Muhammad Ishomuddin Hadzik atau yang biasa di panggil Gus Ishom merupakan cucu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dari pasangan Chodidjah Hasyim – Muhammad Hadzik Mahbub. Lahir di Kediri, 18 Juli 1965, sejak kecil telah menunjukkan bakat yang mendalam terhadap dunia keilmuan khususnya tentang kitab kuning. Sejak kelahirannya, Ishom kecil telah mendapat sentuhan barakah dari almarhum almaghfurlah KH. Mahrus Aly dan almarhum almaghfurlah KH. Abdul Majid putra KH. Ma’ruf Kedung Lo.
Ketika proses kelahiran yang mengalami sedikit kesulitan, sang ayah M. Hadzik Mahbub sowan kepada almarhum almaghfurlah KH. Abdul Majid agar berkenan memberikan doa agar proses kelahiran putranya berlangsung lancar. Akhirnya almarhum almaghfurlah KH. Abdul Majid memberikan segelas air putih kepada M. Hadzik Mahbub agar diminumkan kepada istrinya. Setelah itu air segera diminumkan oleh M. Hadzik Mahbub kepada istrinya. Tidak lama kemudian, lahirlah bayi laki-laki dirumah sakit Kediri. Segera almarhum almaghfurlah KH. Mahrus Aly dikabari tentang kelahiran tersebut. Ketika almarhum almaghfurlah KH. Mahrus Aly datang ke rumah sakit dan memberi nama bayi laki-laki tesebut dengan nama Ishomuddin.
Setelah itu, kehidupan Ishom kecil dibawa ke Pondok Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Sejak kecil, Ishom telah diperkenalkan kepada kehidupan pesantren yang sarat dengan pendidikan agama. Pada usia yang tergolong anak-anak, Ishom telah menunjukkan ketertarikan kepada ilmu-ilmu agama. Pada usia 7 tahun, setiap bulan ramadhan, Ishom kecil selalu melakukan tarawih dimasjid Pondok Pesantren Tebuireng dan selalu berada dibelakang imam. Tujuannya adalah memilh diantara imam-imam yang terbaik bacaan Al-Qur annya agar dia bisa belajar membaca Al-Qur an kepada imam tersebut. Setelah menemukan imam yang bacaannya cocok dengannya, Ishom kecil segera matur kepada sang ibu bahwa dia ingin mengaji Al-Qur an kepada imam itu.
Diluar bulan ramadhan, Ishom kecil juga shalat maghrib berjamaah dimasjid Pondok Pesantren Tebuireng dan selalu berada dibelakang imam. Pada saat itu, shalat jamaah sering dipimpin oleh almarhum almaghfurlah KH. Muhammad Idris Kamali, menantu Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Setiap selesai berdoa’ tak lupa kyai Idris demikian panggilan sehari-hari, selalu meniup kening Ishom kecil sambil diiringi dengan doa barakah.
Pada waktu bersekolah di SDN Cukir I, sosok Ishom kecil telah menonjol diantara teman-temannya. Dari segi pelajaran, nilai yang didapat selalu diatas teman-temannya. Pada saat memasuki bangku sekolah lanjutan, Ishom yang telah beranjak remaja, memilih pagi hari untuk bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng dan siang harinya di SMP A. Wahid Hasyim. Sungguh semangat belajar yang sangat kuat untuk usia anak-anak.
Setelah lulus Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng, Ishom memutuskan untuk menuntut ilmu agama di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Dibawah bimbingan langsung almarhum almaghfurlah KH. Mahrus Aly, gus Ishom yang telah beranjak remaja semakin mendapat bekal ilmu agama dan kitab kuning semaikin banyak. Ketertarikannya kepada kitab kuning ditambah riyadhah yang kuat, membuatnya semakin lancar dalam menuntut ilmu. Berbagai kitab yang tergolong kitab besar dan tidak semua santri mampu membacanya dan memahaminya, dengan mudah di “lahap” oleh gus Ishom. Otak yang cerdas, pikiran yang cemerlang menjadikannya mudah dalam memahami tentang suatu hal. 11 tahun adalah waktu yang cukup bagi gus Ishom menimba ilmu di pondok pesantrten Lirboyo Kediri, termasuk ketika menjadi santri kilat ketika ramadhan diberbagai pesantren lainnya.
Pada tahun 1991, gus Ishom pulang kembali ke Tebuireng untuk mengamalkan apa yang telah dipelajari selama nyantri di Pondok Pesantren Liboyo Kediri serta pesantren lainnya. Sikap rendah hati, alim, tidak neko-neko membuat gus Ishom banyak mendapat simpati masyarakat sekitar walaupun baru pulang dari pondok pesantren. Kealimannya dalam hal kitab kuning, membuat gus Ishom bersentuhan langsung dengan karya sang kakek Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Beberapa kitab karya Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari diterbitkan dan dibacanya pada bulan ramadhan di masjid Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang diikuti oleh ribuan peserta sehingga kitab-kitab karya Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dikenal oleh masyarakat luas. Selain telah menerbitkan sebagian kitab karya kakeknya, gus Ishom juga menulis beberapa kitab yaitu : 1. Audhohul Bayan Fi Ma Yata’allq Bi Wadhoifir Ramadhan. 2. Miftahul Falah Fi Ahaditsin Nikah. 3. Irsyadul Mukminin.
Tidak hanya dalam urusan ilmu agama, gus Ishom cukup memahami tentang masalah sosial, budaya serta politik. Cukup sering tulisannya menghiasi berbagai halaman media massa semisal harian Surya, Jawa Pos, Republika dan lain-lain. Pengalaman menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang, membuat pengalaman politiknya semakin tajam.
Selain menulis kitab dan beberapa artikel di media massa, gus Ishom juga merupakan seorang muballigh yang handal. Lisan yang fasih, bahasa yang lugas serta ilmu yang tinggi, membuat setiap ceramah yang disampaikan olehnya selalu menarik untuk disimak. Tidak banyak orang bisa menulis kitab, artikel, cerpen dan berpidato. Gus Ishom merupakan sosok serba bisa yang diharapkan menjadi kader NU yang mumpuni.
Pada tanggal 23 Januari 2000, setelah menemukan calon istri bernama Nia Dzaniati Anwar yang berasal dari Pacitan, dikomplek pemakaman keluarga Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, gus Ishom melangsungkan pernikahan dengan akad nikah dilakukan oleh gus Dur yang saat itu menjabat presiden. dengan disaksikan oleh para kyai
.Penulis teringat waktu kuliah dulu, beliau sempat menjadi dosen di INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASYARI (IKAHA) beliau memberikan desertasi kuliah yang luar biasa tentang KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING , bagaimana mencoba mengaktualisasikan khazanah-khazanah kitab-kitab karya ulama terdahulu yang begitu luar biasa banyaknya. Dan gagasan ini adalah adalah sesuatu yang berharga bagi penulis untuk dapat menginterprestasikan kajian-kajian kitab salaf agar dapat di implementasikan pada masa kini.Dan hingga saat ini gagasan itu hanya sebuah wacana dikalangan ulama NU dan belum ditemukan solusi terhadap gagasan tersebut.
Pada akhir tahun 2002, ketika bulan ramadhan gus Ishom mengalami sakit pada bagian betis yang diduga oleh dokter sebagai gejala asam urat akut. Berbagai pengobatan dilakukan, akan tetapi tidak membawa hasil. Akhirnya ketika sakit yang semakin parah, gus Ishom dirujuk ke Surabaya dan disanalah diketahui bahwa gus Ishom menderita kanker yang tergolong langka dan telah mencapai stadium III. Pengobatan melalui kemoterapi dan berbagai upaya alternatif telah dilakukan. Akan tetapi Sang Maha Kuasa, Allah Robbul ‘Alamiin memiliki kehendak lain. Pada tanggal 26 Juli 2003 pukul 6.30 WIB gus Ishom dipanggil menghadap Allah SWT. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un. Meninggalkan seorang istri dan dua orang anak putra – putri yang bernama Muhammad Hasyim Anta Maulana dan La Tahzan Innallaha Ma’ana. Gus Dur yang mengakadkan nikahnya, Gus Dur pula yang mensholati pertama kali jenazahnya. Akad nikah sebagai pembuka kehidupan baru dilaksanakan di komplek makam keluarga Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Dikomplek itu pula gus Ishom menutup kehidupannya. Gerimis yang turun dimusim kemarau ketika pembacaan talqin seolah menyampaikan duka dan siraman rahmat dari Allah SWT. Selamat jalan kakakku, sahabatku, guruku. Semoga engkau menemukan kedamaian di sisi Allah nan Maha Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar