Sebenarnyalah, pilar penerapan syariah itu ada tiga:
Pertama adalah kesadaran individu. Inilah yang ideal. Negara tidak perlu
banyak mengawasi. Bahkan tanpa ada negarapun, mereka ini tetap teguh
berpegang pada syariah. Pada masa sekarang ini, ada sejumlah muslim yang
tetap menutup aurat, tetap menghindari riba, tetap menjauhi zina dsb., meski
negara tidak melarang orang untuk mengumbar aurat, negara malah mendukung
sistem perbankan ribawi, dan negara tidak menganggap dua muda-mudi yang
berhubungan sex sebagai berzina. Di KUHP yang berlaku, zina yang masuk
tindak pidana hanyalah bila salah satu mitra sudah bersuami/istri. Zaman
Nabi, yang masuk Islam karena kesadaran ini adalah assabiqunal awwalun
(mereka yang pertama-tama muslim), baik Muhajirin maupun Anshar.
Kedua adalah kontrol sosial. Fakta di lapangan, orang yang mau "bener"
secara individu itu tidak akan banyak. Coba lihat, kalau sehari-hari,
berapa orang yang mau sholat berjamaah, apalagi sholat Shubuh berjamaah di
masjid? Berapa yang mau hadir di pengajian? Paling yang hadir adalah yang
memang sudah bener. Yang masih perlu dibenerin malah nggak hadir kan? Di
sinilah peran kontrol sosial. Kita lihat, di bulan Ramadhan, masjid penuh.
Yang sehari-hari tidak sholat pun, bulan itu ikut memakmurkan masjid.
Kenapa? Karena suasana sosial mendukung. Lagi trendy. Kalau tidak ikut
trend, rasanya jadi terasing. Oleh karena itu, kita ingin, baik negara
maupun parpol dan ormas bersama-sama membuat iklim / budaya yang kondusif.
Media massa juga. Teladan dari para tokoh / selebriti juga. Sehingga
rakyat kebanyakan akan menirunya. Karena trendy. Memang tidak sepenuhnya
kesadaran ya. Ya ini proses. Masih lebih baik ikut-ikutan sebuah proses
menuju trend yang benar, daripada berbuat salah, sekalipun penuh kesadaran.
Zaman Nabi, habis fathul Makkah, ratusan ribu manusia masuk Islam. Sebagian
besar juga pada awalnya bukan kesadaran, tapi ikut trend. Kalau kepala suku
/ qabilah masuk Islam, maka berbondong-bondong warganya ikut-ikutan masuk
Islam. Nanti tinggal dibina saja, sampai terbentuk kesadaran.
Ketiga adalah peran negara. Fakta di lapangan, kontrol sosial ini terbatas
kemampuannya. Dalam satu negeri, pasti ada orang-orang yang "ndableg", yang
susah diatur, yang tidak peduli pada kebaikan yang sedang ngetrend. Dia
maunya terus bergelimang dalam kemaksiatan. Mungkin karena merasa dirinya
orang yang kuat, punya duit banyak, punya banyak pengikut yang fanatik,
punya media yang selalu memoles namanya, punya pengacara yang siap
membereskan urusan hukumnya, dan punya kyai yang selalu mendoakannya. Untuk
orang-orang seperti inilah diperlukan negara. Negara akan memaksa
orang-orang semacam ini untuk mematuhi hukum.
Jadi semuanya diperlukan! Kalau zaman Stalin atau Hitler, yang
ditonjolkan hanya peran negara. Kontrol sosial dan kesadaran individu tidak
ada. Akibatnya ketika negara "meleng", lalai, kendor, atau dikalahkan
negara lain, maka dengan cepatnya negara itu runtuh. Akibatnya sekarang,
baik negara Hitler (Jerman Raya) maupun negara Stalin (Uni Soviet) sudah
tidak ada lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar