Informasi
tersebut seperti minyak yang menyiram bara dendam para tentara republik
yang ada di Bekasi. Maklum, rakyat Bekasi sudah sangat lama menderita
di bawah jajahan bangsa asing. Bersama pasukan, Zakaria bergegas menuju
Stasiun, melakukan penyergapan. Zakaria memerintahkan Kepala Stasiun
Bekasi (tidak terlacak namanya) untuk memindahkan jalur perlintasan
kereta dari jalur dua ke jalur satu yang merupakan jalur buntu.
Akibatnya, kereta api yang membawa pasukan Jepang berhenti tepat di tepi
Kali Bekasi.
Ketika
kereta sudah berhenti, Zakaria memerintahkan komandan pasukan Jepang
untuk keluar dari dalam gerbong. Tak lama kemudian, sang komandan keluar
dengan menggenggam sepucuk pistol dan mengarahkannya kepada Zakaria.
Tak mau ambil risiko, Zakaria melepaskan tembakan ke arah komandan
Jepang tersebut, disusul kemudian oleh suara-suara tembakan lain, perang
pun pecah.
Pasukan
Jepang berhamburan keluar dari tiga gerbong terdepan mencoba mengambil
senjata yang disimpan di gerbong belakang. Namun, tentara republik tidak
mau memberi kesempatan, pertempuran hebat terjadi. Posisi pasukan
Jepang yang tanpa senjata membuat mereka kalang kabut, beberapa di
antara mereka bahkan sempat melarikan diri ke arah Teluk Pucung. Namun,
dalam sekejap 90 orang tentara Jepang berhasil ditumpas. Jasadnya
dihanyutkan ke Kali Malang, sekejap air berubah menjadi merah darah.
Kejadian
ini, membuat pihak Jepang marah besar karena dianggap menyalahi
perjanjian damai antara pihak Indonesia dan Jepang. Untuk menghindari
kesalahpahaman, Kapolri Laksamana Soekanto langsung menemui Laksamana
Meida untuk menjelaskan duduk perkaranya.
Menurut
Ali Anwar, sejarawan Bekasi, dalam dokumen notulensi percakapan antara
R. Soekanto dan Laksaman Meida, pihak Indonesia menyampaikan permohonan
maaf kepada Jepang.
"Bahkan,
Presiden Soekarno menyempatkan diri untuk datang ke Bekasi guna
menenangkan kondisi," ujar Ali Anwar . Peristiwa tersebut, selalu
dikenang pihak Jepang. Setiap tahun ada ritual tabur bunga di tepi Kali
Malang oleh warga Jepang.
Berdasarkan
informasi yang dihimpun, pembangunan monumen ini memang atas kerja sama
Pemkot Bekasi dengan Pemerintah Jepang. Selain sebagai monumen sejarah,
Tugu ini juga mengabarkan pesan perdamaian dan cinta kasih. (JU-16) ***
Catatan
dari Ali Anwar, Bekasi Heritage: Peristiwa bukan tanggal 18 Oktober
1945, tetapi 19 Oktober 1945. Bukan Kali Malang, tetapi Kali Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar