Sabtu, 17 Maret 2012

Subhanallah, Kakek 160 Tahun Rajin Baca Al Quran Tanpa Kaca Mata

 

Subhanallah, itulah kata yang tepat  ketika bertemu Muin. Bagaimana tidak, di usia yang sudah menginjak 160 tahun, Muin masih piawai membaca ayat suci Al quran tanpa menggunakan kacamata setiap usai menunaikan ibadah salat lima waktu. Bahkan, pria berusia uzur ini juga masih sanggup mencangkul empat jam dalam sehari.

Lelaki kelahiran Rangkasbitung, Banten, tahun 1850 ini, dikenal sebagai sosok yang suka humor. Aki Muin, biasa ia dipanggil, menuturkan bahwa hidup itu indah kalau sehat, kalau sakit jadi tidak indah, namun ada hikmah yang tetap harus disyukuri.
“Saya makan seperti “kambing” alias makan sayuran dari hasil berkebun saja, tidak pernah membeli. Dan makanan yang berasal dari makhluk hidup seperti daging atau telur saya hindari. Barangkali itu yang membuat mata masih awas untuk membaca Al Quran setelah kegiatan salat wajib,” ujarnya, di Blambanganumpu, Waykanan, Lampung, Jumat (8/10/2010).
Ia mengatakan, dalam mengolah komoditas perkebunan dan pertanian miliknya seperti kopi, terong, kacang panjang, cabai dan padi, sama sekali dia tidak menggunakan pupuk kimia.
“Saya tidak pernah menggunakan pupuk kimia, memanfaatkan yang alami saja, seperti daun atau jerami padi. Saya biasa mulai ke kebun jam 6 pagi, dan biasa mencangkul sekitar 4 jam dalam sehari, maklum sudah ‘kolot’ jadi banyak lelahnya,” katanya seraya memamerkan giginya yang sudah habis.
Ia juga mengaku, tahun 2008 lalu, dia bahkan masih sanggup memanjat pohon aren setinggi kurang lebih 10 meter yang dimilikinya untuk menyadap nira. “Sebelum jatuh dua tahun lalu, saya masih sanggup memanjat pohon aren, tapi sekarang tidak bisa lagi, punggung saya sudah patah, jadi bengkok seperti ini,” katanya.
Terkait sejarah penjajahan Belanda dan Jepang ia mengatakan, hidup di zaman pendudukan negeri Sakura lebih sulit dibandingkan saat tentara Negeri Kincir Angin menguasai Indonesia. “Zaman Jepang pakaian itu susah, saya saja menggunakan kulit dari pohon benda sebagai penutup aurat, seperti sarung atau kebaya, namun lumayan hangat. Tapi saat zaman penjajahan Belanda lumayan mudah, harga rokok 3 sen dapat 20 batang,” ujarnya.
Aki Muin ternyata pernah ikut menjadi tentara sukarela dan digaji 25 perak setiap bulan, namun setelah perang kemerdekaan ia memilih menjadi orang biasa karena ingin bebas.
[via-islam/mt]

Jumat, 09 Maret 2012

Harapan Emak Pada si Entong

 
“Mak kalo entong sudah besar nantii.. entong mau jadi pegawai bank…nanti kalo entong banyak uang emak tidak usah capek-capek  jualana sayur emak dirumah aja nanti kalo emak capek terus sakit entong kan jadi sedih….” kata entong suatu hari pada emaknya, “Aamiin emak doain semoga Allah mengabulkan cita-cita entong makanya entong banyak-banyak berdoa dan jangan lupa entong belajarnya yang rajin biar entong jadi anak yang pintar,  tapi jangan lupa ngaji sama shalatnya harus rajin juga biar Allah semakin sayang sama entong dan mengabulkan harapan-harapan entong”  jawab emak sambil mengelus kepala anak laki-laki semata wayangnya yang baru duuk di kela satu SD itu “Iya mak kalo gitu entong akan raji shalat sama ngaji” jawab entong penuh semangat “Nah sekarang sudah malem entong cepet bobo cuci kaki dulu terus jangan lupa berdoa sebelum bobo”.

“tong sebenarnya emak tidak terlalu berharap entong jadi pegawai bank yang banyak uang atau PNS dengan gaji yang besar hanya karena ingin membahagiakan emak, emak tidak mengharapkan balas budi dari entong karena bagi emak entong adalah anugerah terbesar dalam hidup emak, entong adalah amanah dan titipan dari Allah yang dipercayakan kepada emak agar emak jaga dan didik supaya menjadi hamba yang berguna bagi agama dan orang lain, itu sudah membuat emak teramat bangga “.

“emak juga berharap jika kelak emak dipanggil sama Allah… entong lah yang menerangi alam kubur emak dengan kesholehan entong..  entong lah yang menyejukan alam kubur emak dengan doa-doa yang entong kirimkan untuk emak setiap entong berdoa memohon ampun atas kesalahan-keslahan  emak, semoga Allah senantiasa menjaga entong dari segala marabahaya” gumam emak dalam hati seraya mengecup kening anaknya yang telah terlelap. [Yopi Bukhori]

Khaulah Binti Malik

Penyebab Turunnya Ayat 1-2 Surat Al-Mujadillah
 
Sastrawati yang rajin beribadah itu, suatu hari datang menemui Rasulullah saw dan bercerita mengenai suaminya (Aus Ibnu Shamit). Khaulah adalah istri dari seorang yang sudah lanjut usia dan buruk perangainya. Suatu hari sang suami memintanya berhubungan, namun Khaulah menolaknya dengan berbagai alasan. Aus ibnu Shamit pun marah dan mengeluarkan kata-kata, “Bagiku, kamu tidak ubahnya seperti punggung ibuku.” Setelah itu ia keluar rumah. Tak lama pria tua itu kembali mendatangi istrinya.

Khaulah pun berkata, “Demi Allah jangan coba mendekatiku. Kamu telah berkata seperti itu. Biarkan Allah dan Rasul-Nya yang menghukumi antara kita.”

Mendengar itu suaminya marah besar. Tanpa menggubris perkataan istrinya, ia segera menarik dan mendekapnya dengan kasar. Sebagaimana perempuan muda yang memiliki tenaga, Khaulah mampu menghindar dari suaminya yang sudah tua dan berlari menuju rumah Rasulullah saw. 

Setelah mendengar cerita Khaulah, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Khaulah, anak pamanmu itu adalah orang tua, maka bersabar dan bertakwalah kepada Allah Ta'ala.”
Tak lama setelah itu, turunlah ayat Allah ketika Nabi sedang berselimut hendak tidur. Nabi pun kembali memanggil Khaulah dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa ayat Al-Qur'an atas perkara kamu dan suamimu.” Lalu beliau membacakan firman-Nya.

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang membantah engkau (ya Muhammad), tentang suaminya dan ia mengadu kepada Allah dan Allah mendengar perbantahan kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu (yaitu katanya: engkau seperti punggung ibuku, artinya menjadi haram atasku), tiadalah istri mereka itu menjadi ibunya. Ibu mereka tidak lain hanya perempuan yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka itu mengatakan perkataan yang munkar dan bohong. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha pengampun.” (Al Mujadillah [58] : 1-2)

Sebagai hukuman untuk suami Khaulah, sebelum berkumpul kembali Rasul meminta Khaulah agar suaminya memerdekakan budak, namun ditolak Khaulah karena suaminya seorang yang papa, tak memiliki harta apalagi budak. Lalu Rasul menyuruhnya berpuasa dua bulan berturut-turut, kembali ditolak Khaulah mengingat suaminya sudah renta dan tak kuat berpuasa selama itu. Akhirnya Rasul menyuruh untuk memberi makan 60 orang miskin dan setiap orangnya mendapatkan satu wasaq kurma. Lagi-lagi Khaulah pun menolak, karena suaminya tak memiliki apa-apa bahkan tidak sedikit kurma pun. Maka  Nabi membantunya memberikan setandan kurma. Khaulah pun setuju dan akan membantu suaminya dengan memberikan setandan kurma lagi.

Rasul kemudian bersabda, “Sesungguhnya kamu telah berbuat baik. Pergilah dan sedekahkan kurma itu atas nama suamimu. Bilang padanya untuk selalu berbuat baik!”
Itulah kisah Khaulah yang hingga kini menjadi teladan dalam menjaga hubungan yang harmonis antara suami dan istri. Terlebih lagi jika umur keduanya terpaut jauh. Khaulah tidak mengambil jalan kekerasan dan bertingkah tak layak kepada suaminya yang berperangai buruk. Ia lebih memilih mengadukan kepada Allah dan Rasul-Nya karena berkeyakinan akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
Firda Kurnia

Semarakkan Masjid Pancarkan Syiarnya

Semarakkan Masjid
Sejak zaman Rasulullah SAW, masjid punya beragam fungsi. Tidak hanya tempat ritual murni (ibadah mahdah), seperti shalat dan iktikaf. Kompleks masjid juga menjadi pusat pemerintahan, markas militer, sentra pendidikan, hingga ruang tawanan perang. Perlu pengelolaan masjid dengan manajemen yang baik dan profesional.
JUNAEDI terkagum-kagum ketika berkesempatan mengunjungi Jakarta, pertengahan Februari  lalu. Selain melihat pesatnya pembangunan Ibu Kota, lelaki asal Kampung Cihampelas, Bandung Barat, ini juga terlihat bungah melihat masjid-masjid yang berdiri megah di berbagai tempat di Jakarta. Ia membayangkan, andai saja di kampungnya dapat berdiri masjid semegah itu, tentu warga akan bersemangat untuk melaksanakan ibadah dan berbagai kegiatan di masjid. Maklum, di kampungnya hanya ada satu mushala kecil. Untuk pengajian anak-anak saja tidak cukup.
Anak-anak harus berdesakan di dalam mushala, bahkan sampai ke pelataran mushala. “Di mushala kampung saya, kalau sedang pengajian rutin, ibu-ibu sampai harus membawa tikar sendiri untuk duduk di luar mushala. Ruang mushala hanya cukup untuk bapak-bapak,” kata Junaedi. Sedangkan bangunan masjid ini sangat megah. Ruangannya sangat luas. Bahkan interiornya sangat indah, dengan dekorasi masjid yang ditata apik. Dalam hitungan Junaedi, masjid ini setidaknya bisa menampung 1.000 jamaah. Tapi, yang membuat rasa kagum Junaedi ciut, pada saat menunaikan shalat ashar itu, jamaahnya hanya beberapa orang. Tidak sampai satu shaf. “Mungkin orang-orang masih sibuk bekerja, jadi tidak sempat untuk shalat ashar berjamaah di masjid,” katanya menerka-nerka.
<p>Your browser does not support iframes.</p>
Barangkali tidak salah kalau Junaedi merasa prihatin melihat kenyataan itu. Tapi, bukankah pada saat ini masjid ada di mana-mana. Mulai di permukiman penduduk, kompleks perumahan, hingga di kantor-kantor dan mal. Jadi, bisa saja para pegawai kantor atau pekerja pusat perbelanjaan menunaikan shalat di masjid kantor atau mal, sehingga tak perlu berlelah-lelah mencari masjid di luar. Bahkah masjid-masjid di kantor dan mal juga menyelenggarakan kegiatan keagamaan lainnya, seperti pengajian rutin dan peringatan hari-hari besar Islam. “Cuma, sayang aja, masjid segede ini jadi kosong melompong,” tutur Junaedi.
•••••
Kini memang masjid berdiri di mana-mana. Dari yang kecil (mushala) hingga yang megah. Lalu soal shalat berjamaah itu? “Mungkin yang paling penting, yang sudah berjamaah benar benar menjadi figur yang bisa membuat orang yang belum berjamaah jadi tertarik,” kata KH Abdullah Gymnastiar, pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid, Bandung.

Shuhaib bin Sinan, Sang Pendamping Setia Rasulullah



 

Senin, 05 Desember 2011

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata bahwa orang-orang yang paling pertama dan utama masuk Islam ada empat. Pertama, Rasullulah sendiri, sebagai tokoh dari Arab. Kedua, Shuhaib bin Sinan sebagai tokoh dari Romawi. Ketiga, Bilal sebagai tokoh dari Abyssina. Dan keempat, Salman al-Farisi sebagai tokoh dari Farsi.

Shuhaib bin Sinan memang berasal dari Romawi. Bahkan, nama al-Rumi yang kerap digandengkan kepada namanya berasal dari kata Romawi. Namun, catatan sejarah menunjukkan, nenek moyang Shuhaib sebetulnya berasal dari Arab, dan merupakan keluarga terhormat.

Nenek moyang Shuhaib pindah ke Iraq jauh sebelum datangnya Islam. Di negeri ini, ayah Shuhaib diangkat menjadi hakim dan walikota oleh Kisra, Raja Persia . Shuhaib dan orangtuanya tinggal di istana yang terletak di pinggir sungai Eufrat ke arah hilir Jazirah dan Mosul . Mereka hidup dalam keadaan senang dan bahagia.

Suatu ketika datang orang-orang Romawi menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib. Setelah ditawan, Shuhaib dijualbelikan sebagai budak dari satu saudagar ke saudagar lain. Ia menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remaja di Romawi sebagai budak. Akibatnya, dialeknya pun sudah seperti orang Romawi.

Pengembaraannya yang panjang sebagai budak akhirnya berakhir di Makkah. Majikannya yang terakhir membebaskan Shuhaib karena melihat kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Bahkan, sang majikan memberikan kesempatan kepadanya untuk berniaga bersama.

Memeluk Islam

Perihal keislaman Shuhaib, diceritakan oleh sahabatnya, 'Ammar bin Yasir. Suatu ketika, 'Ammar berjumpa Shuhaib di muka pintu rumah Arqam bin Abu Arqam. Saat itu Rasulullah masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah tersebut.

“Kamu mau kemana?” tanya `Amar.

Shuhaib balik bertanya, “Dan kamu hendak kemana?”

“Aku mau menjumpai Rasulullah untuk mendengarkan ucapannya,” jawab 'Ammar.

“Aku juga mau menjumpainya,” ujar Shuhaib pula.

Lalu mereka masuk ke dalam rumah Arqam menemui Rasulullah. Keduanya mendengar secara khidmat penjelasan tentang aqidah Islam hingga petang hari. Setelah itu, keduanya menyatakan diri memeluk Islam. Secara sembunyi-sembunyi mereka kemudian keluar dari rumah itu.

Hijrah

Ketika Rasulullah hendak berhijrah ke Madinah, Shuhaib ikut serta. Ada yang mencatat bahwa Shuhaib telah menyembunyikan segala emas, perak, dan kekayaan yang dimilikinya sebagai hasil perniagaan bertahun-tahun di Makkah sebelum pergi hijrah. Catatan lain menyebutkan bahwa harta tersebut hendak ia bawa ke Madinah.

Rencananya, Shuhaib akan menjadi orang ketiga yang akan berangkat ke Madinah setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Namun, orang-orang Quraisy telah mengetahui rencana tersebut. Mereka mengatur segala persiapan guna menggagalkannya.

Ketika hijrah akan dilakukan, pasukan Quraisy menyerbu. Malang nasib Shuhaib. Ia masuk perangkap dan tertawan. Akibatnya, kepergian Shuhaib ke Madinah tertunda, sementara para sahabat yang lain bisa meloloskan diri.

Saat orang-orang Quraisy lengah, Shuhaib langsung naik ke punggung unta dan memacu sekencang-kencangnya menuju gurun yang luas. Tentara Quraisy segera memburu dan hampir berhasil menyusulnya. Tiba-tiba Shuhaib berhenti dan berteriak:

“Hai orang-orang Quraisy, kalian mengetahui bahwa aku adalah ahli panah yang paling mahir. Demi Allah, kalian tak akan berhasil mendekatiku sebelum kulepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini. Dan setelah itu aku akan menggunakan pedang untuk menebas kalian sampai senjata di tangan ini habis semua. Nah, majulah ke sini kalau kalian berani! Tetapi kalau kalian setuju, aku akan tunjukkan tempat penyimpanan harta benda milikku asal kalian membiarkan aku pergi.”

Ibnu Mardaweh meriwayatkan dari Utsman an-Nahdiy dari Shuhaib bahwa pasukan Quraisy saat itu berkata, “Hai Shuhaib, dulu kamu datang kepada kami tanpa harta. Sekarang kamu hendak pergi hijrah sambil membawa pergi hartamu? Hal ini tidak boleh terjadi.”

“Apakah kalian menerima tawaranku?”

Tentara Quraisy akhirnya tertarik dan sepakat untuk melepaskan Shuhaib sekaligus menerima imbalan harta. Reputasi Shuhaib sebagai orang jujur selama ini telah membuat tentara Quraisy itu percaya bahwa Shuhaib tak akan berbohong.

Setelah kaum Quraisy balik arah, lalu melanjutkan perjalanan seorang diri hingga menyusul Rasulullah yang sedang berada di Quba’.

Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi para sahabat. Ketika mendengar salam dari Shuhaib, Nabi langsung berseru gembira, “Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!” Ucapan itu diulangnya sampai dua kali.

Beberapa saat kemudian turunlah Surat Al-Baqarah ayat 207. Ibnu Abbas, Anas bin Musayyab, Abu Utsman an-Nahdiy, Ikrimah, dan yang lain berkata, ayat ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenaan dengan peristiwa yang menimpa Shuhaib. Sementara kebanyakan ulama berpendapat, ayat ini umum untuk setiap mujahid yang berperang di jalan Allah, seperti halnya fiman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 111: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji benar Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain Allah)? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

Sebuah catatan menunjukkan, Shuhaib baru mengetahui turunnya ayat mengenai dirinya setelah bertemu Umar bin Khattab dan kawan-kawannya di Tharf al-Hurrah. Mereka berkata pada Shuhaib, “Perniagaanmu beruntung.”

“Kalian sendiri bagaimana? Saya tidak merugikan perniagaanmu di jalan Allah. Apa yang kalian maksud dengan perniagaanku beruntung?” tanya Shuhaib.

Para sahabat kemudian memberitahu bahwa Allah telah menurunkan ayat yang berkaitan dengan dia.

Pendamping Setia

Setelah hijrah, Shuhaib menjadi pendamping setia Rasulullah. Ia dikenal berani dan andal menggunakan lembing dan panah.

Shuhaib pernah berkata, “Tidak ada sesuatu peperangan yang dilakukan Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu perjanjian yang dibuat Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu angkatan perang yang disiapkan oleh Rasulullah untuk pergi bertempur yang aku tidak ada di dalamnya. Tidak ada sesuatu peperangan yang sedang berkecamuk yang aku tidak ada di kanan kiri baginda. Tidak pernah terjadi sesuatu persiapan untuk mengirim bantuan yang aku tidak hadir di tempat itu. Pendek kata, aku adalah orang yang berdiri di tengah-tengah antara musuh dan Rasulullah.”

Setelah Rasulullah wafat, Shuhaib menyumbangkan baktinya kepada Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khaththab ketika keduanya menjadi khalifah. Ketika Umar ditikam dari belakang saat memimpin shalat Shubuh, Shuhaib langsung ditunjuk sebagai pengganti imam.

Kata Umar, “Shalatlah kalian bersama Shuhaib.” Padahal saat itu kaum Muslimin belum memutuskan siapakah yang bakal menggantikan Umar sebagai khalifah.

Selanjutnya, Umar berkata, “Jangan kalian takut kepada Shuhaib karena dia seorang maula (hamba yang dimerdekakan). Dia tidak akan memperebutkan jabatan khalifah ini.”*

Syeikh Jamil Jambek, Sang Penentang Hukum Adat



 


KETIKA usia belasan tahun, Muhammad Jamil Jambek dikenal sebagai parewa (preman) di kampunghalamannya, Nagari Kurai, Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia keluar masuk kampung sebagai jagoan dengan keahlian pencak silat. Banyak pemuda yang takut berkelahi dengannya.

Menyabung ayam, bagian dari tradisi masyarakat Minangkabau kala itu, adalah kebiasaannya. Ia juga pernah mengisap candu. Saking gemarnya mengisap barang haram ini, ia dapat membedakan mana bau rokok dengan bau candu dari kejauhan. Keahlian ini juga yang membuat anak muridnya sering katahuan saat usai mengisap candu.

Sejarah kemudian mencatat Muhammad Jamil Jambek, yang juga dikenal dengan sebutan Inyiak Jambek, menjadi ulama terkemuka Minangkabau. Ia paling kritis terhadap adat istiadat dan ajaran tarikat. Dia juga ahli ilmu falak dan pembuat imsyakiah pertama. Dialah yang pertama kali memperkenalkan metode dakwah dengan bertabligh di depan massa.

Insyaf dan ke Makkah

Jamil Jambek lahir di kota Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tahun 1863. Nama kecilnya Muhammad Jamil. Ia anak sulung dari Muhammad Saleh Datuk Maleka, seorang Kepala Nagari di Kurai, Bukittinggi.

Meski putra seorang pemimpin adat, perangai Jamil saat remaja sering dicibir masyarakat. Ia anak pemimpin adat yang sungguh tak beradat.

Pada usia 22 tahun, tepatnya tahun 1885, atas nasehat seorang ulama, Tuanku Kayo Mandiangin, Jamil mulai sadar dan meninggalkan dunia parewa. Ia kemudian belajar agama dan bahasa Arab.

Setahun berlalu, Jamil dikirim ayahnya belajar pada Syeikh Ahmad Khatib di Makkah. Ahmad Khatib adalah ulama asal Nagari Balai Gurah, Bukittinggi, yang termasyur sebagai guru besar di Mekkah dan menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, sebuah posisi yang sebelumnya tak pernah diisi oleh mereka yang berasal dari luar tanah Hijaz.

Ada beberapa murid Syeikh Ahmad Khatib di Makkah yang kemudian terkenal sebagai motor pembaharu sekembalinya ke tanah air. Di antara mereka adalah KH Ahmad Dahlan, H Abdul Karim Amrullah, H Abdullah Ahmad, Syeikh Taher Jalaluddin, H Agoes Salim, H Muhamad Basyuni Imran, H Abdul Halim, KH Hasyim Asy'ari, dan Syeikh Daud Rasyidi.

Cukup lama Jamil Jambek berguru di Makkah, sejak tahun 1886 hingga pulang ke Ranah Minang pada tahun 1903.

Benturan pertama dan terberat yang dihadapai Jamil Jambek sekembali dari Makkah adalah masalah adat Minangkabau, khususnya hukum waris. Menurut ajaran Islam yang diterimanya dari Syeikh Ahmad Khatib, harta pusaka diwariskan kepada anak sendiri dengan ketentuan anak laki-laki memperloleh bagian yang lebih besar dari anak perempuan. Sedangkan adat Minangkabau menggariskan bahwa harta pusaka diwariskan kepada kemenakan perempuan, bukan kepada anak laki-laki.

Jamil Jambek tak bergeming dengan beratnya tantangan adat Minangkabau tersebut. Apa lagi ia tahu bahwa gurunya, Syeikh Ahmad Khatib, telah menulis dua buku berbahasa Arab tentang hukum waris.
Beberapa karyanya tertulis dalam bahasa Arab dan Melayu, salah satunya adalah al-Jauhar al-Naqiyah fi al-A'mali al-Jaibiyah. Kitab tentang ilmu Miqat ini diselesaikan pada hari Senin 28 Dzulhijjah 1303 H.

Karya lainnya adalah Hasyiyatun Nafahat ala Syarh al-Waraqat. Syeikh Ahmad Khatib menyelesaikan penulisan kitab ini pada hari Kamis, 20 Ramadhan 1306 H, isinya tentang usul fiqih. Karyanya yang membahas ilmu matematika dan al-Jabar adalah Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab yang selesai dirulis pada hari Ahad 19 Dzulqaedah 1307 H di Makkah. Kitab-kitab lainnya adalah al-Da'il Masmu'fi al-Raddi ala man Yurist al-Ikhwah wa Aulad al-Akhawat ma'a Wujud al-Ushl wa al-Manhaj al-Masyru', Dhau al-Siraj dan Shulh al-Jama'atain bi Jawazi Ta'addud al-Jum'atain.

Ahmad Khatib membuat pernyataan keras terhadap mereka yang menolak hukum Islam. Mereka harus diputuskan hubungannya dan tidak punya hak untuk mendapat pemakaman secara Islami.

Sedangkan tentang praktik tarekat Naqsyabandi di Minangkabau, Syeikh Ahmad Khatib menulis buku berjudul Izhhar Zughal al-Kadzibin (Menjelaskan Kekeliruan Para Pendusta).

Cukup berat tantangan yang dihadapi Syeikh Jamil Jambek dalam meluruskan masalah hukum waris dan ajaran tarikat yang sudah lebih dulu mentradisi di pelosok Ranah Minang. Namun metode dakwah dangan bertabligh, atau berpidato di hadapan massa, membuat masyarakat di kampung halamannya cepat mahami apa yang disampaikannya.

Jamil Jambek adalah ulama pertama yang memperkenalkan metode dakwah ini. Sebelumnya, masyarakat hanya mengenal metode berhalaqoh, pengajian dengan duduk melingkar menghadap guru di rumah dan surau-surau.

Ulama Kritis

Syeikh Jamil Jambek juga meninggalkan kebiasaan lama dimana ulama sangat terikat kepada kitab Jawi. Semuapelajaran diberikan dengan cara berdiri di muka umum, diberi keterangan selengkap-lengkapnya dengan metode yang mudah dimengerti.

Dengan metode baru tersebut, Syeikh Jamil Jambek cepat sekali menebar pengaruhnya. Bahkan begitu cepat merangkul banyak pengikut. Dalam waktu singkat ia sudah bisa mendirikan sebuah surau yang digunakan sebagai pusat pergerakan di kawasan Tengah Sawah, Bukittinggi.

Di surau ini Syeikh Jamil secara rutin memberikan pelajaran agama dengan berdiri di hadapan murid-muridnya, dilengkapi papan tulis. Umumnya murid Syeikh M Jamil Jambek adalah orang-orang berpangkat, tuanku, lebai, fakih/orang yang mengerti agama, dan guru.

Selain berdakwah di Surau Tengah Sawah, Jamil Jambek secara rutin turun ke kampung-kampung hingga ke Gadut, Pakan Kamis, dan Tilatangkamang yang pernah menjadi pusat pergerakan kaum Paderi.

Perubahan yang dibawa Syeikh Jamil Jambek tak hanya dalam cara mengajar namun juga dalam hal pemanfaatan ilmu pengetahuan umum untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim. Ia sendiri telah membuktikannya dengan menguasai ilmu falak. Bahkan, Syeikh Jamil Jambek telah menyusun jadwal waktu shalat. Tak sekadar itu, ia juga telah menerbitkan Imsyakiah Ramadhan pada tahun 1911. Inilah imsyakiah pertama yang beredar di Indonesia.

Dalam setiap tabilqh akbar, Syeikh Jamil Jambek sering mengkritisi amalan suluk dalam tarekat Naqsyabandi dan segala macam bid’ahnya. Menurut Jamil Jambek, suluk jika tidak hati-hati bisa membuat orang malas.

Awalnya, Syeikh Jamil Jambek lebih suka berdakwah langsung ketimbang berdakwah lewat tulisan. Hanya sekali dia menulis di Majalah  Al-Munir yang diterbitkan H Abdullah Ahmad di Padang.

Barulah pada awal tahun 1905, Syeikh Jamil Jambek mulai menulis buku. Di antaranya, buku berjudul "Penerangan Tentang Asal Usul Thariqatu al-Naksyabandiyyah dan Segala yang Berhubungan dengan Dia. Buku ini diilhami dari pertemuan ulama guna membahas keabsahan tarekat di Bukit Surungan, Padangpanjang. Saat itu Syeikh Jamil secara terbuka menyampailkan kritiknya soal tarekat.

Buku ini terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan dalam buku ini kenyatakan bahwa tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh orang dari Persia dan India. Syeikh Jamil Jambek menyebut orang-orang dari kedua negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang makin lama makin jauh dari ajaran Islam.

Sikap kritis Syeikh Jamil Jambek juga tertuang dalam buku berjudul "Memahami Tasawuf dan Tarekat yang ditujukan sebagai upaya mewujudkan pembaruan pemikiran Islam.

Pada tahun 1913 Syeikh Jamil Jambek merangkul sahabatnya sesasama murid Syeikh Ahmad Khatib, yakni Syeikh Daud Rasyidi, mendirikan Majelis Islam Tinggi (MIT). Ia juga mendirikan Barisan Sabilillah untuk melatih kaum muda mengusir penjajahan kafir Belanda.

Namun, belum genap dua tahun Syeikh Jamil Jambek mengecap era kemerdekaan yang ikut diperjuangkannya, pada 16 Safar 1367 H, bertepatan 30 Desember 1947, Syeikh Muhammad Jamil Jambek dipanggil oleh Allah  Subhanahu wa Ta'ala. Makamnya masih menjadi saksi sejarah di pekarangan masjid yang pernah menjadi basis perjuangnya.

Masjid yang terletak di jantung kota Bukittinggi itu hingga kini masih bernama Surau Inyiak Jambek.* Dodi

Ulama Masyhur yang Dituduh “Penghianat” Rezim Soekarno




 


BULAN Februari ini, adalah hari kelahiran seorang tokoh ulama besar Nusantara yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan sebutan HAMKA. Beliau dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada 17 Februari 1908. Jadi sehingga kini sudah seabad lebih lamanya. Untuk itu bagi kita generasi sekarang ini perlu mengenal lebih dekat sosok ulama besar tersebut sekaligus mengenang jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan agama di tanah air.

Ayah Hamka adalah H. Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul seorang tokoh ulama Sumatera. Dikenal sebagai pelopor “golongan muda”, murid Syekh Ahmad Khatib yang bermukim di Makkah. Ibunya bernama Syafiyah istri kedua ayahnya.

Pendidikan awal buya Hamka di sekolah Diniyah 1916 kemudian di sekolah Sumatera Thawalib 1918. Diantara gurunya disana ialah Zainuddin Labai El Yunusi, H.Rasul Hamidi, H. Jalaluddin Thaib, Angku Mudo Abdulhamid dan lain-lain. Selain itu Hamka mengaji kepada Syekh Ibrahim Musa Parabek pada tahun 1922.

Beliau belajar Tafsir Al Qur'an dan Fikih dengan kitab Al Muhazzab dari Angku Mudo Abdulhamid. (Ayahku hal 318) Setelah itu beliau merantau ke Jawa. Disana beliau belajar kepada HOS. Cokroaminoto tentang islam dan sosialisme, kepada Soeryopranoto tentang sosiologi dan kepada H. Fakhruddin dalam ilmu Tauhid. Selanjutnya beliau banyak belajar kepada A.R.St. Mansur.

Guru yang memiliki pengaruh besar pada dirinya ialah ayahnya sendiri dan A.R.St. Mansur yang tak lain adalah iparnya. Dari ayahnya Hamka belajar langsung tentang Ushul Fiqh dan Mantiq. Selama enam bulan beliau belajar kepada ayahnya di kutub khanah sampai kedua ilmu tersebut beliau kuasai. Alasan ayahnya mengajarkan dua ilmu tersebut ialah kegemaran Hamka berfilsafat dan membawa sejarah ketika berceramah, sehingga dengan menguasai kedua ilmu tersebut tidak dikuatirkan akan tersesat.

Buya Hamka banyak berperan dalam gerakan dakwah. Beliau tidak memaknai dakwah secara sempit. Banyak bidang yang telah beliau lakukan dalam memperjuangkan agama Islam.

Dalam bidang organisasi beliau aktif di Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan selama hidupnya beliau banyak mengajar kepada masyarakat. Baik di sekolah, masjid, surau, universitas dan lainnya. Ketika mudanya beliau pernah mendirikan sekolah Tarbiyatul Muballighin sekaligus menjadi direkturnya. Beliau juga mengajar masyarakat Indonesia melalui kuliah di Radio Republik Indonesia (RRI)  selama lebih dari tiga puluh tahun.

Dalam bidang keilmuan dan penulisan beliau telah menulis buku-buku dari berbagai bidang. Mulai dari pendidikan, tasawuf, filsafat, tafsir, akhlak, sejarah roman dan lainnya. Diantara judul-judul bukunya yang banyak tersebut antara lain: Tasauf Modern, Filsafat Hidup, Lembaga hidup, Tafsir Al Azhar, Lembaga Budi, Ayahku, Sejarah Umat Islam, Revolusi Agama, Revolusi Pemikiran, Studi Islam, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Dibawah Lindungan Ka’bah dan Pandangan Hidup Muslim.
Metode dakwah yang dibawakan oleh Buya Hamka sangat bijaksana sehingga diterima banyak kalangan. Misalnya beliau menulis roman islami yang pada masa itu sangat “aneh” bagi seorang ulama menulis roman. Namun cara tersebut justru sangat digemari masyarakat.
Beliau sangat mahir dalam menulis dan bahasanya sangat sederhana sehingga mudah difahami. Meskipun menjelaskan sesuatu pembahasan yang sulit seperti filsafat. Namun melalui sentuhannya filsafat menjadi mudah dimengerti oleh banyak orang. Beliau juga diantara tokoh yang yang turut meningkatkan seni kesusasteraan di tanah air. kemahirannya dalam menulis diawali dengan menulis ringkasan pidato dan diskusi bersama rekan-rekannya pada masa mudanya.

Dalam bidang penerbitan beliau menjadi editor sekaligus pimpinan majalah Pedoman Manyarakat dan Panji Masyarakat (Panjimas). Melalui majalah tersebut beliau menyampaikan pemikirannya.

Disegani Dunia

Atas keluasan ilmu yang dimiliki serta kontribusinya yang besar dalam berdakwah di Indonesia beliau di anugerahi Doktor Honoris  Causa dari Universitas Al Azhar Kairo pada tahun 1958. Surat pengakuan gelar tersebut ditanda-tangani langsung oleh Syeikh Al Azhar ketika itu yaitu Syeikh Mahmud Syaltut. Hal ini mengulang sejarah ayahnya yang diberikan gelar yang sama pada tahun 1926 ketika kongres yang dianjurkan oleh ulama Al Azhar. Ketika itu ayahnya bersama H. Abdulllah Ahmad, masing-masing mendapat gelar kehormatan melalui kesepakatan ulama yang hadir.

Hamka juga memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) pada tahun 1974. Pada tahun 1977 beliau diangkat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengundurkan diri pada tahun 1981 dikarenakan tekanan pemerintah yang tidak sesuai dengan pendiriannya.

Pada zaman Soekarno, beliau pernah dipenjarakan selama dua tahun karena dituduh “pengkhianat” dan menjual negara kepada Malaysia. Tentu beliau sangat sakit hati atas tuduhan keji rezim yang pernah bertangan besi kepada tokoh-tokoh Islam tersebut. Namun beliau bersabar dan memanfaatkan waktu tersebut untuk menyelesaikan karyanya  yang monumental bernama Tafsir Al Azhar (30 jilid).

Selama hidupnya beliau menjadi panutan masyarakat dan tempat banyak orang bertanya tentang masalah agama. Atas usaha beliaulah masjid Al Azhar selesai dibangun dan beliau menjadi imam masjid tersebut hingga akhir hayatnya.

Beliau menutup usia pada 24 Juli 1981. Dengan meninggalkan warisan karya-karya penting yang masih selalu dipelajari orang sehingga hari ini. Ketokohan beliau bukan saja diakui oleh masyarakat Indonesia namun di Malaysia dan Singapura kedudukan beliau dangat dihormati. Mereka juga turut bangga kepada buya Hamka. Buku-buku karangan beliau banyak dipelajari dan diterbitkan di kedua Negara tersebut. Di Singapura misalnya, maka Pustaka Nasional yang banyak menerbitkan. Di Malaysia terdapat beberapa tesis dalam bahasa Melayu, Arab atau pun Inggris yang membahas pandangan beliau dalam berbagai disiplin ilmu.

Demikianlah sedikit kisah tentang sosok buya Hamka. Tujuan ditulisnya kisah ini, selain untuk memperingati masa kelahirannya juga untuk memberikan semangat kepada generasi baru muslim di Negara ini agar mengikuti jejak beliau. Dengan cara menguasai ilmu serta beramal untuk memajukan bangsa dan agama.*/Hambari Nursalam, Mahasiswa International Islamic University Malaysia

Red: Cholis Akbar

Sayangilah Sesama, Bahkan Termasuk Hewan



 

KASIH sayang Mukim bersumber dari rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Seorang mukmin adalah sosok manusia yang berjiwa kasih sayang, karena idealismenya adalah berbudi (berakhlaq) dengan akhlaq-akhlaq Allah Subhanahu Wata’ala.
Di antara akhlaq-akhlaq ilahiyah adalah (rahmat) kasih sayang yang meliputi segala-galanya, meliputi kafir dan mukmin, orang baik dan jahat, meliputi juga dunia dan akherat.
Rasulullah dengan rasa rahmat ini memperlakukan sahabat-sahabatnya dan dalam berbagai kesempatan beliau beliau selalu menanamkan rasa kasih sayang ini (rahmat) kepada sahabat-sahabatnya.
Pada suatu hari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) berjalan bersama para sahabatnya menelusuri perkampungan di kota perkampungan di kota Madinah. Dalam perjalanan itu Rasulullah bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggendong dan menyusui anaknya.
Melihat itu Nabi berkata kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mengira bahwa ibu itu sampai hati melemparkan anaknya ke api neraka? Mereka menjawab, "Tidak-tidak, tidak mungkin dia melemparkan anaknya ke api neraka". Nabi bersabda, "Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya walaupun dibandingkan dengan kasih sayang ibu kandung kepada putranya ini." (HR. Bukhari)

Nama-nama (sifat) Allah yang paling populer setelah nama (Allah) adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang artinya adalah pengasih dan penyayang. Seorang mukmin selalu memulai membaca nama ini, bismillaahirrahmaanirrahiim setiap kali membaca al-Qur'an sebab sebanyak 113 suratnya dimulai dengan kata tersebut.
Kita sendiri selalu mengulangi dua nama ini dalam shalat-shalat wajib tidak kurang dari 34 kali setiap hari. Kedua nama mulia ini, memiliki inspirasi kuat pada jiwa seorang mukmin untuk mengambil bagian dari nama-nama mulia ini.
Imam Ghazali dalam mengomentari nama-nama Allah yang mulia ini dalam kiabnya "Almaq Sadul Asma'" mengatakan "Seorang hamba yang mengambil bagian dari sifat ini adalah merahmati (menyayangi) hamba-hamba Allah yang lalai, agar sadar dan kembali pada jalan Allah dengan cara memberi nasihat, penuh kelembutan tidak dengan kekerasan, melihat pada pelaku kemaksiatan dengan pandangan kasi sayang tidak dengan pandangan yang menyakitkan, melihat pada setiap maksiat yang berlangsung di alam ini sebagai musibahnya juga. Sehingga segera berusaha untuk menghilangkannya sesuai dengan kemampuannya, sebagai rasa rahmat kepada pelaku maksiat tersebut, agar terhindar dari murka Allah Subhanahu Wata’ala. Ia tidak membiarkan seorang melarat namun membantunya sesuai dengan kemampuannya. Ia selalu memperhatikan orang miskin di lingkungannya. Mungkin dengan harta kekayaannya, jabatan atau memintakan bantuan kepada orang lain. dan jika semua itu tidak dapat ia lakukan, ia membantunya dengan berdo'a, ikut berduka cita, trenyuh dan terharu, seolah-olah ia ikut mengambil bagian dari musibah dan kebutuhannya itu.
Barangsiapa tidak merahmati, maka tidak akan dirahmati. Seorang mukmin yakin bahwa ia selalu membutuhkan rahmat (kasih sayang) Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan rahmat Allah inilah ia hidup di dunia dan berbahagia di akhirat. Namun juga berkeyakinan bahwa rahmat Allah tidak dapat digapai kecuali dengan merahmati masyarakat manusia.
Nabi bersabda, "Allah hanya merahmati pengasih dan penyayang dari hamba-hamba-Nya." Dalam hadits lain Nabi bersabda, "Barangsiapa tidak merahmati maka tidak akan dirahmati." Sabda Nabi yang lain, "Rahmatilah siapa saja atau apa saja yang ada di bumi, maka kalian akan dirahmati siapa saja yang ada di langit."
Rahmat orang Mukmin tidak terbatas pada saudar-saudara yang muslim saja -walaupun diutamakan- namun juga meluber kepada ummat manusia seluruhnya.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda kepada para sahabatnya, "Kalian tidaklah beriman sebelum kalian merahmati!" Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah kami saling menyayangi," mendengar itu Nabi bersabda, "Bukan kasih sayang salah seorang dari kalian kepada kawannya akan tetapi kasih sayang kepada semuanya." (HR. Turmudzi)
Memang sifat mukmin di antaranya yang disebut al-Qur'an adalah sabar dan kasih sayang.
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
“Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” [QS. al-Balad: 17]
Rahmat ini tidak hanya terbatas kepada ummat manusia tetapi juga kepada ummat-ummat lain seperti hewan-hewan. Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah mengumumkan kepada para sahabatnya seraya bersabda, "Surga dibukakan pintunya kepada pelacur yang memberi minum anjing lalu Allah mengampuninya, neraka dibukakan pintunya untuk wanita yang menahan kucing sampai mati."
Nah jika nasib orang yang menahan kucing seperti ini, maka bagaimana besarnya siksaan orang-orang yang menahan puluhan ribu anak manusia?
Pernah ada seorang datang kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dan berkata, "Saya merasa rahmat (sayang) untuk menyembelih kambing ini." Maka Nabi bersabda, "Bila engkau menyayanginya maka Allah akan menyayangimu". (HR. Al-Hakim)
Suatu hari Umar melihat seorang menyeret kambing dengan memegangi kakinya untuk disembelih, maka Umar menegur seraya berkata, "Celaka kamu! tuntunlah kambing itu menuju kematian dengan baik."

Ahli sejarah meriwayatkan bahwa Umar Ibnu Ash pada saat penaklukan negeri Mesir kemahnya dihinggapi burung merpati dan bersarang di atapnya. Ketika Umar akan meninggalkan tempat itu, ia melihat burung itu masih tetap di sarangnya yang ada di atas kemah. Maka ia tidak ingin mengusiknya dengan membongkar sarangnya, sehingga akhirnya menjadi kota 'merpati'.
Ibnu Hikan menyebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz melarang menaiki kuda tanpa ada keperluan, melarang memberi tapal kuda dari besi pada telapak kaki kuda, dan melarang mengekang kuda dengan kendali yang ketat dan berat.
Karena itulah, Rasulullah  memberikan pengertian silaturrahim yang bermakna rasa kasih sayang (rahmat). Sabda beliau: "Orang yang bersilaturrahim itu bukanlah orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersilaturrahim adalah orang yang menyambung orang yang memutuskan hubungan denganmu."
Di antara sifat-sifat khusus orang Mukmin adalah berhati yang hidup, tanggap, lembut dan penuh kasih sayang. Dengan hati inilah dia berkomunikasi dengan masyarakat dan lingkungannya. Ia akan trenyuh melihat yang lemah, pedih melihat orang yang sedih, dan santun kepada yang miskin dan mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan.
Masalahnya, sering di antara kita memelesetkan perintah kasih & sayang dan rahmatan lil alamin untuk urusan akidah. Padahal, untuk urusan akidah dan nahi-munkar, seorang Mukmin diperintahkan tegas dan bukan lembek. 
Allah berfirman,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Q.s. Al-Maidah [5]:54)
Walhasil, jika Rasulullah dan Islam saja menganjurkan kita berpeliku sayang kepada binatang dan keras pada orang kafir, mengapa kita sering tidak sayang kepada sesama Muslim, hatta, meski ia seorang yang keras sekalipun?.*

Mendengar Pangkal Selamat, Abai Pangkal Celaka



 


“DEMI Allah andaikan dia berdiri sampai malam, maka aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk shalat.” Begitulah komitmen Umar Radhiyallahu ‘anhu untuk setia mendengarkan taushiah (nasehat) wanita renta di pinggir jalan. Padahal ketika itu Umar adalah seorang khalifah.
Kisah itu berawal ketika Umar keluar masjid bersama al-Jarud al-‘Abdi dan yang lain. Tiba-tiba ada wanita tua di jalan. Umar kemudian mengucapkan salam kepadanya. Wanita itu pun menjawab salamnya.
Dalam riwayat al-Darimi diterangkan bahwa wanita itu kemudian meminta Umar untuk berhenti. Umar pun mendekat dan menundukkan kepalanya demi mendengarkan wanita tersebut berbicara.
Selanjutnya wanita itu memberi wejangan, ”Bertakwalah engkau kepada Allah dalam mengurus rakyat. Ketahuilah, barangsiapa yang takut akan ancaman Allah maka yang jauh (hari akhirat) akan terasa dekat. Barang siapa yang takut akan kematian, maka ia akan khawatir kehilangan kesempatan.”
Para sahabat yang berdiri bersama Umar kemudian bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, engkau telah menghentikan sekian banyak orang (ikut berhenti karena tidak mau mendahului umara) demi wanita renta ini?”
Umar menjawab, ”Tahukah kalian siapa dia? Dia ini adalah wanita yang didengarkan aduannya oleh Allah Ta’ala di atas tujuh lapis langit. Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah…,” hingga Umar mengucapkan kalimat pertama tadi. (Ibn ‘Abd al-Bar, al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashab,II/ 91)
Siapa pun yang mengetahui kisah ini akan semakin kagum kepada Umar. Ia rela menghentikan langkahnya, lalu mendengar dengan seksama petuah wanita itu meski dalam waktu lama. Ini adalah teladan luar biasa yang tidak banyak dilakukan manusia, apalagi orang yang merasa telah menempati posisi terhormat di masyarakat.
Anggapan umum menyatakan bahwa berbicara adalah kehormatan dan mendengar adalah kehinaan, setidaknya di hadapan pembicara tadi. Padahal yang benar bukanlah demikian.
Sikap sabar dalam mendengar seperti itu semestinya menjadi akhlak setiap pribadi yang mengaku umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pribadi yang mengidam-idamkan ukhuwah dalam iman, kesatuan, kekuatan, kedamaian, hilangnya permusuhan, dan tegaknya peradaban Islam yang agung, otomatis akan mencontoh sikap mulia tersebut.
Mengapa penting sekali membangun sikap tersebut dalam diri kita? Berikut ini alasan mendasarnya.

1. Manusia sejati harus mau mendengar dengan seksama
Rumus ini bukanlah kesimpulan manusia, tetapi kesimpulan Sang Pencipta manusia. Jika demikian, rumusan ini pasti benar, tanpa boleh diragukan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf [7]: 179)
Pada ayat ini dengan jelas Allah Ta’ala memberikan syarat untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, yakni mutlak harus menjalankan tiga fungsi tersebut yang salah satunya adalah pendengaran.
 
2. Manusia yang baik diukur dari kemauannya mendengar
Satu-satunya rumus untuk menjadi manusia yang baik adalah menaati petunjuk Sang Pencipta yang terangkum dalam wahyu-Nya. Dalam rangka itu mesti ada proses penerimaan informasi mengenai tuntunan tersebut. Tersumbatnya informasi berakibat fatal. Manusia bisa gagal menjadi baik.
Jadi, Allah Yang Maha Bijaksana tidak mungkin menutup pintu informasi tersebut bagi hamba-Nya. Inilah yang diterangkan Allah Ta’ala dalam al-Qur`an:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِندَ اللّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ
وَلَوْ عَلِمَ اللّهُ فِيهِمْ خَيْراً لَّأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّواْ وَّهُم مُّعْرِضُونَ

“Sesungguhnya mahluk bergerak yang bernyawa yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apapun. Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal [8]: 22-23)
 
3. Hamba Allah pasti mau mendengar setiap ucapan baik. 
Yang paling tahu tentang ciri hamba Allah Ta’ala tidak lain adalah Allah Ta’ala sendiri. Setiap pribadi yang menginginkan diri menjadi hamba Zat Yang Maha Baik, ambisi utamanya adalah mengoleksi seluruh kebaikan tanpa mau melewatkannya.
Setiap informasi mengenai peluang kebaikan, baginya adalah temuan paling berharga. Tidak mengherankan bila Allah Ta’ala menyebutkan bahwa sikap ambisius untuk berburu kebaikan dengan menyeleksi secara seksama setiap ucapan adalah ciri pertama kepribadian para hamba-Nya.
 
4.  Manusia berakal pasti lebih banyak mendengar dari pada bicara. 
Satu ciri khas orang yang berakal dinyatakan dengan jelas pada akhir ayat 18 surat Al-Zumar [39],  yaitu lebih banyak mendengar. Tidak ada satu ayat atau Hadis pun yang menerangkan bahwa ciri manusia berakal adalah banyak bicara.
Orang yang berakal lebih banyak diam, merenung, dan berkonsentrasi mengerahkan kekuatan berpikirnya untuk menggali berbagai mutiara hikmah.
Teladan terbaik dalam hal ini tidak lain adalah Rasulullah sendiri. Jabir bin Samurah mensifati Nabi dengan mengatakan, ”Nabi lebih banyak diam dan sedikit tertawa,” (Riwayat Ahmad).  Maka pantaslah bila Allah Ta’ala memberinya keistimewaan berupa jawami’ al-kalim (kata-kata singkat tapi padat makna).
5. Mendengar adalah penghormatan besar kepada pembicara
Inilah akhlak agung yang berujung kepada tumbuhnya rasa persaudaraan, kasih sayang, dan saling menghormati. Bahkan mampu meringankan beban psikologis orang-orang yang terserang depresi, dan terkadang menghilangkannya sama sekali.
Begitu banyak alasan mengapa seorang mukmin harus aktif dan seksama mendengar. Sebaliknya, tak kurang cela bila manusia mengabaikan sikap mulia tersebut.
Kisah karamnya kapal pesiar mewah Titanic pada 14 April 1912 tidak lain bermula dari pengabaian sang kapten, Edward J. Smith untuk mendengar peringatan Frederick Fleet, petugas menara pengintai saat melihat gunung es.
 
6. Ciri utama orang tercela adalah tuli alias tidak mau mendengar. 
Allah Ta’ala, dalam al-Qur`an surat Al-Baqarah [2] ayat 171, mengumpamakan orang-orang yang menyeru kepada orang-orang kafir seperti penggembala yang memanggil binatang ternak. Binatang-binatang itu tak akan mendengar selain seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta. Mereka sama sekali tidak mengerti.
Allah Ta’ala juga memberi sifat kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an surat al-An’am [6] ayat 39, laksana orang yang pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita.
Adapun orang-orang munafik, kata Allah Ta’ala dalam Surat al-Baqarah [2] ayat 17-18, seperti orang-orang yang tuli, bisu dan buta. Mereka tidak akan kembali ke jalan yang benar.Wallahu a’lam bish-shawab.*

Aksi “Indonesia Tanpa Liberal” ... Habib Rizieq: Jangan Mimpi Masuk TV


 
 

Hidayatullah.com- Aksi “Indonesia Tanpa Liberal” yang berlangsung sejak siang hingga sore jelang maghrib tadi (9/3/2012) berakhir tanpa kericuhan. Aparat keamanan yang dikerahkan pun tampak seperti “menganggur”. Pada aksi damai yang dihadiri sekitar seribuan massa dari berbagai elemen dan organisasi Islam ini, turut pula sejumlah artis, musisi, masyarakat umum dan banyak lagi.
Sejumlah orator menyatakan bahwa unjuk rasa tersebut merupakan salah satu bentuk sikap umat Islam yang sebenarnya terhadap posisi Jaringan Islam Liberal (JIL) dan gerakan penistaan agama lainnya. Bukan sebagaimana yang digembar-gemborkan media mainstream selama ini bahwa masyarakat Indonesia mendukung keberadaan JIL. Terutama, terkait aksi “Indonesia Tanpa FPI” beberapa waktu lalu juga di Bundaran HI.
Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Shihab yang turut berorasi di bagian selatan Patung Selamat Datang juga menganggap pemberitaan sejumlah media arus utama selama ini dianggap berat sebelah.
“Kemarin di tempat ini, ada orang-orang homo, lesbi, bencong dan (aktivis) liberal yang demo cuma lima puluh orang. Tapi semua televisi ikut meliput. Bahkan ada televisi liberal yang ikut menayangkan secara langsung, ” ujar Habib Rizieq lantang.
Pada aksi tersebut, lanjutnya, umat Islam yang hadir ada ribuan. Namun, dia menyinggung bahwa “Indonesia Tanpa Liberal” bisa saja tidak mendapat tempat secara layak di media massa utama.
“Tapi, (meski banyak) jangan mimpi masuk televisi, kenapa? Karena kita bukan bencong, karena kita bukan homo, karena kita bukan lesbi, karena kita bukan koruptor,” sambung Habib Rizieq disambut antusias massa.
Dalam aksi di bawah mendung dan gerimis itu, selain menuntut pembubaran JIL, massa juga menuntut penyelesaian sejumlah persoalan bangsa yang lain, seperti kasus korupsi yang tak kunjung tuntas, kasus penistaan agama, juga semakin bobroknya pemerintahan negara saat ini.
Berdasarkan pantauan Hidayatullah.com di lokasi aksi, massa membawa banyak spanduk bertuliskan “Tolak Kenaikan BBM”, “Indonesia Aman Tanpa Ahmadiyah”, dan sebagainya.
Saat longmarch menuju depan Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, lalu lintas di Jalan Raya MH. Thamrin sempat terhambat beberapa saat.*
Rep: Muh. Abdus Syakur
Red: Cholis Akbar

Google dan Twitter Tembus Blokade Informasi Di Mesir

Cyber Sabili-Kairo. Menanggapi kondisi terkini bahwa semua akses internet di Mesir telah diblokir rezim diktator Mubarak, Google mengatakan Senin petang (31/1/2011), mereka telah menyiapkan cara untuk mengirim pesan melalui Twitter layanan microblogging yang juga bisa digunakan untuk jaringan telepon.
Google bekerja sama dengan Twitter dan SayNow, sebuah perusahaan spesialis jasa Startup Sosial Platform dan Suara Online, untuk segera membuka akses internet dan telepon secepatnya. Sehingga memungkinkan bagi siapa pun untuk tweet dengan meninggalkan pesan di salah satu dari tiga nomor telepon. 
"Kita sangat terpukau dengan apa yang terjadi di Mesir, dan memikirkan apa yang bisa kami lakukan untuk membantu orang-orang di lapangan," kata Manajer Produk Google, Abdel Karim Mardini dan pendiri SayNow, Ujjwal Singh, dalam blog mereka.
Kedua menambahkan, selama akhir pecan ini, kami datang dengan membawa ide layanan untuk “berbicara-to-tweet”, sehingga siapapun bisa tweet hanya menggunakan sambungan suara.
Mereka juga menyebutkan, mail suara bisa diakses melalui tiga nomor telepon, yakni +16504194196, +390662207294, atau +97316199855. “Dengan mengirim pesan suara melalui tiga nomor itu, kami akan langsung mengkonversi ke dalam pesan teks dan disebut sebagai tweets.
Selanjutnya pesan ini diumumkan di Twitter dengan hashtags mengindikasikan # Mesir. “Hashtags Twitter dimaksudkan sebagai istilah pencarian sehingga orang dapat lebih mudah menemukan komentar yang berhubungan dengan topik tertentu atau peristiwa,” lanjut mereka.
Selain itu, orang juga bisa menghubungi nomor yang sama untuk mendengarkan pesan atau mendengar secara online di twitter.com/speak2tweet. "Kami berharap  ini akan membantu orang-orang di Mesir tetap terhubung pada kondisi apapun yang sangat sulit," kata Singh dan Mardini. "Pikiran kami sama dengan semua orang yang ada di sana," tambah mereka.
Google untuk sementara juga menolak mengomentasi laporan bahwa salah satu direktur pemasaran di Mesir, Wael Ghonim, telah hilang sejak Jumat malam (18/1/2011).
"Kami sangat peduli pada keselamatan karyawan kami, tapi untuk melindungi privasi mereka, kami tidak mengomentari mereka secara individu," tegas Juru Bicara Raksasa Internet California di respon email untuk penyelidikan AFP ini. (Al-Jazeera/AFP/Dwi)

Menimba Ilmu ke Negeri William Tell

 Swiss yang hanya berpenduduk sekitar 7 juta orang dan dengan luas wilayah sebesar Jawa Barat, sangat terkenal sebagai negara wisata tidak hanya di Eropa namun seluruh dunia. Jika kita bepergian ke kota-kota seperti Luzern, Interlaken, Bern, Zürich dan kota-kota besar lainnya kita sering berpapasan dengan bus-bus besar. Barisan bus itu membawa wisatawan dunia berkeliling menikmati pemandangan dan objek-objek wisata.
Kita juga mengenal negeri yang indah ini sebagai tempat bermukimnya sekolah sekolah Pariwisata dan Perhotelan. Lembaga pendidikan ini menghasilkan tenaga-tenaga yang berkwalitas dan profesional untuk pengelolaan  dunia wisata. Namun, sedikit yang mengenal William Tell,  tokoh legenda swiss,  pada awal abad ke-14 dengan sifat sifat kepahlawannya yang ingin meningkatkan tarah hidup masyarakat Swiss pada waktu itu.
Keberadaan sekolah-sekolah Pariwisata dan Perhotelan itu menurut Budiman Wiriakusumah dari KBRI Bern menjadikan  Swiss sebagai negara pilihan utama mahasiswa-mahasiswa dunia untuk menimba ilmu di bidang pariwisata. Bahkan pada sekitar tahun 70 an pemerintah Swiss memberikan bantuan  dibidang pendidikan pariwisata kepada Indonesia dengan mendirikan "National Hotel and Tourism Institute" di Bandung.
Melihat potensi dunia pariwisata Indonesia yang sangat besar,  KBRI juga membantu terjalinnya kerjasama  pendidikan tingkat P to P.
IMI, University Centre, International Hotel Management Institute Switzerland,  Luzern, Swiss dan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta (STP Trisakti), pada tahun 2008, telah menandatangani MoU kerjasama dalam bentuk pertukaran mahasiswa, dimana mahasiswa STP Trisakti berkemungkinan untuk menempuh dua tahun pendidikan di STP Trisakti dan satu tahun pendidikan di IMI Luzern, yang diselingi dengan praktek kerja atau magang di salah satu hotel di Swiss selama 6 (enam) bulan. Kerjasama juga dilakukan dalam bentuk pertukaran tenaga pengajar antara STP Trisakti dengan IMI Luzern.
 Selain melakukan penandatangan MoU kerjasama dengan STP Trisakti, pada tahun 2009, IMI Luzern juga menandatangani MoU kerjasama dengan Sekolah Bisnis (Business School) Universitas Pelita Harapan, Jakarta. Kerjasama dengan Sekolah Bisnis Universitas Pelita Harapan Jakarta dilakukan dalam bentuk pertukaran pelajar, dosen dan penyelenggaraan seminar, training maupun workshop bagi pelajar Sekolah Bisnis Universitas Pelita Harapan Jakarta.
 IMI Luzern juga melakukan kerjasama dengan Program MBA (Strata Dua) Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta dalam bentuk pertukaran pelajar, dimana mahasiswa Strata Dua FE, Universitas Trisakti Jakarta dapat melanjutkan studinya di IMI Luzern. IMI Luzern dalam hal ini akan mengurus ijin tinggal maupun ijin kerja bagi mahasiswa ybs, selama tinggal di Swiss.
Dan yang baru saja ditandatangani MOU (akhir tahun 2011),  IMI dengan Petra Surabaya,  dimana mahasiswa yang kuliah di Petra Surabaya dapat melanjutkan program BA nya di IMI, termasuk in-training di daerah wisata di Swiss untuk selama 5 bulan.
Diharapkan dengan kerjasama ini Indonesia dapat meningkatkan kwalitas pendidikan yang pada dapat menghasilkan tenaga-tenaga  yang siap mengelola dunia pariwisata  dan akhirnya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dunia ke Indonesia, demikian Budiman menutup keterangannya.

Benarkah Paku dari Salib Yesus Ditemukan?

Cyber Sabili-Jerusalem. Seorang jurnalis Israel-Kanada percaya bahwa ia mungkin telah berhasil melacak dua paku besi yang digunakan untuk menyalibkan Yesus Kristus. Atau setidaknya, benda itu merupakan "peninggalan lama hilang".
Bersama timnya, dia tengah menyiapkan tayangan Secrets of Christianity untuk stasiun televisi  History Channel. Host dan produser Simcha Jacobovici menemukan fakta yang mengejutkannya: Pada tahun 1990, arkeolog Israel menggali sebuah gua penguburan berusia 2.000 tahun dan menemukan dua paku yang dibuat oleh orang Romawi, tetapi menyembunyikan temuan itu.
Berdasar negosiasi, akhirnya HC boleh mempublikasikan penemuan dua osuarium-kotak pemakaman batu berisi dengan tulang manusia. Dalam peti itu tertulis inskripsi "Caiaphas" dan "Joseph con of Caiaphas". Peti terakhir sekarang ditampilkan di Museum Israel di Yerusalem.
Menurut Injil, Caiaphas atau Kayafas adalah imam besar Yahudi yang menyerahkan Yesus ke Roma untuk disalibkan. "Ada konsensus ilmiah umum bahwa makam dimana paku-paku yang ditemukan kemungkinan besar milik Kayafas pada waktu itu. Sekecil apapun, tapi menemukan di dalam kubur adalah sangat langka," kata Jacobovici di luar tembok batu yang tinggi di Kota Lama, di mana Yesus menghabiskan hari terakhirnya.
Ketika Jacobovici menemukan referensi singkat soal paku dalam laporan arkeolog resmi, ia mengaku, "Rahangku serasa turun," ia mengibaratkan.
"Ini akan menjadi seolah-olah, 2.000 tahun dari sekarang, para arkeolog menemukan gua Muhammad Ali namun lupa menyebutkan sepasang sarung tangan tinju yang ditemukan di sana. Tak ada yang istimewa dari sebuah sarung tinju, tapi bila itu sarung tangan khusus yang memiliki arti penting khusus untuk petinju terkenal, akan beda artinya bukan?" katanya.
Jacobovici pernah menjadi host  program Naked Archaeologist di stasiun History International  dan bekerja sama dengan pembuat film James Cameron pada 2007 untuk membuat film dokumenter kontroversial, "The Lost Tomb of Jesus."
Dia sebelumnya pernah menanyakan pada Israel Antiquities Authority soal paku itu. "Saya diberitahu mereka telah hilang."
Kayafas, katanya, dikenal karena satu: pengadilan dan penyaliban Yesus. "Dia mungkin merasa terdorong untuk mengambil paku tersebut bersamanya ke kuburnya," kata Jacobovici.
Ada juga kepercayaan di antara beberapa orang Yahudi kuno bahwa paku dari salib yesus  memiliki kekuatan penyembuhan  dan "tiket ke alam baka".
Namun Gabriel Barkay, seorang profesor arkeologi di Bar-Ilan University, meragukan temuan itu. "Tidak ada bukti apapun bahwa mereka berasal dari makam Kayafas," katanya. "Itu dugaan semua."
Paku  digunakan untuk "berbagai tujuan," kata Barkay, "dari memperbaiki gerbang besi untuk pintu kayu dan peti mati, selain untuk penyaliban."
Ronny Reich,  arkeolog Universitas Haifa yang juga pernah meneliti Gua Kayafas, percaya gua itu "milik anggota keluarga Kayafas". Namun ia tak yakin dengan otentifikasi paku itu sebagai dari kayu penyalib Yesus. (Republika)

Fatwa: Forex Trading Haram

 Badan tertinggi Islam Malaysia mengeluarkan fatwa terbaru yang melarang perdagangan valuta asing oleh individu Muslim. Fatwa tersebut mengatakan praktik spekulasi dalam perdagangan valas melanggar hukum Islam.
Dewan Fatwa Nasional memutuskan perdagangan valas oleh "money changer" atau antara bank adalah perdagangan yang diizinkan.
Tapi, ketika itu dilakukan individu maka "menciptakan kebingungan" di antara umat, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan Rabu oleh kantor berita negara Bernama.
Ketua dewan, Abdul Shukor Husin, memperingatkan "Ada banyak keraguan tentang jenis perdagangan tersebut (forex trading), melibatkan individu yang menggunakan internet dengan absenya kepastian hasil," lapor Bernama.
"Sebuah studi oleh komite menemukan bahwa perdagangan tersebut melibatkan spekulasi mata uang, yang bertentangan dengan hukum Islam," kata dia.
Seorang pejabat dewan menegaskan keputusan itu kepada AFP tapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Islam meletakkan kode etik yang ketat untuk bisnis yang melarang spekulasi dan riba.
Pemeluk Islam di Malaysia dipandang lebih moderat daripada di sebagian besar Muslim dunia.
Sekitar 60 persen dari 28 juta penduduknya adalah Muslim dan tetap tunduk pada hukum Islam dalam urusan sipil.
Pada 2008, Dewan Fatwa Nasional juga mengeluarkan larangan terhadap yoga bagi umat Islam yang dipandang kontroversial. Alasan ulama, yoga bisa mengikis iman mereka.
Fatwa itu sempat memicu kegemparan dari muslim moderat, yang mendorong Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi turun tangan.
PM mengatakan umat Islam bisa melakukan yoga selama tidak memiliki elemen spiritual Hindu.
Spekulasi dan riba
Menurut Dewan Fatwa Nasional Malaysia, perdagangan valas oleh money changer atau antar bank masih diperbolehkan, namun perdagangan valas individu dinilai bisa menimbulkan kekacauan pada keyakinan.
"Ada banyak perdebatan tentang itu (forex trading) dan itu melibatkan individu-individu yang menggunakan internet dengan akibat yang tidak pasti," ujar chairman Dewan Fatwa Nasional, Abdul Shukor Husin sebagaimana dikutip dari AFP, Kamis (16/2).
"Sebuah studi oleh komite menemukan bahwa perdagangan tersebut melibatkan spekulasi mata uang yang kontradiksi dengan ajaran Islam," tambahnya.
Pejabat Dewan yang dikonfirmasi lebih lanjut mengenai aturan tersebut tidak memberikan detail. Yang pasti, ajaran Islam melarang adanya spekulasi dan riba.
MUI bertahan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan tidak akan ikut-ikutan mengubah fatwa perdagangan valuta asing (valas) menjadi haram seluruhnya seperti yang dilakukan Malaysia. MUI sudah punya fatwa sendiri dan tidak akan diubah.
Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanudin, ada empat jenis transaksi valas di Indonesia, tiga diantaranya masuk kategori haram. Sementara satu lainnya masih diperbolehkan.
"Kalau Malaysia mau bikin fatwa seluruhnya haram, itu urusan mereka, karena masing-masing kan punya regulator sendiri. Kita sudah keluarkan fatwa dan tidak akan diubah," katanya ketika dihubungi detikFinance, Kamis (16/2/2012).
Ia mengatakan, empat jenis transaksi valas yang sering dilakukan di Indonesia adalah transaksi spot, forward, swap dan option. Tiga yang terakhir diharamkan oleh MUI.
Sehingga yang diperbolehkan oleh MUI adalah perdagangan valas di pasar spot saja.
Transksi spot tidak masuk kategori haram karena merupakan transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
"Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional," ujarnya.
Sedangkan ketiga transaksi lainnya mengandung unsur spekulasi harga sehingga diharamkan oleh MUI.
Pada dasarnya, ada beberapa hal dalam transaksi valas yang diperbolehkan.
Hal-hal tersebut antara lain tidak untuk spekulasi (untung-untungan), ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh) dan apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. (Surau.net)

MUI Akan Pelajari Ajaran Surianto yang Dinilai Sesat

PDF Cetak E-mail
Jumat, 02 Maret 2012 11:10
MEDAN- Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) Kota Medan Prof M Hatta menyatakan, pihaknya baru menerima laporan dari MUI Kecamatan Kecamatan Medan Polonia soal dugaan aliran sesat ajaran Surianto, Kamis (1/3/2012). Sikap yang akan diambil lembaganya adalah memanggil kedua belah pihak yaitu Surianto dan orang-orang yang menuding ajaran tersebut sesat.
"Ada 10 kreteria yang ditetapkan MUI Pusat tentang aliran sesat. Kita akan verifikasi dulu," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan kesaksian para korban yang menjadi pengikut, ajaran ini dinilai menyimpang dari kaidah Islam. Menurut Hatta, tugas MUI hanya menasihati untuk menyadari kesalahan dan memberikan sanksi sesuai hukum Islam.

Namun, saat diberi tahu bahwa Surianto sudah menyadari kesalahannya dan meminta maaf, Hatta menilai bahwa persoalan sudah selesai. "Berarti sudah selesai kalau dia sudah mengakui dan meminta maaf. Kita tetap menghindari konflik dan selalu menjaga kondusifitas umat," tegas Hatta.
Masalah ini muncul pada 14 Februari lalu saat istri Surianto mengajak para saksi yang menjadi bawahannya untuk belajar mengenal Islam lebih baik pada 'Aba', panggilan lain Surianto. Para korban tidak merasa curiga karena mengenal pelaku. Di rumah Surianto, korban Siska disuruh melakukan ritual bersemedi dengan memegang jeruk purut dikedua tangannya tapi tidak boleh menyentuh paha.
"Aku disuruh duduk bersila memegang jeruk purut dan disuruh melihat mata hati. Katanya, apakah aku melihat malaikat. Karena  aku segan sama istrinya, kubilang saja melihat. Terus aku disuruh menyalami malaikat dengan membiarkan tangan ku bergerak sendiri," kata Siska.
Sementara korban Elvi disuruh shalat. Saat shalat, Surianto bertanya apakah melihat bidadari? Elvi menjawab melihat, Surianto lalu bertanya maukah korban menjadi bidadarinya.
Kepada ketiga korban, Surianto mengatakan bahwa apa yang mereka lihat adalah Allah dan dirinya juga Allah. Usai pertemuan ini, para korban menceritakan pada keluarganya masing-masing sampai akhirnya nyaris menghakimi Surianto dan istrinya. (kompas.com)

MUI Kota Tangerang Sepakat Tolak Pencabutan Perda Miras

PDF Cetak E-mail
Senin, 09 Januari 2012 10:35
TANGERANG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang bersama dengan 11 Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam Kota Tangerang sepakat menolak pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal tersebut disampaikan Ketua MUI Kota Tangerang, Edi Junaedi Nawawi. Kesepakatan tersebut diperoleh dari hasil pertemuan antara MUI dengan Ormas tersebut di Masjid Al-Azham, Tangerang sehari sebelumnya.

Di antara Ormas yang hadir adalah Nahdhatul Ulama (NU), FSPP, GP Anshor, Front Pembela Islam (FPI), Muslimah Mujahadah, Lakpesdam NU, Front Banten Bersatu, BKPRMI, dan Front Kerukunan Umat (FKU). Edi mengatakan, mereka tidak bisa begitu saja memveto kebijakan Kemendagri. "Kita tidak bisa ngotot begitu saja. Tentu Kemendagri punya pertimbangan," ujarnya.

Namun, ia menegaskan pertimbangan moral menjadi alasan penolakan MUI dan Ormas yang ada. Selama ini, ia menilai kebijakan Perda yang sudah berjalan selama enam tahun tersebut tidak menimbulkan protes dari kalangan pengusaha.

Edi juga mengutarakan kekhawatirannya jika Perda dicabut, akan memudahkan akses bagi remaja untuk membeli minuman keras. Alhasil, hal tersebut bisa berpengaruh pada meningkatnya angka kejahatan. Ia berpendapat, sebaiknya beberapa pasal yang dipermasalahkan direvisi dengan tetap mengusung pengaturan peredaran minuman beralkohol.(sumber: Republika online)

Negeri Yang Berkah


HM. Khoiril Anam
(Ketua PC LDNU Jombang)

الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى وَفَّقَ عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِيْنَ لِاَدَاءِ الْاَعْمَالِ الصَّالِحَاتِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً اَرْجُو بِهَا رَفِيعَ الدَّرَجَات. وَاَشْهَدُ اَنّ سَيِّدَ نَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  صَاحِبُ الْمُعْجِزَاتِ. اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اُولِى الْفَضَائِل وَالْكَرَامَاتِ.
اَمَّا بَعْدُ , فَيَا اَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ. اِتَّقُوا اللهَ بِامْتِثَالِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابِ الْمَنْهِيَّاتِ. وَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ .
Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Mari kita tak henti-hentinya untuk senantiasa meningkatkan kwalitas ketakwaan kita pada Allah SWT, yang tidak lain adalah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, karena dengan takwallah itulah manusia akan memperoleh kebahagian dan kemuliaan yang hakiki serta derajat yang tinggi di sisi Allah SWT.Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah
Siapapun pasti mendambakan terwujudnya masyarakat atau negeri yang berkah, yaitu negeri yang aman, nyaman, tenang dan rizkinya melimpah. Sudah barang pasti dambaan itu tidak akan terwujud tanpa adanya tindakan yang nyata. Bagaimana mungkin orang akan menjadi dokter kalau dia tidak pernah sekolah di kedokteran dan bagaimana mungkin orang akan menjadi hakim kalau tidak pernah menempuh pendidikan di bidang hukum. Orang menjadi dokter atau hakim tidak dengan tiba-tiba tetapi harus melewati suatu proses. Demikian juga dengan negeri ini, tidak akan bisa aman, nyaman, tenang, makmur dan rizkinya melimpah dengan tiba-tiba, melainkan harus melewati suatu proses. Proses itu tidak lain adalah bahwa penduduk ini harus benar-benar melaksanakan konsep taqwa, kapanpun dan di manapun mereka berada, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (الأعراف96
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami , maka kami siksa mereka sebab perbuatan mereka sendiri (QS. Al-A’raf 97)

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Kalau melihat kondisi negeri ini, sebenarnya sangat memprehatinkan, kemaksiatan merajalela dan kemungkaran terjadi di mana-mana. Ini merupakan indikasi bahwa penduduk negeri ini belum maksimal dalam melaksanakan konsep taqwa. Dan rupa-rupanya kemaksiatan itu semakin lama semaki meningkat bukan berkurang. Kalau ini tidak segera diakhiri, maka keberkahan yang Allah tumpahkan di negeri ini sehingga menjadi negeri yang subur makmur gemah ripah loh jinawi dikhawatirkan akan dicabut dan dibalik menjadi negeri yang hancur sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an
 وَضَرَبَ اللهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ اَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْكُلّش مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللهِ فَاَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ  وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ  (النحل 112
Dan Allah telah membuat perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman, tentram, rizkinya dating melimpah ruah dari setiap tempat, tetapi karena penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka allah merasakan bencana kelaparan dan ketakutan sebab ulah prilaku mereka sendiri (QS. An-Nahl 112)

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Penduduk yang mengingkari nikmat-nikmat Allah itu adalah penduduk yang tidak mau mensyukuri nikmat. Karena yang namanya mensyukuri nikmat itu tidak hanya sekedar mengucapkan Alhamdulillah, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk tindakan amal yang nyata, yang tidak lain adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dengan demikian mereka yang menerjang larangan Allah dan terus menerus melakukan kemaksiatan itu sama saja dengan mengkufuri atau mengingkari nikmat Allah.
Oleh karena itu, agar negeri ini aman dari ancaman bencana dan menjadi negeri yang berkah, hendaknya kita mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu dan keluarga kita sendiri sebagaimana firman Allah
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ( التحريم 6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu , penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintah-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-Tahrim 6)

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Betapa Allah telah memberikan langkah-angkah praktis bagaimana menuju masyarakat yang baik dan negeri yang berkah, yaitu dimulai dari diri sendiri dan keluarga, sebab hanya kedua unsur inilah pilar pokok sebuah masyarakat dan negara. Kalau masing-masing dari kita sebagai warga negara bisa menjaga diri dan keluarga dari perbuatan-perbuatan yang menyesatkan maka dengan sendirinya juga akan terbentuk negeri yang berkah. Tetapi kalu masing-masing dari kita dan keluarga penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan maka akan tebentuk negeri yang rentan, ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan, maka tidak akan produktif bahkan tidak bisa diharapkan kebaikannya.

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Lebih lanjut Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menyebutkan tentang bahaya dari dosa yang dilakukan oleh manusia di antaranya adalah :
1.    Dosa akan memperlemah kesadaran akan kegagunggan Allah dalam hati. Artinya orang yang sering melakukan perbuatan dosa tidak akan bersungguh-sungguh mengagungkan Allah, kaki terasa berat untuk melangkah ke masjid, badan terasa sulit untuk bangun di waktu fajar untuk melakukan sholat shubuh, telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, akhirnya lama-kelamaan hati menjadi keras seperti batu bahkan lebih keras lagi sebagaimana firman Allah
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (البقرة 74 )
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya, dan di antranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya, dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut pada Allah, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah 74)

2.    Dosa akan menghilangkan ruh cemburu. Orang yang sering melakukan dosatidak akan sensitive bila melihat orang-orang berbuat dosa, ia tidak tersinggung dengan isterinya yang auratnya dilihat banyak orang, bahkan ia sengaja mengijinkan untuk mempertontonkan auratnya di depan banyak orang. Ia tidak merasa tersinggung dengan anaknya yang berbuat dosa di depan matanya, anaknya yang sering teler, mabuk tidak pernah diperingatkan dibiarkan begitu saja.
3.    Dosa membuat orang tidak mempunyai rasa malu. Rasa malu inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Kalu rasa malu itu sudah tidak ada pada diri manusia, maka tak ubahnya seperti binatang yang semaunya melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan apakah itu haram apa tidak, ada manfaatnya pa tidak. Akibatnya tidak merasa berdosa ketika melakukan penyelewengan, tidak mempunyai rasa iba dan kasihan ketika melakukan penganiayaan, tidak merasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang merugikan orang lain dan tidak malu lagi ketika melakukan perzinaan tetapi malah bangga dan ditunjukkan pada orang lain. Masyarakat yang seperti ini adalah masyarakat yang jauh dari kemanusiaandan penuh dengan nuansa kekejaman, kedzaliman dan kebinatangan.
4.    Dosa membuat orang semain jauh dari ihsan yaitu sikap di mana seseorang meninggalkan perbuatan dosa. Dari kesadaran ihsan inilah orang akan benar-benar menjaga dirinya dari melanggar aturan-aturan Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi menyatakan
اَلاِحْسَانُ اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ  
Ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat Allah dan bila tidak bisa melihat Allah maka allah melihat kamu.

Dengan berbekal ihsan inilah orang tidak akan mudah melakukan perbuatan dosa, sebab setiap kali akan melakukan maksiat selalu ingat bahwa apa yang dilakukan dilihat leh Allah, demikian juga ketika melakukan kewajibanapa itu tugas di lingkungan kerja, mengajar, melayani masyarakat atau yang lain, pasti akan melakukan dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya, sebab apa yang dilakukan dilihat oleh Allah dan dimintai pertanggung jawabannya kelak di akherat. Kalau orang terbiasa berbuat dosa, secara otomatis ia telah menghancurkan kesadaran ihsannya. Hilangnya kesadaran ihsan adalah malapetaka bagi manusia. Bila suatu masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang tidak mempunyai kesadaran ihsan, maka tidak mustahil masyarakat tersebut akan selalu dihantui berbagai tindakan kedzaliman dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang mulia.
5.    Dosa menghilangkan nikmat dan menggantikannya dengan bencana. Allah selalu menceritakan bahwa diadzabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka selalu berbuat dosa, sebagaimana firman-Nya
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ  ( العنكبوت  40  )
Maka masing-masing mereka itu kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu keriki, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang kami benamkan ke dalam bumi, ada yang kami tenggelamkan dan Allah sekali-kali tidak menganiaya mereka akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (QS. Al-Ankabut 40)
اِنَّ اَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ  الْمَلِكِ الْعَلَّامِ , وَاللهُ سُبْحَانَه وَتَعَالَى يَقُوْلُ , وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدى الْمُهْتَدُوْنَ . وَاِذَا قُرِءَ الْقُرْأَنَ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَاَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ . اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحيْمِ . يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ .
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْأَنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog