Senin, 05 April 2010

Sholat Ied (Hari Raya)

Shalat Ied adalah ibadah shalat sunnat yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Shalat Ied termasuk dalam shalat sunnat muakkad, artinya shalat ini walaupun bersifat sunnat namun sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.

Niat Shalat

Niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan didalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya, apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Waktu dan tata cara pelaksanaan

Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat sebagai berikut :

  • Berjamaah
  • Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
  • Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
  • Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
  • Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
  • Imam menyaringkan bacaannya.
  • Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum’at
  • Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
  • Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
  • Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri pada Shalat Idul Adha sebaliknya.

Hadits berkenaan

  • Diriwayatkan dari Abu Said, ia berkata : Adalah Nabi SAW. pada hari raya idul fitri dan idul adha keluar ke mushalla (padang untuk shalat), maka pertama yang beliau kerjakan adalah shalat, kemudian setelah selesai beliau berdiri menghadap kepada manusia sedang manusia masih duduk tertib pada shaf mereka, lalu beliau memberi nasihat dan wasiat (khutbah) apabila beliau hendak mengutus tentara atau ingin memerintahkan sesuatu yang telah beliau putuskan,beliau perintahkan setelah selesai beliau pergi. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)
  • Telah berkata Jaabir ra: Saya menyaksikan shalat 'ied bersama Nabi saw. beliau memulai shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan tanpa iqamah, setelah selesai beliau berdiri bertekan atas Bilal, lalu memerintahkan manusia supaya bertaqwa kepada Allah, mendorong mereka untuk taat, menasihati manusia dan memperingatkan mereka, setelah selesai beliau turun mendatangai shaf wanita dan selanjutnya beliau memperingatkan mereka. (H.R : Muslim)
  • Diriwayatkan dari Ummu 'Atiyah ra. ia berkata : Rasulullah SAW. memerintahkan kami keluar pada 'idul fitri dan 'idul adhha semua gadis-gadis, wanita-wanita yang haid, wanita-wanita yang tinggal dalam kamarnya. Adapun wanita yang sedang haid mengasingkan diri dari mushalla tempat shalat 'ied, mereka menyaksikan kebaikan dan mendengarkan da'wah kaum muslimin (mendengarkan khutbah). Saya berkata : Yaa Rasulullah bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai jilbab? Beliau bersabda : Supaya saudaranya meminjamkan kepadanya dari jilbabnya. (H.R : Jama'ah)
  • Diriwayatkan dariAnas bin Malik ra. ia berkata : Adalah Nabi SAW. Tidak berangkat menuju mushalla kecuali beliau memakan beberapa biji kurma, dan beliau memakannya dalam jumlah bilangan ganjil. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)
  • Diriwayatkan dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata : Nabi SAW. Mendirikan shalat 'ied, kemudian beliau memberikan ruhkshah / kemudahan dalam menunaikan shalat Jumat, kemudian beliau bersabda : Barang siapa yang mau shalat jumat, maka kerjakanlah. (H.R : Imam yang lima kecuali At-Tirmidzi)
  • Diriwayatkan dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya, dari neneknya, ia berkata : Sesungguhnya Nabi SAW. bertakbir pada shalat 'ied dua belas kali takbir. dalam raka'at pertama tujuh kali takbir dan pada raka'at yang kedua lima kali takbir dan tidak shalat sunnah sebelumnya dan juga sesudahnya. (H.R : Amad dan Ibnu Majah)
  • Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud ra. bertakbir pada hari-hari tasyriq dengan lafadz sbb (artinya) : Allah maha besar, Allah maha besar, tidak ada Illah melainkan Allah dan Allah maha besar, Allah maha besar dan bagiNya segala puji. (H.R Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih)
  • Diriwayatkan dari Abi Umair bin Anas, diriwayatkan dari seorang pamannya dari golongan Anshar, ia berkata : Mereka berkata : Karena tertutup awan maka tidak terlihat oleh kami hilal syawal, maka pada pagi harinya kami masih tetap shaum, kemudian datanglah satu kafilah berkendaraan di akhir siang, mereka bersaksi dihadapan Rasulullah saw.bahwa mereka kemarin melihat hilal. Maka Rasulullah SAW. memerintahkan semua manusia (ummat Islam) agar berbuka pada hari itu dan keluar menunaikan shalat 'ied pada hari esoknya. (H.R : Lima kecuali At-Tirmidzi)
  • Diriwayatkan dari Azzuhri, ia berkata : Adalah manusia (para sahabat) bertakbir pada hari raya ketika mereka keluar dari rumah-rumah mereka menuju tempat shalat 'ied sampai mereka tiba di mushalla (tempat shalat 'ied) dan terus bertakbir sampai imam datang, apabila imam telah datang, mereka diam dan apabila imam ber takbir maka merekapun ikut bertakbir. (H.R: Ibnu Abi Syaibah)

WAKTU PELAKSANAAN SHALAT ID

Oleh

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari

*

*

Abdullah bin Busr sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama manusia pada hari Idul Fithri atau Idul Adha, maka ia mengingkari lambatnya imam dan ia berkata : “Sesungguhnya kita telah kehilangan waktu kita ini, dan yang demikian itu tatkala tasbih”[1]1

Ini riwayat yang paling shahih[22] dalam bab ini, diriwayatkan juga dari selainnya akan tetapi tidak tsabit dari sisi isnadnya.

Berkata Ibnul Qayyim :

“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fithri dan menyegerakan shalat Idul Adha. Dan adalah Ibnu Umar -dengan kuatnya upaya dia untuk mengikuti sunnah Nabi- tidak keluar hingga matahari terbit” [Zadul Ma'ad 1/442]

Shiddiq Hasan Khan menyatakan :

“Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah setelah tingginya matahari seukuran satu tombak sampai tergelincir. Dan terjadi ijma (kesepatakan) atas apa yang diambil faedah dari hadits-hadits, sekalipun tidak tegak hujjah dengan semisalnya. Adapun akhir waktunya adalah saat tergelincir matahari” [Al-Mau'idhah Al-Hasanah 43,44]

Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi :

Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir. Yang paling utama, shalat Idul Adha dilakukan di awal waktu agar manusia dapat menyembelih hewan-hewan kurban mereka, sedangkan shalat Idul Fithri diakhirkan agar manusia dapat mengeluarkan zakat Fithri mereka” [Minhajul Muslim 278]

Peringatan :

Jika tidak diketahui hari Id kecuali pada akhir waktu maka shalat Id dikerjakan pada keesokan paginya.

Abu Daud 1157, An-Nasa’i 3/180 dan Ibnu Majah 1653 telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Umair bin Anas, dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mereka bersaksi bahwa mereka melihat hilal (bulan tanggal satu) kemarin, maka Nabi memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke mushalla mereka keesokan paginya”

*

*

SHALAT ID TANPA AZAN DAN IQAMAH

Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata :

“Artinya : Aku pernah shalat dua hari raya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari sekali dua kali, tanpa dikumandangkan azan dan tanpa iqamah” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]

Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu ‘anhum berkata :

“Artinya : Tidak pernah dikumandangkan azan (untuk shalat Id -pent) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]

Berkata Ibnul Qayyim :

“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila tiba di mushalla (tanah lapang), beliau memulai shalat tanpa azan dan tanpa iqamah, dan tidak pula ucapan “Ash-Shalatu Jami’ah“. Yang sunnah semua itu tidak dilakukan. [Zaadul Ma'ad 1/442]

Imam As-Shan’ani berkata dalam memberi komentar terhadap atsar-atsar dalam bab ini :

“Ini merupakan dalil tidak disyariatkannya azan dan iqamah dalam shalat Id, karena (mengumandangkan) azan dan iqamah dalam shalat Id adalah bid’ah” [Zaadul Ma'ad 1/442]

*

*

TATA CARA SHALAT ID

*

  • Pertama : Jumlah raka’at shalat Id ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu ‘anhu.

“Artinya : Shalat safar itu ada dua raka’at, shalat Idul Adha dua raka’at dan shalat Idul Fithri dua raka’at. dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]

  • Kedua : Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent)

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

“Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku” [1]1

Berkata Imam Al-Baghawi :

“Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Id sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya” [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]

  • Ketiga : Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat Id[2] 2Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata : “Ibnu Umar -dengan semangat ittiba’nya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir” [Zadul Ma'ad 1/441]

Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam “Tamamul Minnah” hal 348 :

“Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Id diriwayatkan dari Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih.

Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif (lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang”

Dalam ‘Ahkmul Janaiz’ hal 148, berkata Syaikh kami :

“Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir”.

Keempat : Tidak shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Id. Akan tetapi ada atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu [33] tentang hal ini. Ibnu Mas’ud berkata :

“Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla”

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :

“(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut”.

Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.

  • Kelima : Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar[44] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A’la dan surat Al-Ghasyiyah[5]5

Berkata Ibnul Qaooyim Rahimahullah :

“Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu”[6]6

  • Keenam : (Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [77]

  • Ketujuh : Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Id berjama’ah, maka hendaklah ia shalat dua raka’at.

Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam “Shahihnya” :

“Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka’at” [Shahih Bukhari 1/134, 135]

Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” 2/550 berkata setelah menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di atas).

Dalam tarjumah ini ada dua hukum :

  1. Disyariatkan menyusul shalat Id jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.

  2. Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka’at

Berkata Atha’ : “Apabila seseorang kehilangan shalat Id hendaknya ia shalat dua rakaat” [sama dengan di atas]

Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan :

“Ini adalah madzhabnya Syafi’i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat Id bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat Id sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah dengan imam”.

Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla[88] untuk shalat Id. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali”[99]

Berkata Imam Malik dalam ‘Al-Muwatha’ [10]10

“Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka’at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah)”

Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain [Al-Mughni 2/212]

  • Kedelapan : Takbir (shalat Id) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan [1111] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

———————————————————————————-

KHUTBAH SETELAH SHALAT ID

*

*

Termasuk sunnah dalam khutbah Id adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Bukhari membuat bab dalam kitab ‘Shahih’nya [1] 1: “Bab Khutbah Setelah Shalat Id”.

Ibnu Abbas berkata :

“Artinya : Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum. Semua mereka melakukan shalat sebelum khutbah” [Riwayat Bukhari 963, Muslim 884 dan Ahmad 1/331 dan 346]

Ibnu Umar berkata :

“Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar menunaikan shalat Idul Fithri dan Idul Adha sebelum khutbah” [Riwayat Bukhari 963, Muslim 888, At-Tirmidzi 531, An-Nasa'i 3/183, Ibnu Majah 1276 dan Ahmad 2/12 dan 38]

Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan ketika mengomentari bab yang dibuat Bukhari di atas [22] :

“Yakni : Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diamalkan Al-Khulafaur Rasyidin adalah khutbah setelah shalat. Adapun perubahan yang terjadi -yang aku maksud adalah mendahulukan khutbah dari shalat dengan mengqiyaskan dengan shalat Jum’at- merupakan perbuatan bid’ah yang bersumber dari Marwan” [Dia adalah Marwan Ibnul Hakam bin Abil 'Ash, Khalifah dari Banni Umayyah wafat tahun 65H, biografinya dalam 'Tarikh Ath-Thabari 7/34]

Berkata Imam Tirmidzi [3] 3:

“Yang diamalkan dalam hal ini di sisi ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka adalah shalat Idul Fithri dan Adha dikerjakan sebelum khutbah. orang pertama yang berkhutbah sebelum shalat adalah Marwan bin Al-Hakam” [Lihat kitab Al-Umm 1/235-236 oleh Imam ASy-Syafi'i Rahimahullah dan Aridlah Al-Ahwadzi 3/3-6 oleh Al-qadli Ibnul Arabi Al-Maliki]

*

TIDAK WAJIB MENGHADIRI (MENDENGARKAN) KHUTBAH

*

Abi Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar menuju mushalla pada hari Idul Fithri dan Adha. Maka yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia sedangkan mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau lalu memberi pelajaran, wasiat dan perintah” [Dikeluarkan oleh Bukhari 956, Muslim 889, An-Nasa'i 3/187, Al-Baihaqi 3/280 dan Ahmad 3/36 dan 54]

Khutbah Id sebagaimana khutbah-khutbah yang lain, dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah Yang Maha Mulia.

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :

“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam ‘Sunan’nya[4] 4dari Sa’ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir” [Zadul Ma'ad 1/447-448]

Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk.

Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al-Bazzar meriwayatkan dalam “Musnad”nya (no. 53-Musnad Sa’ad) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan di antara keduanya dengan duduk.

Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib : “Haditsnya mungkar”

Maka khutbah Id itu tetap satu kali seperti asalnya.

Menghadiri khutbah Id tidaklah wajib seperti menghadiri shalat, karena ada riwayat dari Abdullah bin Saib, ia berkata :

“Artinya : Aku menghadiri Id bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika selesai shalat, beliau bersabda : ‘Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk mendengarkan maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah” [Diriwayatkan Abu Daud 1155, An-Nasa'i 3/185, Ibnu Majah 1290, dan Al-Hakim 1/295, dan isnadnya Shahih. Lihat Irwaul Ghalil 3.96-98]

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah [5] 5:

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan bagi yang meghadiri shala Id untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi” [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam 24/214]

———————————————————————

1Yakni waktu shalat sunnah, ketika telah lewat waktu diharamkannya shalat. lihat Fathul Bari 2/457 dan An-Nihayah 2/331

2 Bukhari menyebutkan hadits ini secara muallaq dalam shahihnya 2/456 dan Abu Daud meriwayatkan secara bersambung 1135, Ibnu Majah 1317, Al-Hakim 1/295 dan Al-Baihaqi 3/282 dan sanadnya Shahih

1 Riwayat Abu Daud 1150, Ibnu Majah 1280, Ahmad 6/70 dan Al-Baihaqi 3/287 dan sanadnya Shahih. Peringatan : Termasuk sunnah, takbir dilakukan sebelum membaca (Al-Fatihah). sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud 1152, Ibnu Majah 1278 dan Ahmad 2/180 dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, kakeknya berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Id tujuh kali pada rakaat pertama kemudian beliau membaca syrat, lalu bertakbir dan ruku’ , kemudian beliau sujud, lalu berdiri dan bertakbir lima kali, kemudian beliau membaca surat, takbir lalu ruku’, kemudian sujud”. Hadits ini hasan dengan pendukung-pendukungnya. Lihat Irwaul Ghalil 3/108-112. Yang menyelisihi ini tidaklah benar, sebagaimana diterangkan oleh Al-Alamah Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad 1/443,444

2Lihat Irwaul Ghalil 3/112-114

3 Diriwayatkan Al-Baihaqi 3/291 dengan sanad yang jayyid (bagus

4 Diriwayatkan oleh Muslim 891, An-Nasa’i 8413, At-Tirmidzi 534 Ibnu Majah 1282 dari Abi Waqid Al-Laitsi radhiyallahu ‘ahu

5 Diriwayatkan oleh Muslim 878, At-Tirmidzi 533 An-Nasa’i 3/184 Ibnu Majah 1281 dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu

6 Zadul Ma’ad 1/443, lihat Majalah Al-Azhar 7/193. Sebagian ahli ilmu telah berbicara tentang sisi hikmah dibacanya surat-usrat ini, lihat ucapan mereka dalam ‘Syarhu Muslim” 6/182 dan Nailul Authar 3/297

7 Untuk mengetahui hal itu disertai dalil-dalilnya lihat tulisan ustadz kami Al-Albani dalam kitabnya ‘Shifat Shalatun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kitab ini dicetak berkali-kali. Dan lihat risalahku ‘At-Tadzkirah fi shifat Wudhu wa Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, risalah ringkas.

8 Tidak dinamakan ini qadla kecuali jika keluar dari waktu shala secara asal

9 Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari 80 dan lihat kitab Al-Majmu 5/27-29

10Nomor : 592 -dengan riwayat Abi Mush’ab.

11Al-Mughni 2/244 oleh Ibnu Qudamah

1Kitabul Iedain, bab nomor 8. Lihat Fathul Bari 2/453

2 Syrahu Tarajum Abwabil Bukhari 79

3 Dalam Sunan Tirmidzi 2/411

4Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa’ad bin Ammar bin Sa’ad muadzin. Abdurrahman berkata : “Telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapaknya dari kakeknya …” lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa’ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)

5 Zadul Ma’ad 1/448

(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab “Malam Lailatul Qadar”. Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid)

Tidak ada komentar:

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog