan selalu dapat terlihat olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku, aku akan selalu berada disana. Segala pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala tingkatan spiritual yang ingin engkau capai, akan dianugerahkan kepadamu karena penyerahan totalmu. Semua awliya puas denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima thariqat Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agamapun juga dilarang disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun tidak diperbolehkan.
Langkah beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar di Nicosia dan melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang, syaikh Nazim terus mengumandangkan adhan di menara-menara masjid seluruh Nicosia. Sehingga tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan adhan, namun syaikh Nazim mengatakan : “ Tidak, aku tidak bisa.
Orang-orang harus mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah pertama dia ketika terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adhan dalam bahasa Arab. Itulah keajaiban syaikh kita.
Selama bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke seluruh penjuru Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia dan tempat-tempat lain untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim kembali ke Damaskus pada th. 1952 ketika beliau menikahi salah satu murid grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak saat itu beliau tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu selama 3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu menyertai bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Perjalanan Syaikh Nazim
Syaikh Nazim pergi haji setiap tahunnya untuk memimpin kelompok orang-orang Siprus. Beliau melaksanakan ibadah haji sebanyak 27 kali. Beliau menjaga murid-muridnya dan sebagai pengikut grandsyaikh Abdullah.
Suatu saat grandsyaikh mengatakan padanya agar pergi ke Aleppo dari Damaskus dengan berjalan kaki, dan berhenti di setiap desa untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi, ajaran sufisme dan ajaran Islam. Jarak antara Damaskus menuju Aleppo sekitar 400 kilometer. Butuh waktu lebih dari satu tahun untuk perjalanan pergi dan kembali. Syaikh Nazim berjalan kaki selama satu atau dua hari. Ketika sampai di sebuah desa, beliau tinggal disana selama seminggu untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi, memimpin dzikir, melatih penduduk dan melanjutkan perjalanan beliau sampai ke desa selanjutnya. Nama beliaupun mulai terdengar di setiap lidah orang-orang, mulai dari perbatasan Yordania sampai perbatasan Turki dekat Aleppo.
Hal yang sama diperintahkan dan dijalankan oleh syaikh Nazim agar berjalan kaki ke Siprus. Dari desa satu menuju desa lainnya, menyeru orang agar kembali pada Tuhannya dan meninggalkan segala materialisme, sekularisme dan atheisme.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon, sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid al-Umari al-Kabir di Beirut. Disana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon, sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid al-Umari al-Kabir di Beirut. Disana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Seorang syaikh datang dan shalat disebelah kami. Kemudian orang itu melihat kedua kakakku dan menyebut nama-nama mereka, selanjutnya menoleh ke arahku dan menyebutkan namaku. Kami amat terkejut, karena kami tidak saling mengenal sebelumnya. Pamanku juga tertarik pada beliau. Itulah pertama kali kami bertemu syaikh Nazim. Kakak tertuaku berkeras untuk mengajak syaikh Nazim dan paman untuk menginap di rumah kami.
Syaikh Nazim mengatakan : “ Saya dikirim oleh syaikh Abdullah. Beliau yang mengatakan ‘Setelah shalat ashar nanti, yang ada disebelah kananmu bernama ini dan yang lain bernama ini. Ajaklah mereka masuk thariqat Naqsybandi. Mereka akan menjadi pengikut kita.’ “
Kami masih amat muda dan kagum akan cara beliau mengetahui nama-nama kami.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami lain.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami lain.
Mulai tahun 1974, beliau mengunjungi Eropa. Dari Siprus menuju London dengan pesawat dan kembalinya mengendarai mobil lewat jalan darat. Beliau melanjutkan pertemuan dengan setiap kalangan masyarakat dari berbagai daerah, bahasa, adat sampai keyakinan yang berbeda-beda. Orang-orang mulai mengucap kalimat Tauhid dan bergabung dengan thariqat sufi dan belajar tentang rahasia-rahasia spiritual dari beliau. Senyum dan wajahnya yang bersinar amat dikenal di seluruh benua Eropa dan disayangi karena membawa cita rasa spiritualitas yang sebenarnya dalam kehidupan masyarakat.
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menuju kota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers. Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menuju kota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers. Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun 1986, beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju Timur jauh; Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri Lanka. Beliau di terima baik oleh para Sultan, Presiden, anggota parlemen, pejabat pemerintah dan tentu saja rakyat pada umumnya. Beliau di sebut sebagai orang suci zaman ini di Brunei. Beliau disambut dengan kemurahan rakyat dan khususnya oleh Sultan Hajji Hasan al-Bolkiah. Beliau digolongkan sebagai salah satu syaikh terbesar thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di Pakistan, beliau dikenal sebagai penyegar akan thariqat sufi dan beliau mempunyai ribuan murid. Di Srilanka, di antara pemerintahan dan rakyat biasa, beliau mempunyai lebih dari 20.000 ( dua puluh ribu ) murid. Di antara muslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi Amerika. Lebih dari 15 negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan banyak kalangan masyarakat dari berbagai aliran dan agama-agama : Muslim, Kristen, Yahudi, Sikh, Buddha, Hindu, New age, dan lain-lain. Hal ini membuahkan berdirinya lebih dari 13 pusat-pusat thariqat Naqsybandi di Amerika Utara. Kunjungan kedua th. 1993, beliau mendatangi berbagai daerah dan kota-kota, masjid-masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi. Melalui beliau, lebih dari 10.000 ( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara telah masuk Islam dan ber-baiat dalam thariqat Naqsybandi.
Pada bulan Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali masjid dan sekolah Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau adalah orang pertama diantara banyak generasi Imam Bukhari yang mampu mengembalikan daerah pusat para awliya di Asia tengah yang sangat kuat mengabadikan nama dan ajarannya dalam thariqat ini.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah ad-Daghestani di tahun 1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, syaikh Nazim dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima perintah dari Nabi untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani di Baghdad. Pergilah kesana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syaikh Nazim bercerita mengenai peristiwa ini :
Aku tidak bertanya apapun pada grandsyaikh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau makanan’ . Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat bersama syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika sampai di kota , aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku. “Syaikh Nazim, anda mau kemana ? “
“Ke Baghdad.” jawabku. Ternyata dia murid grandsyaikh. “ Saya juga mau kesana.” Kamipun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada seorang laki-laki tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,” Syaikh Nazim !”
“Ya,” jawabku.
“ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama tinggal disini. Mari ikut saya.”
Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam thariqat segala hal telah diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawth. Aku mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan shalat 5 waktu saja. Aku mencapai sebuah maqam dimana aku mampu khatam Al Qur’an dalam waktu 9 jam. Setiap harinya aku membaca La ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat 124.000 kali ditambah membaca seluruh Dalail al-khayrat, dan membaca 313.000 kali Allah, Allah, dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku. ‘Penglihatan-penglihatan spiritual’ mulai bermunculan mengantarku dari satu maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi fana’ dalam hadirat Allah.
Suatu hari aku mendapat penglihatan bahwa syaikh Abdul Qadir Jailani memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘ Oh, cucuku, aku sedang menunggumu di makamku, datanglah !” Aku bergegas mandi, shalat 2 rekaat dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari kamarku. Sesampai disana, aku mulai bermuraqaba. “ as-salam alayka ya jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku ) “
Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri disampingku. Dibelakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu mulia. Kata beliau “ Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan mengatakan :
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
Kemudian grandsyaikh nampak dihadapanku, Nabi (saw ) pun hadir, juga Shah Naqsyband. Syaikh Abdul Qadir Jailani berdiri memberi hormat pada Nabi beserta para syaikh yang hadir, akupun melakukannya. Kata beliau :
‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya dalam thariqat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan thariqat Naqsybandi pada maqamku. ‘
Nabi tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya Shah Naqsyband melihat pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan yang baik, karena Syaikh Abdullah yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh menerima rahasia thariqat Naqsybandi yang diterima beliau dari Shah Naqsyband melalui silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq, agar ditambahkan pada maqam syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika syaikh Nazim merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul Qadir Jailani muncul dan memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat Qadiriah. Kata Kakeknya, “ Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah berkunjung ke sini.” Beliau memeluk syaikh Nazim dan memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang di jaman beliau dulu hidup. Koin itu masih disimpan syaikh Nazim sampai hari ini.
Sebelum pergi, syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada syaikh yang telah melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai jubah ini selama masa khalwat, sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat dan dzikir. Simpanlah, Allah beserta Nabi akan memberkahimu.” Syaikh itu mengambil jubah, menciumnya dan memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan kembali ke Damaskus, Syria.
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana. Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan ‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana. Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan ‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Seorang syaikh Turki dari thariqat Naqsybandi berkhalwat di masjid-makam syaikh Abdul Qadir Jailani. Setelah selesai, beliau berikan jubah ini sebagai hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syaikh Qadiriah pemegang jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar menjaganya, karena siapapun yang mengenakan jubah itu, segala penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam perjalanannya menuju hadirat Ilahi akan mudah terangkat dalam tingkat kashf.’
Beliau membuka almari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di kotak kaca. Dia keluarkan jubah itu. Syaikh Nazim tersenyum melihatnya. Syaikh Qadiriah itu bertanya pada syaikh Nazim,” Apakah sebenarnya ini, syaikh ? “
Syaikh Nazim menjawab : “ Hal ini membuat aku bahagia. Jubah ini aku berikan pada Syaikh thariqat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini syaikh tersebut mencium tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam thariqat Naqsybandi.
Khalwat di Madinah
Sering kali syaikh Nazim diperintahkan melakukan khalwat dengan kurun waktu antara 40 hari sampai setahun. Tingkatan khalwatnya juga berbeda, mulai diisolasi dari kontak dunia luar, shalat, atau hanya diperkenankan adanya kontak saat melaksanakan dzikir atau pertemuan karena memberi kajian. Beliau sering melaksanakan khalwat di kota Nabi. Kata beliau :
Tidak seorangpun diberi kehormatan melakukan khalwat bersama syaikh mereka. Aku mendapatkan kesempatan ini berada dalam satu ruangan dengan syaikh Abdullah di Madinah. Sebuah ruangan kuno dekat masjid suci Nabi Muhammad saw. Disana terdapat satu pintu dan satu buah jendela. Segera setelah kami memasuki ruangan itu, syaikh menutup jendela rapat-rapat dan beliau mengijinkan aku keluar hanya pada saat menunaikan shalat 5 waktu di Masjid Nabi.
Beliau mengingatkan aku agar ‘mengawasi langkah / nazar bar qadam ’ ketika dalam perjalanan menuju tempat shalat. Dengan disiplin dan mengontrol penglihatan kita berarti memutuskan diri dari segala hal kecuali pada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Besar beserta Nabi-Nya.
Syaikh Abdullah tidak pernah tidur selama khalwat berlangsung. Selama satu tahun aku tidak pernah melihat beliau tidur dan menyentuh makanan. Hanya semangkuk sup dan sepotong roti disediakan untuk kami setiap harinya. Beliau selalu memberikan bagiannya kepadaku. Beliau hanya minum air dan tidak pernah meninggalkan ruangan itu.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Aku tidak tahu kapan saatnya malam ataupun siang kecuali saat shalat. Grandsyaikh tidak pernah melihat sinar matahari selama setahun penuh, kecuali cahaya dari lilin. Dan aku melihat cahaya matahari hanya ketika pergi untuk shalat.
Melalui khalwat tersebut, spiritualitasku meningkat ke tingkatan yang berbeda-beda. Suatu hari aku mendengar beliau mengatakan : ‘Ya Allah, beri daku kekuatan “Ghawth” / perantara / penolong, dari kekuatan yang Engkau berikan pada Nabi-Mu. untuk meminta ampunanMu bagi seluruh umat manusia saat kiamat nanti dan mengangkat mereka menuju Hadirat-Mu.’
Ketika beliau mengatakan hal ini, aku mengalami ‘penglihatan’ keadaan disaat hari kiamat. Allah swt turun dari Arsh-Nya dan mengadili umat manusia.. Nabi berada di samping kanan-Nya. Grandsyaikh berada di sebelah kanan Nabi, dan aku berada di sebelah kanan grandsyaikh.
Setelah Allah mengadili umat manusia, Dia memberi wewenang Nabi untuk menjadi perantara ampunan-Nya. Ketika Nabi selesai melakukannya, beliau meminta grandsyaikh untuk memberi barakahnya dan mengangkat mereka dengan kekuatan spiritual yang telah diberikan. Penglihatan itu berakhir dan aku mendengar grandsyaikh mengatakan, ‘ al-hamdulillah, al-hamdulillah, Nazim effendi, aku sudah mendapat jawabannya.’
Suatu hari selesai shalat subuh grandsyaikh mengatakan, ‘ Nazim Effendi, lihat !’ Kemana harus kulihat, atas, bawah, kanan atau kiri ? Ternyata ada di bagian hati beliau. Sebuah penglihatan muncul. Aku melihat syaikh Abdul Khaliq al Ghujdawani muncul dengan tubuh fisiknya dan mengatakan padaku,
’ Oh anakku, syaikh-mu memang unik. Tidak ada yang seperti dia sebelumnya. ‘
Kemudian kami diajak beliau di tempat lain di bumi ini.
‘ Allah swt memintaku untuk pergi ke batu itu dan memukulnya’ sambil menunjuk sebuah batu. Ketika beliau memukulnya, sebuah semburan air memancar deras keluar dari batu itu. Kata beliau, ‘ Air itu akan terus memancar seperti ini sampai kiamat nanti, dan Allah swt mengatakan padaku bahwa pada setiap tetes air ini Dia ciptakan satu malaikat bercahaya yang akan selalu memuji-Nya sampai kiamat nanti.’
Kata Allah : ‘ Oh hamba-Ku Abdul Khaliq al-Ghujdawani, tugasmu adalah memberi nama para malaikat ini dengan nama yang berbeda dan tidak boleh ada pengulangan. Hitung pula berapa kali pujian-pujian mereka, kemudian bagikan pada seluruh pengikut thariqat Naqsybandi. Itulah tanggung jawabmu.” Aku takjub akan beliau beserta tugas luar biasa yang diembannya.
Penglihatan itu terus berlanjut serasa menghujaniku. Pada hari terakhir khalwat kami setelah shalat subuh aku mendengar suara-suara dari arah luar ruangan kami. Suara orang dewasa dan suara anak-anak menangis. Tangisan itu semakin menjadi-jadi dan berlangsung berjam-jam. Aku tidak tahu siapa yang menangis karena tidak diizinkan untuk melihatnya. Grandsyaikh bertanya, “ Nazim Effendi, tahukah kamu siapa yang sedang menangis ?”
Walaupun aku tahu bahwa itu bukan tangisan manusia, namun aku menjawab,
” Oh syaikh, engkaulah yang lebih mengetahuinya.”
“Setan mengumumkan pada komunitasnya bahwa 2 manusia di bumi ini telah lolos dari kendalinya."
Kemudian aku melihat setan dan bala tentaranya telah dirantai dengan rantai surgawi untuk mencegah mereka mendekati syaikh dan aku. Penglihatan itu berakhir. Grandsyaikh meletakkan tangannya di dadaku sambil mengata.kan, ” Alhamdulillah, Nabi bahagia akan aku dan kamu.”
Lalu aku melihat Nabi Muhammad beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000 sahabat-sahabatnya, 7007 awliya-awliya Naqsybandi, 313 awliya agung, 5 Qutb dan Ghawth. Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan dalam hatiku ilmu spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka rahasia-rahasia thariqat Naqsybandi dan 40 thariqat-thariqat lainnya.
KARAMAH SYAIKH NAZIM
Pada th 1971, syaikh Nazim seperti biasa berada di Siprus selama 3 bulan; rajab, shaban, dan ramadhan. Suatu hari di bulan shaban, kami mendapat telpon dari bandara di Beirut. Ternyata dari syaikh Nazim yang meminta kami untuk menjemputnya. Kami terkejut karena tidak mengira beliau akan datang.
“ Aku diminta Nabi untuk menemuimu hari ini karena ayahmu akan wafat. Aku yang akan memandikan jenazahnya, mengkafani dan menguburkannya lalu kembali ke Siprus. “
“ Oh, syaikh. Ayah kami dalam keadaan sehat. Tidak ada sesuatu terjadi pada beliau.”
“Itulah yang dikatakan padaku.” Jawab beliau dengan amat yakin. Kamipun menyerah saja karena apapun yang dikatakan syaikh kami harus menerimanya.
Beliau meminta kami mengumpulkan seluruh keluarga untuk melihat ayah kami terakhir kalinya. Kami mempercayainya dan melaksanakannya walaupun ada yang terkejut dan ada yang tidak mempercayainya saat kami memanggilnya. Ada yang hadir dan ada yang tidak. Ayahku tidak mengetahui masalah ini, hanya melihat kunjungan keluarga sebagai hal yang biasa. Jam tujuh kurang seperempat. Kata syaikh Nazim,” Aku harus naik ke apartemen ayahmu untuk membaca surat Ya Sin tepat ketika beliau wafat.” Lalu beliau naik dari flat kami dibawah. Ayahku memberi salam pada syaikh Nazim lalu mengatakan,” Oh syaikh Nazim, sudah lama kami tak mendengar anda membaca qur’an. Maukah anda melakukannya untuk kami ?” Syaikh Nazimpun mulai membaca surat Ya Sin. Ketika beliau selesai membacanya, jarum jam menunjukkan tepat pukul tujuh. Persis ketika ayahku berteriak,” Jantungku, jantungku..!!” Kami merebahkan beliau, kedua saudaraku yang sama-sama dokter memriksa ayah. Jantungnya berdebar keras tak terkontrol dan dalam hitungan menit, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Semua orang melihat pada syaikh Nazim dengan takjub dan keheranan. “ Bagaimana beliau mengetahuinya ? wali macam apakah beliau ? bagaimana bisa dari Siprus, beliau datang hanya untuk hal ini ? rahasia seperti apakah yang ada di hatinya ? “
Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt pada beliau. Allah memberi wewenang akan kekuatan dan ramalan karena beliau memelihara keikhlasan, ketaatan, dan kesetiaan pada agama Allah. Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau menghormati Al-Quran. Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya, seperti halnya seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati tradisi-tradisi Islam selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah, kebijaksanaan, spiritualitas dan segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui akan masa lalu, saat ini dan masa depan.
Kami merasa terperangkap diantara dua emosi. Satu, karena tangis kesedihan kami akan wafatnya ayah dan yang kedua kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh guru kami pada almarhum ayah. Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya tidak akan pernah kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang suci. Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa diundur.
Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt pada beliau. Allah memberi wewenang akan kekuatan dan ramalan karena beliau memelihara keikhlasan, ketaatan, dan kesetiaan pada agama Allah. Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau menghormati Al-Quran. Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya, seperti halnya seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati tradisi-tradisi Islam selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah, kebijaksanaan, spiritualitas dan segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui akan masa lalu, saat ini dan masa depan.
Kami merasa terperangkap diantara dua emosi. Satu, karena tangis kesedihan kami akan wafatnya ayah dan yang kedua kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh guru kami pada almarhum ayah. Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya tidak akan pernah kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang suci. Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa diundur.
Suatu ketika syaikh Nazim mengunjungi Lebanon selama 2 bulan pada musim haji. Gubernur kota Tripoli, Lebanon yang bernama Ashar ad-Danya merupakan pemimpin resmi suatu kelompok haji. Beliau menawari syaikh Nazim untuk pergi bersama menunaikan ibadah haji. Kata syaikh,” Saya tidak bisa pergi dengan anda, tapi insya Allah, kita akan bertemu disana.”
Gubernur tetap memaksa. “ Jika anda pergi, pergilah dengan saya. Jangan dengan orang lain.” Syaikh Nazim menjawab,” Saya tidak tahu apakah saya akan pergi atau tidak.”
Ketika musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju ke rumah syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar beliau mengatakan,” Oh syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang lain dan tidak bersama kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi haji. Beliau bersama kami disini selama 2 bulan berkeliling Lebanon.”
Ketika musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju ke rumah syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar beliau mengatakan,” Oh syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang lain dan tidak bersama kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi haji. Beliau bersama kami disini selama 2 bulan berkeliling Lebanon.”
Gubernur berkata,” Tidak ! beliau pergi haji, kami punya saksi-saksi. Waktu itu saya sedang thawaf dan syaikh Nazim mendatangiku lalu mengatakan’ Oh Ashur, anda di sini?’ saya mengiyakan dan kami melakukan thawaf bersama-sama. Beliau menginap di hotel kami di Makkah. Dan menghabiskan siang hari bersama di tenda kami di Arafat. Beliau juga menginap bersama saya di Mina selama 3 hari. Lalu beliau mengatakan ‘Aku harus ke Madinah mengunjungi Nabi saw.’
kemudian kami menatap syaikh Nazim yang menampakkan senyum khasnya dan seakan-akan mengatakan : “ Itulah kekuatan yang dianugerahkan Allah pada para awliya-Nya. Bila mereka berada di jalan-Nya, meraih cinta-Nya dan hadirat-Nya, Allah akan menganugerahi segala hal.’
“ Oh syaikh-ku, karamah apa yang engkau tunjukkan pada kami adalah sangat luar biasa. Tidak pernah aku melihatnya selama hidupku. Aku ini seorang politikus. Aku percaya pada akal dan logika. Kini aku harus mengakui bahwa anda bukanlah orang biasa. Anda mempunyai kekuatan supranatural. Sesuatu yang Allah sendiri anugerahkan pada anda!”
Gubernur itu mencium tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam Thariqat Naqsybandi. Kapanpun syaikh Nazim mengunjungi Lebanon, gubernur dan perdana mentri Lebanon akan duduk dalam komunitas syaikh Nazim. Sampai saat ini, keluarga-keluarga beliau dan masyarakat Lebanon menjadi pengikut Syaikh Nazim.http://jalansufi.multiply.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar