DI TENGAH tengah kehidupan masyarakat
kita, masih banyak kaum Muslimin yang masih ragu menerima dan menerapkan
ajaran mulia al-Qur'anul Karim. Khusus kaum wanita, masih banyak dari
kalangan mereka yang ragu menegakkan hukum hijab, yakni menutup auratnya
dari pandangan yang mengundang bahaya (berjilbab).
Kondisi yang demikian diperparah oleh ungkapan yang tidak bertanggung
jawab, bahwa jilbab adalah budaya masyarakat Arab. Kita tidak usah
ikut-ikutan mengenakan pakaian adat orang lain, itu dalihnya.
Padahal
ketika membuka lembar pertama al-Qur'an, dalam surat al-Baqarah, Allah
sudah menginformasikan tentang keparipurnaan al-Qur'an, sedikitpun tidak
ada keraguan di dalamnya.
"Alif laam miim. Dzaalikal
kitaabulaa roibafiihi hudallilmurttaqiin, "Kitab al-Qur'an ini tidak ada
keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS.Al-Baqarah:1-2).
Allah
sendiri yang mengatakan langsung, agar kita tak ragu. Al-Qur'an ini
sebagai hudan, sebagai petunjuk. Agar dengan petunjuk tersebut manusia
tidak berjalan salah arah dan salah kaprah. Salah arah dalam meniti
kehidupan ini dan salah kaprah dalam mengambil teladan.
Alangkah
lucunya, kita mengaki al-Quran sebagai kitab suci dan petunjuk, namun
di sisi lain, kita masih tebang-tebang pilih. Bukankah ini sama artinya
bahwa kita tidak lagi percaya Allah swt yang telah memilihkan kita cara
yang baik dalam hidup?
Al-Qur'an banyak menerangkan dengan gamblang akan manfaat dan fungsi jilbab ini. Firman Allah dalam surat an-Nur: 31:
وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Katakanlah
kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya (wajah dan telapak tangannya).
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasan, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau
putera-putera sudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung."
Lebih lanjut dalam surat al-Ahzab:59, juga dijelaskan:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'.
Yang demikian itu supaya mareka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Berbagai halangan
Kaum Muslimah, mestinya
tidak perlu menunjukkan sikap ragu, sakwasangka marah --apalagi sampai
memusuhi orang-- yang menyampaikan kebenaran al-Qur'an tentang hukum
hijab ini.
Kebenaran wahyu ini semata Allah turunkan untuk
ketenangan dan ketentraman ummat manusia, khususnya untuk Anda kaum
wanita agar dapat terjaga dirinya dan kemuliaannya. Sebaliknya, bila
keengganan menegakkan aturan hijab ini selalu dipoles dengan alasan hak
asasi, mengekang kebebasan, perbedaan trasidi atau alasan akal-akalan,
seperti tidak modis dan sebagainya, maka tidak ada kesempatan yang
ditunggu selain kehancuran dan malapetaka. Penolakan terhadap hukum
hijab akan mendatangkan bencana moral. Tata nilai moral akan ambruk
karena penolakan terhadap hukum hijab ini.
Yang lebih
memprihatinkan lagi, kita sering mendapati kelompok yang berusaha
mempermainkan kesucian ayat ini. Hal-hal yang sudah jelas nasnya,
kemudian diotak-atik dan ditarik-ulur, sehingga nampak sesuatu yang
meragukan. Perintah berjilbab yang SK-nya langsung turun dari Tuhan
seolah sesuatu yang perlu ditinjau ulang.
Masyarakat awam yang
memerlukan bimbingan akhirnya menjadi bingung. Lebih fatal lagi bila
tukang tarik-ulur itu adalah mereka yang berpredikat ulama.
Undang-undang Allah tidak tegak, berbagai macam bentuk kemaksiatanpun
tumbuh subur karenanya. Ulama macam inilah yang diakatakan sebagai ulama
yang jahil. Predikat keulamaannya hanya malah mempersubur kemaksiatan
dan kemunkaran. Kita senantiasa berlindung dari keganasan ulama yang
seperti ini.
Kewajiban menegakkan hijab ini tidak akan gugur
sedikitpun juga meskipun didapati guru-guru agama, para ustadzah, istri
kiai dan ulama tidak mengenakan busana Muslim (berjilbab). Juga bukanlah
perbuatan yang dapat di jadikan hujjah untuk meniadakan hukum dan bukan
pula merupakan tasyri (legeslation atau penetapan hukum agama)
apabila mereka mengenakan pakaian-pakaian yang mini dalam
kesehariannya. Hujjatul Islam Imam Al Ghazali pernah berkata: Apapun
yang dikatakan oleh manusia kita boleh menerima atau tidak, kecuali yang
disampaikan oleh Rasulullah saw.
Menggalakkan diskusi,
sarasehan, seminar dan lain hal semacamnya bisa saja dilakukan, tapi
bila ujung dan kesimpulannya meragukan nilai-nilai Qur'an kita berhak
menolaknya mentah-menyah. Bila mengenakan jilbab yang sudah jelas
perintahnya 'ditinjau ulang' karena dengan berbagai alasan yang
dikemukakan sebagai merepotkan, mengganggu penampilan dan keindahan dan
sebagainya, maka sama sekali bukan perintah wahyunya yang keliru, tapi
hawa nafsu yang sudah mulai menjadi Tuhan. Mengapa?
Karena
seorang Muslimah hanya boleh memperlihatkan hiasan dirinya atau
kecantikannya kepada sesama jenisnya akan tetapi hal itu tidak boleh
dilakukan dijalanan, di mana banyak berlalu-lalang lelaki dan perempuan,
yang akan mengarahkan pandangan matanya kepadanya. Begitupun hiasan
diri yang boleh diperlihatkan kepada sesama jenisnya pun harus wajar,
masuk akal dan ada batasnya. Tidak seperti yang kita saksikan dalam
jaman sekarang dengan penampilan serba mini dll.
Bentuk-bentuk
pakaian wanita seperti itu yang jelas menyimpang keluar dari rel Islam,
tidak berdasar akal sehat, melanggar kesusilaan, akhlak dan menyebal
dari tradisi masyarakat beradab. Semuanya itu adalah sengaja diciptakan
oleh kaum zionis dalam kehidupan dunia Barat dengan tujuan
mengobrak-abrik tatanan dunia beradab dan menghancurkan nilai-nilai
luhur yang dijunjung tinggi oleh ummat manusia beriman.
Dengan
menciptakan dekadensi moral dan krisis seksual mereka hendak menguasai
ummat manusia di mana-mana, dan dengan membangkitkan selera atau
rangsangan syahwat liar mereka berusaha menundukkan dan menaklukan
dunia. Gagasan demikian itu jelas merupakan gagasan zionisme
internasional.
Bukankah gagasan itu yang mempermainkan akal
pikiran kaum wanita dengan menciptakan 'mode' baru bagi kaum wanita!
Seberapa pendek gaun wanita harus dibuat di atas lutut. Seberapa panjang
boleh dibuat di bawah lutut, seberapa banyak lengan wanita harus
terbuka dan seberapa lebar bagian dada wanita harus terbuka. Semuanya
itu adalah rekayasa kaum zionis melaui dunia Barat, dan semuanya itu
tidak ada gunanya selain mempertontonkan aurat, untuk membangkitkan
rangsangan syahwat kaum lelaki dengan dalih 'keindahan', 'kekinian,
'modern' dan entah apalagi.
Wanita Muslimah yang meyakini
kebenaran agamanya tidak boleh tertarik oleh penipuan-penipuan zionis
yang semacam itu, terutama jika mereka hendak keluar rumah, hendaklah
berpakaian sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariat Islam, agar
tidak menjadi tontonan kaum lelaki sepanjang jalan.
Pada suatu
hari beberapa orang wanita Bani Tamim datang menemui Ummul Mu'minin
Aisya ra. Mereka berpakaian demikian tipis sehingga istri rasulullah saw
itu menegur: "Jika kalian wanita beriman, katahuilah bahwa itu bukan
pakaian wanita beriman!" Juga pada kesempatan yang lain Aisyah
kedatangan seorang tamu pengantin baru yang mengenakan kerudung yang
tipis dan jarang. Melihat itu Ummul Mu'minin berkata kepada orang yang
mengantar kedatangan pengantin tersebut: "Wanita yang mengimani Surah
An-Nur (ayat 31) tidak akan memakai (kerudung seperti) itu!."
demikianlah menurut hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah.
Menepis keraguan
Oleh
karenanya, wahai wanita Muslimah! Hilangkanlah keraguan dalam hatimu
dan kenakanlah pakaian mulia (jilbab)-mu itu. Selain akan membuat hatimu
tenang, pakaian kemuliaan itu akan menciptakan lingkungan yang
menyejukkan. Janganlah kau biarkan laki-laki menikmati pemandangan yang
bukan haq. Pemandangan kotor yang memperkeruh hati dan pikirannya.
Sungguh
mengenakan pakaian takwa seperti itu (jilbab) tidak ada yang
diuntungkan selain untuk dirimu sendiri. Engkau adalah ibu bagi
anak-anakmu. Berikanlah pendidikan akhlak yang mulia dengan penampilanmu
yang mulia pula, dengan menampilkan identitas wanita Muslimah. Semoga
dengan begitu Allah akan memuliakan dirimu, keluargamu dan mengangkat
bangsa ini menjadi bangsa yang diridhai-Nya.*/aql
Keterangan: ilustrasi iluvislam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar