Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3) اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ
اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اللهُ
اَكْبَرْ ماتحرك متحرك وارتـج. ولبى محرم وعـج. وقصد الحرم من كل فـج.
وأقيمت فى هذا الأيام مناسك الحج. اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ
اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ ومن تبع دين محمد. وسلم تسليما كثيرا. فياايها المسلمون
الكرام. اوصيكم ونفسى بتقوى الله. واعلموا أن هذا الشهر شهر عظيم. وأن
هذاليوم يوم عيد المؤمين. يوم خليل الله إبراهيم أبو ألانبياء والمرسلين.
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Alhamdulillah
pagi ini kita dapat berkumpul menikmati indahnya matahari, sejuknya
hawa pagi sembari mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi Rabbi
dirangkai dengan dua raka’at Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Yang Maha Suci. Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita
kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai
langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yang
tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabi Allah Ibrahim as menjalani
cobaan dari Allah Yang Maha Tinggi.
Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah
Hari
ini ini adalah hari yang penuh berkah, hari yang sangat bersejarah bagi
umat beragama di seluruh penjuru dunia, dan bagi umat muslim pada
khususnya. Karena hari ini merupakan hari kemenangan seorang Nabi penemu
konsep ke-tuhidan dalam berketuhanan. Sebuah penemuan maha penting
dijagad raya, tak tertandingi nilainya dibandingkan dengan penemuan para
santis dan ilmuan. Karena berkat konsep ke-tauhidan yang ditemukan Nabi
Allah Ibrahim, manusia dapat menguasai alam dengan menjadi khalifah
alal ardh. Setelah Nabi Allah Ibrahim as menyadari bahwa Allah swt
adalah The Absolute One, Dzat yang paling Esa, maka semenjak itu juga
umat manusia tidak dibenarkan menyembah matahari, menyembah bintang,
menyembah binatang, menyembah batu dan alam. Ini artinya manusia telah
memposisikan dirinya di atas alam. Ajaran ke-Esa-an yang diprakarsai
oleh Nabi Allah Ibrahim telah mengangkat derajat manusia atas alam
se-isinya.Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sesungguhnya tidak
berlebihan jika hari ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar
kemanusiaan internasional yang harus diperingati oleh manusia se-jagad
raya. Oleh karena itu hari ini adalah momen yang tepat untuk mengenang
perjuangan Nabi Allah Ibrahim as dan upayanya menemukan Allah swt.
Bagaimana beliau bersusah payah melatih alam kebathinannya untuk
mengenal Tuhan Allah Yang Paling Berkuasa. Bukankah itu hal yang amat
sangat rumit? Apalagi jika kita membandingkan posisi manusia sebagai
makhluk yang hidup dalam dunia kebendaan, sedangkan Allah Tuhan Yang
Maha Sirr berada ditempat yang tidak dapat dicapai dengan indera?
Bagaimana Nabi Allah Ibrahim bisa menemukan-Nya? Tentunya melalui
berbagai jalan thariqah yang panjang. Melalui latihan dan penempaan
jiwa yang berat. Untuk itulah mari kita lihat rekaman tersebut dalam
surat Al-An’am ayat 75-79
وَكَذَلِكَ
نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ
الْمُوقِنِينَ(75) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا
قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
(76)فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ
قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ
الضَّالِّينَ (77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي
هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami
yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia
termasuk orang yang yakin. (75)
Ketika
malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam “ (76)
Kemudian
tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang
sesat." (77)
Kemudian
tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini
yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
(78)
Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,
dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79)
Para Hadirin yang dimuliakan Allah
Jika
kita lihat dokumen sejarah yang termaktub dalam al-Qur’an di atas, hal
ini menunjukkan betapa proses pencarian yang dilakukan Nabi Allah
Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya Nabi Ibrahim berhasil
menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan bangsa
tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang senantiasa berada
sangat dekat dengan manusia baik ketika terpejam maupun ketika terjaga.
Itulah sejarah terbesar yang dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim di
sepanjang relief kehidupan umat manusia yang seharusnya selalu dikenang
oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yang
menemukan konsep Ketuhaan. Beliau juga salah satu hamba tersukses di
dunia yang mampu menaklukkan nafsu dunyawi demi memenangkan kecintaannya
kepada Allah Sang Maha Suci. Fragmen ketaatan dan keikhlasannya untuk
menyembelih Ismail sebagai anak tercinta yang diidam-idamkannya, adalah
bukti kepasrahan total kepada Allah swt. Bayangkan saudara-saudara,
Ismail adalah anak yang telah lama dinanti dan diidamkan, Ismail adalah
anak tercintanya namun demikian semua itu ditundukkan oleh Nabi Ibrahim
as demi memenangkan cintanya kepada Allah swt.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dua
hal di atas yaitu penemuan Ibrahim atas ke-Esaan Allah dan perintah
penyembelihan terhadap anak tercinta merupakan satu perlambang bahwa
ruang di mana Nabi Allah Ibrahim as. hidup adalah garis batas yang
memisahkan antara kehidupan brutal dan kehidupan berpri-kemanusiaan.
Penyembelihan terhadap Ismail yang kemudian diganti dengan kambing
merupakan tanda bahwa semenjak itu tidak ada lagi proses penyembahan
dengan cara pengorbanan manusia (sesajen). Karena manusia adalah makhluk
mulia yang tak pantas dikorbankan secara cuma-cuma, meskipun dilakukan
dengan suka rela. Allah swt sendiri yang tidak memperbolehkannya, dengan
Kuasa-Nya ia ganti Ismail dengan seekor kambing.
Itulah beberapa
hal yang harus dikenang dari Nabi Allah Ibrahim as. Sebagai umat manusia
yang beriman dan beragama sudah sewajibnya kita mengenang dan
menteladani apa yang dilakukan Nabi Allah Ibahim as seperti yang
diterangkan dalam al-Baqarah 127:
Dan (ingatlah), ketika
Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Dengan kata lain Allah swt
menganjurkan manusia untuk mengingat dan meneladai kehidupan Ibrahim
terutama ketika Nabi Allah Ibrahim as merawat dan merekontruksi ka’bah
sebagai baitullah. Sehingga berbagai ibadah dan ritual peyembahan kepada
Allah swt menjadi kewajiban bagi umat muslim sedunia yang mampu
menjalankannya. Itulah ibadah Haji.
Para Jama’ah idhul adha yang berbahagia
Haji
meupakan salah satu ibadah yang sarat dengan simbol dan perlambang.
Oleh karena itu, jikalau ibadah haji dilaksanakan tanpa mengerti makna
yang tersimpan didalamnya sangatlah percuma, karena yang demikian itu
hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yang kerontang tanpa
kesadaran.
Kaum muslimin dan muslimat,
meskipun saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tidak
berarti kita tidak bisa meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu
tidaklah bersifat fisik. Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam
semangat yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Keteladanan atas
ibadah haji dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita
berinteraksi dengan tetangga, teman, saudara dan umat manusia pada
umumnya.
Saudara-saudaraku seiman dan setaqwa
Bila kita tengok bahwa haji
dimulai dengan niat yang dibarengi dengan menanggalkan pakaian
sehari-hari untuk digantikan dengan dua helai kain putih yang disebut
dengan busana ihram. Maka ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan
beragam makna. Pertama bahawa pakaian yang selama ini kita pakai
sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan status sosil manusia. Oleh
karena itu, ketika seorang muslim telah berniat untuk haji dan berniat
menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan gantilah dengan
busana Ihram yang serba putih, karena manusia di hadapan Ilahi Rabbi
sejatinya tidak berbeda.
Kedua, Pakaian itu tidak hanya
apa yang kita pakai namun juga identitas yang menyelimuti diri manusia
hendaknya segera diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tidak akan
pernah membedakan antara peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba,
antara pedagang dan nelayan. Semua itu dimata Allah swt adalah sama.
Seperti putihnya seragam yang membalut raga.
المسلمون إخوة لافضل لأحد على أحد إلابالتقوى (رواه الطبرانى)
Artinya, orang-orang Islam
itu satu sama lain bersaudara, tiada yang lebih utama seorangpun dari
seorang yang lain, melainkan karena taqwanya (HR. Tabhrani)
Ketiga, Pakaian itu adalah sifat
manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha
Kuasa, hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai
tikus, buaya, serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati
ataupu kasuwari. Artinya, segala macam sifat yang melekat baik negative
maupun positif sebaiknya dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai
apa-apa jikalau engkau menghadap-Nya.
Keempat, pakaian itu mengingatkan
manusia akan ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi
manusia tidak membawa apa-apa kecuali kain putih yang menemaninya.
Sebagai pertanda bahwa sebaiknya manusia hidup dengan sederhana, karena
semua akan ditinggalkannya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Selanjutnya
Thowaf mengelilingi ka’bah tujuh kali putaran adalah perlambang
kedekatan manusia dengan Sang Khaliq. Begitu harunya jiwa manusia ketika
lebur mendekatkan diri pada Baitullah, seolah ke-dirian manusia hilang
ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan hilangnya diri terhanyut
dalam pusaran Energi keilahiyan yang tak terkira. Thowaf adalah simbol
hablum minallah yang hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak ada lagi habl
penghubung antara manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah
menyatu.
Kemudian sa’i berlari kecil dari shofa ke marwah. Ini
merupakan rangkaian setelah Thowaf yang dapat diartikan sesuai
perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail ditinggal oleh
Nabi Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan hidup
ini dengan mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dengan
perjuangan. Usaha menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yang
turun dari langit, namun air itu harus dicari sumbernya. Begitulah
kehidupan di dunia ini. Hidup itu suci dan harus dijaga seperti makna
hafiah kata Shofa yaitu kemurnian dan kesucian sedangkan. Namun hidup
itu juga cita-cita yang jumawa dan penuh idealism seperti makna kata
marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan menghargai.
Jika thowaf menggambarkan
hubungan dan kemanunggalan manusia dengan Sang Khaliq, maka sa’i
menunjukkan bahwa kehidupan haruslah dijalani sesuai dengan hukum
kemanusiaan. Berinteraksi, berhubungan dan berkomunikasi dengan sesame.
Maka kehidupan ini haruslah menyeimbangkan antara keilahiyahan dan
keinsaniyahan.
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia
Selain
itu simbolisme dalam ibadah haji juga melekat pada Ka’bah Baitullah. Di
sana ada hijir Ismail yang berarti ‘pangkuan Ismail’. Di sanalah
seorang Ismail putera Ibrahim yang membangun Ka’bah pernah berada dalam
pangkuan sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yang miskin juga seorang
budak. Dengan ini Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba pun dapat
dimuliakanya dengan memposisikan kuburnya disamping ka’bah baitullah.
Itu semua karena ketaqwaannya. Ketaqwaan Ibu Hajar yang mampu berhijrah
menuju kebaikan dan kemuliaan.
Sedangkan padang Arafah sebagai
tempat para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yang terhampar
untuk memasak diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya
sebagai manusia. Arafah adalah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari
mana sosok diri itu dan hendak kemana nantinya. Oleh karena itu ruang
ini dinamakan arafah yang mempunyai satu asal kata yang sama dengan
ma’rifat yaitu mengeatuhi dan mengerti hakikat diri. Diharapkan setelah
diramu dalam padang arafah ini seorang diri bisa menjadi lebih arif
(bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan mempertimbangkan antara
kepentingan dunia dan akhirat seperti yang disimbolkan dalam thowaf dan
sa’i.
Dari Arafah menuju Muzdalifah
guna mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yang akan
dihadapi nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan
ada dimana-mana. Karena itulah senjata pemusnahnya tidaklah sesuatu yang
besar dan menakutkan. Tetapi cukup dengan kerikil yang kecil sebagai
simbol atas kesabaran dan keteguhan hati.
Ma’asyiral Muslimin
Demikianlah
uraian dalam khutbah ini semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Dan
amrilah kita berdoa kepada Allah swt semoga amal ibadah kita diterima.
Semoga kita yang disini diberikan kesempatan mengunjungi tanah haram di
lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga mereka yang berada
di sana diberi keselamatan semua. Amien
أعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ
بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ
كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً
يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ