Seorang teman saya yang sama sama dulu belajar di Jawa Timur, kini membuka KBIH ( kelompok bimbingan Haji dan Umroh ) , dia rela melepas atributnya sebagai seorang Penghulu dan Pegawai Negri dan lebih memilih menjadi seorang Da’i . Terkadang saya iri melihat keistiqomahan hatinya , ratusan kali keningnya menempel di tanah suci Mekkah , ratusan kali tumit dan kakinya menapak di mekkah . Kapan kita bisa menempelkan kening, tumit dan kaki ini di Tanah suci ?? kapan kita bisa membasahi tanah suci dengan linangan air mata ini ?. Perjalanan ibadah Haji adalah merupakan perjalanan spritual yang akan mampu merubah sifat sifat manusia yang memiliki banyak kekurangan menjadi sifat sifat ketuhanan yang sempurna. Mengapa seseorang ketika menginjakkan kakinya di Rumah Alloh Mekkah akan meneteskan air mata ?? karena pada hakikatnya “Manusia akan kembali kepada Alloh , kalau Lebaran Idul fitri yang lalu saudara saudara kita melakukan Mudik kekampung halamannya , mereka rela menempuh jarak beratus ratus kilometer, Mereka rela bermacet macet berjam jam lamanya untuk dapat bertemu dengan sanak keluarganya, namun mudik seperti ini hanya fisik dan raganya saja , bathinnya tidak ikut mudik , karena sebenarnya mudik adalah kembalinya kita kepada Alloh swt yaitu dengan melakukan perjalanan spritual seperti ibadah Haji ke Baitulloh.
Habib Abdulloh bin alwi al hadad seorang ulama besar mengatakan bahwa melakukan perjalanan ibadah Haji adalah seperti perjalanan seorang hamba menuju kematian dan menuju akherat. Meninggalkan kampung halamannya dengan diiringi sanak keluarga, para kerabat dan tetangga. Ditanggalkan seluruh pakaian yang menempel di badan dan dililitkan tubuh kita dengan kain ihram berwarna putih yang diibaratkan seperti Kain kapan yang menutup tubuh. Isak tangis keluarga mengiringi keberangkatan kita ketanah suci diibaratkan mengantarkan kita ke tempat yang sangat jauh yang tidak akan mungkin kembali lagi. Perjalanan ibadah Haji yang melalui beberapa kota diibaratkan kita akan melalui beberapa peradaban menuju hari kiamat. Kesendirian kita dalam perjalanan haji diibaratkan kesunyian didalam kubur,sementara membaca Talbiah merupakan tekad untuk memenuhi panggilan alloh. Berkumpulnya kita di Arafah diibaratkan bahwa seluruh umat manusia akan dikumpulkan di padang masyar dihari kiamat.
Ibadah Haji, merupakan kepulangan manusia kepada Allah yang mutlak, yang tidak memiliki keterbatasan dan yang tidak diserupai oleh sesuatu apapun. Kepulangan kepada Allah merupakan gerakan menuju kesempurnaan, kebaikan, keindahan, kekuatan, pengetahuan, nilai dan fakta-fakta. Dengan melakukan perjalanan menuju keabadian ini, tujuan manusia bukanlah untuk binasa, tetapi untuk ‘berkembang’. Tujuan ini bukan untuk Allah, tetapi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Makna-makna tersebut dipraktikkan dalam pelaksanaan ibadah haji, dalam acara-acara ritual, atau dalam tuntunan non-ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dalam bentuk nyata atau simbolik dan semuanya, pada akhirnya mengantarkan seorang yang haji hidup dengan pengamalan dan pengalaman kemanusiaan universal.
Ibadah haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagi manusia. Dengan kata lain, orang yang sudah berhaji haruslah menjadi manusia yang ‘tampil beda’ /lebih lurus hidupnya dibanding sebelumnya, dan ini adalah kemestian. Kalau tidak, sesungguhnya kita hanyalah Plesiran berlibur ke Tanah Suci di musim haji. Bukannya saya berburuk sangka dengan saudara saudara kita dan selebritis kita yang sering melakukan Ibadah haji dan Umroh beberapa kali. Namun sekembalinya mereka dari tanah suci tidak merubah sikaf dan prilaku yang mencerminkan sifat uluhiyyah , ibadah haji mungkin hanya menjadi meningkatkan status sosial di masyarakat. Seseorang yang semula kurang terpandang di masyarakat mendadak dihargai dan dihormati setelah melaksanakan ibadah haji. Seseorang akan marah jika tidak dipanggil dengan sebutan haji atau hajjah. Ibadah haji sebatas simbol berupa tambahan gelar di depan nama H (haji) atau HJ (hajjah) dan memakai peci putih lengkap dengan sorbannya yang tidak memiliki manfaat bagi orang banyak.
ibadah haji sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas iman, merubah prilaku manusia subtansinya , tidak dilihat dari gelar haji yang disandangnya. Akan tetapi, sejauh mana ibadah yang telah dilaksanakan itu di tanah suci membekas dalam hati, lalu terrefleksi dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti, ibadah haji hakikatnya merupakan upacara inisiasi untuk melahirkan kembali seorang manusia dengan kualitas pribadi yang sama sekali baru. Mudik nya manusia adalah kembalinya kita kepada Alloh swt . Semoga kita mendapat panggilan Alloh untuk menunaikan ibadah haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar