WESLEY CHAPEL, KOMPAS.com - Murid-murid SMA itu duduk menunggu tugas dari guru bahasa Spanyol mereka, Ariana Leonard. "Keluarkan ponsel kalian," katanya dalam bahasa Spanyol.
Para remaja itu pun mengeluarkan berbagai ponsel warni, tak ketinggalan iPhone dan SideKick. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok lalu Leonard mengirimi mereka SMS berbahasa Spanyol, "Temukan sesuatu yang hijau," ; "Pergi ke kantin," ; "Berfotolah bersama sekertaris sekolah."
Kelas Leonard di SMU Wiregrass Ranch, di Wesley Chapel, yaitu daerah kelas menengah di pinggir kota Florida, 30 mil di utara Tampa, madalah salah satu kelas di Amerika yang mulai meninggalkan peraturan lama yang melarang penggunaan ponsel selama belajar.
Mereka , dan malah menggunakan teknologi ini untuk pembelajaran di kelas. Pelajaran kosa kota bahasa Spanyol dikemas dalam permainan perburuan secara digital. SMS juga digunakan untuk mengingatkan siswa untuk menyelesaikan PR.
"Saya bisa melakukan berbagai hal dengan ponsel saya, jadi mengapa tidak dipakai untuk mengajar juga?" tutur Leonard, "Sesuatu seperti ponsel yang sehari-hari mereka pakai bersenang-senang, bisa memberikan mereka alternatif baru untuk belajar di luar kelas."
Selama ini sangat dikhawatrikan bahwa para siswa bisa menggunakan ponsel untuk mencontek atau mengambil foto yang tak senonoh. Tapi seiring teknologi ini menjadi lebih murah, lebih canggih, dan lebih mendarah-daging dalam kehidupan para siswa maka mentalitas itu mulai berubah juga.
"Cara ini memanfaatkan kecintaan anak-anak pada teknologi terkini," kata Dan Domevech, direktur dari lembaga nirlaba Asosiasi Amerika untuk Administrator Sekolah. "Anak-anak lebih termotivasi untuk memakai ponsel mereka untuk tujuan yang mendidik."
Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil - bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid.
"Karena banyaknya berita tentang pelarangan ponsel dan betapa negatifnya pengaruh ponsel, kebanyakan orang tak berpikir bahwa ponsel bisa dipakai secara positif dan mendidik," kata Liz Kolb, pengarang buku "From Toy to Tool: Cell Phones in Learning" (Dari Mainan jadi Alat: Ponsel untuk Pembelajaran).
Bahkan pihak-pihak yang memiliki kebijakan anti-ponsel yang ketat juga mengakui bahwa suatu saat mereka harus berubah.
"Kami tak bisa menghindarinya," kata Bill Husfelt, pengawas dari sekolah-sekolah daerah Bay County, daerah utara Florida dimana 27,000 siswa tak diperbolehkan memakai ponsel di sekolah. "Tapi terlebih dahulu kita harus lebih memikirkan cara untuk mencegah penyalahgunaan ponsel."
71 persen remaja di Amerika telah tercatat memiliki ponsel sejak awal 2008, menurut survei dari proyek 'Internet dan Kehidupan Amerika' oleh pusat penelitian Pew. Persentase itu konsisten terhadap variasi ras, pendapatan, atau faktor demografis lainnya. Sementara banyak sekolah terhitung 'gap-tek' dibanding rumah tangga yang sudah memiliki jaringan intranet, internet nirkabel, dan tiap anggota keluarga sudah memiliki smartphone.
Kebanyakan sekolah masih membatasi pemakaian ponsel - dan memang alasannya kuat. Di daerah pengawasan Husfelt, tujuh siswa baru-baru ini ditindak karena berkelahi di kampus, yang menurut Husfelt dipicu dari SMS.
Di bagian lainnya di Amerika, sejumlah remaja telah ditangkap karena melakukan "sexting" - yaitu mengambil foto tak senonoh lalu menyebarkannya lewat ponsel. Para siswa juga memakai ponsel untuk mencontek. Dalam suatu polling, lebih dari 35 persen remaja mengaku pernah mencontek lewat ponsel.
Tapi ponsel kini begitu menjamur sehingga repot untuk disita semua oleh guru.
"Menyita ponsel dan menghadapi sang siswa menyebabkan konflik," kata Husfelt, "ini terlalu mengganggu."
Para guru yang telah memakai ponsel dalam pembelajaran dalam kelas mereka mengaku bahwa kebanyakan murid taat pada peraturan mereka. Mereka mengingatkan bahwa kecurangan dan pertengkaran antara siswa pasti ada dengan atau tanpa ponsel, dan kalau ponsel diperbolehkan, keinginan untuk penyalahgunaan bisa berkurang.
"Anak-anak bisa curang dengan kertas dan bolpen. Mereka saling bertukar contekan," kata Kipp Rogers, kepsek dari Passage Middle School, Virginia, "pastinya kertas tak bisa dilarang."
Rogers mulai memakai ponsel sebagai alat di institusinya beberapa tahun lalu, ketika ia mengajar kelas matematika dan kekurangan kalkulator untuk ujian. Ia membiarkan para muridnya memakai ponsel. 12 kelas, termasuk matematika, IPA, dan Bahasa Inggris, kini memakai ponsel sebagai alat bantu. Para siswa bisa melakukan riset lewat
SMS atau internet di ponsel. Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet). Para siswa bisa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah.
Kelas-kelas itu seringkali dibagi beberapa kelompok, kalau-kalau ada beberapa siswa yang tak memiliki ponsel.
Di Pulaski, Wisconsin, kira-kira 210 km di utara Milwaukee, seorang guru bahasa Spanyol, Katie Titler telah menugaskan para siswanya untuk merekam suara masing-masing di ponsel untuk ujian wacana.
"Khususnya untuk pelajaran bahasa asing, cara ini sangat baik untuk menilai kemampuan bicara secara formal atau informal, yang mana sulit dilakukan secara rutin karena besarnya kelas dan keterbatasan waktu," jelas Titler.
Jimbo Lamb, seorang guru matematika di suatu sekolah sekitar Annville-Cleona, di selatan Pennsylvania Tengah, menyuruh para siswa menjawab pertanyaan lewat ponsel mereka dalam suatu situs polling internet. Dengan seketika ia bisa tahu jumlah siswa yang paham.
"Teknologi ini membantu para guru agar lebih produktif," katanya.
Anda para guru di Indonesia, tertarik untuk meniru ?
Para remaja itu pun mengeluarkan berbagai ponsel warni, tak ketinggalan iPhone dan SideKick. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok lalu Leonard mengirimi mereka SMS berbahasa Spanyol, "Temukan sesuatu yang hijau," ; "Pergi ke kantin," ; "Berfotolah bersama sekertaris sekolah."
Kelas Leonard di SMU Wiregrass Ranch, di Wesley Chapel, yaitu daerah kelas menengah di pinggir kota Florida, 30 mil di utara Tampa, madalah salah satu kelas di Amerika yang mulai meninggalkan peraturan lama yang melarang penggunaan ponsel selama belajar.
Mereka , dan malah menggunakan teknologi ini untuk pembelajaran di kelas. Pelajaran kosa kota bahasa Spanyol dikemas dalam permainan perburuan secara digital. SMS juga digunakan untuk mengingatkan siswa untuk menyelesaikan PR.
"Saya bisa melakukan berbagai hal dengan ponsel saya, jadi mengapa tidak dipakai untuk mengajar juga?" tutur Leonard, "Sesuatu seperti ponsel yang sehari-hari mereka pakai bersenang-senang, bisa memberikan mereka alternatif baru untuk belajar di luar kelas."
Selama ini sangat dikhawatrikan bahwa para siswa bisa menggunakan ponsel untuk mencontek atau mengambil foto yang tak senonoh. Tapi seiring teknologi ini menjadi lebih murah, lebih canggih, dan lebih mendarah-daging dalam kehidupan para siswa maka mentalitas itu mulai berubah juga.
"Cara ini memanfaatkan kecintaan anak-anak pada teknologi terkini," kata Dan Domevech, direktur dari lembaga nirlaba Asosiasi Amerika untuk Administrator Sekolah. "Anak-anak lebih termotivasi untuk memakai ponsel mereka untuk tujuan yang mendidik."
Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil - bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid.
"Karena banyaknya berita tentang pelarangan ponsel dan betapa negatifnya pengaruh ponsel, kebanyakan orang tak berpikir bahwa ponsel bisa dipakai secara positif dan mendidik," kata Liz Kolb, pengarang buku "From Toy to Tool: Cell Phones in Learning" (Dari Mainan jadi Alat: Ponsel untuk Pembelajaran).
Bahkan pihak-pihak yang memiliki kebijakan anti-ponsel yang ketat juga mengakui bahwa suatu saat mereka harus berubah.
"Kami tak bisa menghindarinya," kata Bill Husfelt, pengawas dari sekolah-sekolah daerah Bay County, daerah utara Florida dimana 27,000 siswa tak diperbolehkan memakai ponsel di sekolah. "Tapi terlebih dahulu kita harus lebih memikirkan cara untuk mencegah penyalahgunaan ponsel."
71 persen remaja di Amerika telah tercatat memiliki ponsel sejak awal 2008, menurut survei dari proyek 'Internet dan Kehidupan Amerika' oleh pusat penelitian Pew. Persentase itu konsisten terhadap variasi ras, pendapatan, atau faktor demografis lainnya. Sementara banyak sekolah terhitung 'gap-tek' dibanding rumah tangga yang sudah memiliki jaringan intranet, internet nirkabel, dan tiap anggota keluarga sudah memiliki smartphone.
Kebanyakan sekolah masih membatasi pemakaian ponsel - dan memang alasannya kuat. Di daerah pengawasan Husfelt, tujuh siswa baru-baru ini ditindak karena berkelahi di kampus, yang menurut Husfelt dipicu dari SMS.
Di bagian lainnya di Amerika, sejumlah remaja telah ditangkap karena melakukan "sexting" - yaitu mengambil foto tak senonoh lalu menyebarkannya lewat ponsel. Para siswa juga memakai ponsel untuk mencontek. Dalam suatu polling, lebih dari 35 persen remaja mengaku pernah mencontek lewat ponsel.
Tapi ponsel kini begitu menjamur sehingga repot untuk disita semua oleh guru.
"Menyita ponsel dan menghadapi sang siswa menyebabkan konflik," kata Husfelt, "ini terlalu mengganggu."
Para guru yang telah memakai ponsel dalam pembelajaran dalam kelas mereka mengaku bahwa kebanyakan murid taat pada peraturan mereka. Mereka mengingatkan bahwa kecurangan dan pertengkaran antara siswa pasti ada dengan atau tanpa ponsel, dan kalau ponsel diperbolehkan, keinginan untuk penyalahgunaan bisa berkurang.
"Anak-anak bisa curang dengan kertas dan bolpen. Mereka saling bertukar contekan," kata Kipp Rogers, kepsek dari Passage Middle School, Virginia, "pastinya kertas tak bisa dilarang."
Rogers mulai memakai ponsel sebagai alat di institusinya beberapa tahun lalu, ketika ia mengajar kelas matematika dan kekurangan kalkulator untuk ujian. Ia membiarkan para muridnya memakai ponsel. 12 kelas, termasuk matematika, IPA, dan Bahasa Inggris, kini memakai ponsel sebagai alat bantu. Para siswa bisa melakukan riset lewat
SMS atau internet di ponsel. Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet). Para siswa bisa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah.
Kelas-kelas itu seringkali dibagi beberapa kelompok, kalau-kalau ada beberapa siswa yang tak memiliki ponsel.
Di Pulaski, Wisconsin, kira-kira 210 km di utara Milwaukee, seorang guru bahasa Spanyol, Katie Titler telah menugaskan para siswanya untuk merekam suara masing-masing di ponsel untuk ujian wacana.
"Khususnya untuk pelajaran bahasa asing, cara ini sangat baik untuk menilai kemampuan bicara secara formal atau informal, yang mana sulit dilakukan secara rutin karena besarnya kelas dan keterbatasan waktu," jelas Titler.
Jimbo Lamb, seorang guru matematika di suatu sekolah sekitar Annville-Cleona, di selatan Pennsylvania Tengah, menyuruh para siswa menjawab pertanyaan lewat ponsel mereka dalam suatu situs polling internet. Dengan seketika ia bisa tahu jumlah siswa yang paham.
"Teknologi ini membantu para guru agar lebih produktif," katanya.
Anda para guru di Indonesia, tertarik untuk meniru ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar