PENCERAHAN SYAHADATAIN
Tauhid merupakan nikmat yang paling besar dan paling
bermanfaat di dunia dan akhirat. Orang yang dilimpahi nikmat tauhid oleh Allah
mesti mengetahui kadar nikmat tersebut. Lalu, ia mesti berusaha menjaga dan
memeliharanya, terus-menerus mensyukuri dan mempertahankannya. Ia juga mesti
berjuang memperkuat tauhidnya dengan mengamalkan akhlaq baik dan amal solih
yang merupakan cabang tauhid dan buah iman, menjauhi akhlaq buruk serta maksiat
yang merupakan lawan keduanya.
Dalam hadits disebutkan: “Seorang pezina tidak akan
berzina sedang ia dalam keadaan Mukmin.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Maksiat adalah pesuruh kufur. Ketika tauhid dan iman lenyap,
tidak sedikitpun amal yang bermanfaat, meskipun ia beramal dari awal sampai
akhir. Dan ketika tauhid serta iman menetap dalam hati manusia, maka tidak ada
sesuatupun yang akan mencelakakannya, meskipun ia berbuat maksiat, ia tidak
akan abadi di neraka. Orang yang di dalam hatinya masih memiliki secercah iman,
akan keluar dari neraka.
Dua kesaksian (asy-Syahadatain)
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membersihkan jiwa, meluruskan akhlaq
dan memperkuat ikatan sosial. Dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, ada pemerdekaan akal dari keraguan, penyucian jiwa dari berbagai penyakit
syirik, keluar dari dorongan untuk beribadah kepada selain Allah ta’ala,
memagari diri supaya tidak terjatuh dalam kehinaan beribadah kepada patung,
hewan, dan manusia, ada penyatuan hati pada sesembahan yang satu, mengarahkan
wajah pada kiblat yang satu. Karena itu, kalimat tauhid memiliki pengaruh yang
sangat mulia dalam menyatukan hati serta mempersatukan ummat manusia untuk
bekerja sama melakukan kebaikan dan kebajikan. Demikian juga dalam kesaksian
bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan iman akan keRasulan serta kitabnya yang
mulia, ada penguat akhlaq, perbaikan jiwa serta teladan baik dalam seluruh
kehidupan.
Kedua kalimat inilah yang merupakan harta karun dan kekayaan
utama seorang Mukmin. Syahadatain merupakan referensi kebahagiaan seorang Mukmin
di dunia dan akhirat. Namun, itu hanya bagi orang yang merealisasikan
konsekuensi-konsekuensinya, berusaha memperoleh terang tauhid dari cahayanya,
yang bergantung pada sisi paling suci, mencari inspirasi masukan-masukan,
menyelidiki anugerah-anugerahnya, dan terbuka bagi wewangi, hubungan dan
ketersambungannya. Kemudian, ia mencari terang tentang kemestian-kemestian
dalam mengikuti Rasulullah Saw. yang mulia. Rasulullah yang menjadi pegangan
kuat dan teladan baik dalam seluruh aktivitas keberagamaan dan keduniawian,
kebaikan penghidupan, tempat kembali, tentang perubahan dan acuan, individu dan
sosial. Pada dua kutub kesaksian inilah berkisarnya kebaikan anak manusia di
dua alam (dunia dan akhirat).
Ketahuilah bahwa kalimat ini memiliki dua bagian. Pertama, negasi (penafian), yakni kata
“Tiada Tuhan”, dan kedua, penegasan,
yakni kata “selain Allah.” Dengan demikian, tampak penafian diikuti dengan
penegasan. Susunan kalimat ini memiliki makna bahwa, seorang Muslim mesti
melakukan penegasan tauhid dalam hati dengan kalimat mulia ini, kalimat yang
menafikan syirik besar yang berpengaruh dalam sumber iman, kemudian
memperkuatnya dengan ikrar melalui hati dan lisan. Rasulullah Saw. bersabda: “Perbaharuilah iman kalian dengan La Ilaha
Illallah.” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah).
Kalimat tauhid juga merupakan kalimat yang menafikan syirik
kecil: riya’ dalam ibadah; mencintai penghormatan makhluk; ingin mendapat
pemuliaan lebih tinggi dari mereka; serta perbuatan-perbuatan lebih tinggi
mereka; serta perbuatan-perbuatan yang ia lakukan karena ingin dilihat orang
lain, mengharap pujian dan sanjungan serta kehormatan di hadapan mereka. Dalam
sebuah hadits disebutkan: “Pada ummatku,
syirik lebih tersembunyi daripada bulu semut.” (HR. Hakim dari Sayyidina
‘Ali Ra.). Syirik kecil ini tidak merusak pokok iman yang merupakan pusat
keselamatan (najah), namun merusak
kesempurnaannya. Kalimat La Ilaha
Illallah meniadakan syirik besar dan syirik kecil bagi orang yang
ikhlas-I’tiqad dan perbuatannya-mengucapkannya.
Mendahulukan kata penafian, yakni kata La Ilaha (tiada Tuhan) memiliki fungsi pengosongan hati dari
berbagai kesamaran dan kotoran. Kemudian, memenuhinya dengan cahaya-cahaya
tauhid dan iman melalui kata penegasan (itsbat),
yakni dengan kata illa Allah (selain
Allah). Tidak diragukan lagi bahwa kemestian menutur dan mengikrarkan syahadat
ini akan menghasilkan penjernihan, pembersihan, penyucian dan pencerahan hati
dari berbagai tipu daya. Kebaikan akan bertambah banyak dengan banyak
mendzikirkannya.
Setiap satu kali membaca La
Ilaha Illallah berarti satu kebaikan, dan bisa berlipat ganda sampai
seluruh kebaikan, bahkan lebih. Jika seseorang memandang kalimat La Ilaha Illallah sebagai salah satu
ayat al-Qur’an, lalu mengucapkannya dengan maksud membaca al-Qur’an sekaligus
dzikir, maka baginya akan dicatat pahala membaca al-Qur’an disamping pahala
dzikir.
Semua huruf yang ada dalam kalimat penyaksian ini merupakan
huruf yang diucapkan oleh perangkat ucap bagian dalam (Jaufiyah), tdak ada satu pun huruf yang diucapkan oleh perangkat
ucap bagian luar/bibir (Syafahiyah).
Hal ini merupakan salah satu isyarat halus bahwa, syahadat mesti diucapkan dari
kemurnian jauf (bagian dalam), yaitu
hati, bukan dari kedua bagian bibir. Dalam kalimat Syahadat juga tidak ada
huruf yang diberi titik, semuanya kosong dari titik, sebagai isyarat agar orang
yang mengucapkannya kosong dari segala sesuatu yang diibadahi, selain Allah.
Kalimat Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah terdiri dari
tujuh kata, mengisyaratkan bahwa seorang hamba memiliki tujuh bagian, dan
manusia memiliki tujuh pintu. Masing-masing kata dari tujuh kata tersebut bisa
mengunci satu pintu dari setiap bagian yang tujuh dalam diri manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar