NU berupaya meluruskan sejarah melalui perhelatan Kirab Resolusi Jihad, yang dilaksanakan 20-25 November 2011.
Dalam rangka memperingati hari pahlawan
10 November, Nahdlatul Ulama menggelar perhelatan Kirab Resolusi Jihad
(KRJ). Kirab yang diikuti oleh puluhan mobil dan ratusan sepeda motor
itu mengarak bendera Sang Saka Merah Putih, bendera NU, dan bendera
Jamiyyah Thariqah, dari Surabaya, Jawa Timur, hingga Jakarta.
Arak-arakan dimulai pada tanggal 20 November 2011 dari Monumen Resolusi Jihad, yang berada di Kantor PCNU kota Surabaya, dan berahkir pada hari ini, 25 November 2011, di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. NU dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan dunia, sebagai organisasi yang memiliki prinsip dasar serta nilai dan jati diri yang kukuh, yang tidak mudah menyerah. Salah satu kiprahnya yang sangat fenomenal dan mendunia adalah keberhasilannya dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah Arab Saudi sehingga urung menggusur situs keagamaan dan peradaban dunia di Tanah Suci, yang oleh kalangan Wahabi situs-situs itu dikahawatirkan menimbulkan kemusyrikan. Di samping itu, NU juga dikenal sebagai ormas Islam yang sangat moderat, menolak kekerasan dan ekstremitas, menghormati kemerdekaan dan kemajemukan, menjalin ukhuwah Islamiyah dan wathaniah, sehingga Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin benar-benar terasa. Walau sangat moderat, tidak berarti NU tak bisa bersikap tegas dan keras dalam menghadapi kezhaliman. Terbukti, Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya tak terlepas dari Resolusi Jihad yang disuarakan NU pada 22 Oktober 1945. Seperti yang dikatakan Ketua Pengarah Kirab Resolusi Jihad, Muhaimin Iskandar. Menurutnya, Peristiwa 10 November 1945, yang merupakan tonggak sejarah dalam perjalanan revolusi bangsa Indonesia, tidak akan pernah terjadi jika pada 22 Oktober 1945 Rais Akbar Nahdlatul Ulama K.H. Hasyim Asyari bersama para kiai besar NU lainnya tidak menyerukan jihad fi sabilillah mempertahankan NKRI, yang baru saja diproklamirkan, dari serbuan kolonialis. “Peristiwa ini dikenal dengan Resolusi Jihad. Tanpa Resolusi Jihad, tidak akan ada perlawanan rakyat yang sebegitu besar terhadap tentara Sekutu. Tanpa Resolusi Jihad, eksistensi NKRI, yang baru seumur jagung, terancam goyah,” kata Cak Imin, sapaan akrab menteri tenaga kerja dan transmigrasi ini. Lebih lanjut ia memaparkan, sejarah juga mencatat, tegak dan berdirinya NKRI tidak bisa dilepaskan dari peran para pejuang santri. Mengutip sebuah dokumentasi versi pemerintah Belanda, Muhaimin menyebut, peristiwa perlawanan sosial-politik terhadap penguasa kolonial justru dipelopori oleh para kiai, pemimpin pesantren, para haji, dan guru-guru ngaji. Namun sayangnya tampaknya ini belum begitu diakui oleh sejarah resmi negara Indonesia. “Padahal bukti otentik adanya Resolusi Jihad hingga kini tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Namun anehnya di arsip nasional sendiri, tidak ditemukan naskah atau catatan tentang Resolusi Jihad. Padahal Resolusi Jihad inilah yang mendorong semangat arek-arek Surabaya untuk memenangkan Pertempuran 10 November 1945. Resolusi Jihad itu pula yang mendorong para santri dari Cirebon, Magelang, Malang, Mojokerto, Madura, Jombang, dan lain-lain, untuk datang ke Surabaya guna membantu arek-arek Surabaya dalam pertempuran melawan pasukan Sekutu,” katanya. Hal senada juga diungkapkan perwakilan dari tokoh NU Kabupaten Cirebon, K.H. Lutfi Fuad Hasyim. Ia mengatakan, berdirinya NKRI tak dapat dipisahkan dari perjuangan para kiai dan santri. Lutfi menyebutkan, salah satu tokoh yang terlibat dalam rapat pada 22 Oktober 1945 adalah K.H. Abdullah Abas. Tokoh yang berasal dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon itu bahkan dikenal sebagai Singa dari Jawa Barat. K.H. Abdullah Abas adalah ahli strategi perang. Karena itu, kedatangannya ke Surabaya pun disambut gembira masyarakat Surabaya. “Tapi sayang, tokoh-tokoh NU yang berperan pada masa itu tidak masuk dalam sejarah,” kata Lutfi. Karenanya acara ini menjadi peting untuk digelar. Sebagaimana dikatakan oleh Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, pada acara soft launching Kirab Resolusi Jihad, di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (10/11), bahwa NU berupaya meluruskan sejarah melalui kirab yang dilaksanakan 20-25 November 2011 itu. Menurutnya, secara faktual, Resolusi Jihad memacu semangat perlawanan rakyat terhadap penjajah. Acara yang melibatkan sebagian besar warga NU di Pulau Jawa ini terbilang sangat sukses. Pada penutupan kirab tersebut, ribuan warga nahdliyin berkumpul di lapangan saksi sejarah pembacaan teks proklamasi, Jum’at (25/11/2011), Menteng, Jakarta Pusat. Sebagaimana sukses NU dalam kiprahnya yang mendunia, tentu kita berharap, organisasi para nadhliyin ini pun berhasil mempengaruhi para pengambil keputusan yang terkait dengan penulisan sejarah negeri ini. Semoga. Siti Eliza |
|
Senin, 19 Desember 2011
Resolusi Jihad, Fakta Sejarah yang Terlupakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar